Daya Tarik Kisah dari Alquran dan Pendidikan Islam
Agama | 2021-06-14 06:34:39Oleh : Endang Ummu Wafaâ
Sebagian orang bisa saja menganggap mendengarkan cerita itu adalah hal yang tidak menarik dan membosankan. Tapi bagaimana ketika cerita yang disuguhkan adalah kisah-kisah yang nyata dari sumber yang benar dan terpercaya dan tentunya bisa diterima untuk semua kalangan. Apalagi cerita yang di kisahkan sumbernya langsung dari Al Qur'an, disampaikan dengan cara yang menarik. Tentunya akan membuat kita yang mendengarnya akan betah berlama-lama menyimak kisah yang disampaikan. Berkisah juga bagian dari salah satu instrumen pendidikan yang tentunya akan sangat membantu para pendidik untuk mencapai tujuan dari pendidikan dalam menanamkan nila-nilai iman dan akhlak yang terpuji.
Mendidik melalui cerita yang mengandung pelajaran dan peringatan merupakan salah satu bentuk nasehat yang paling efektif. Sebab, secara naluriah jiwa manusia tertarik pada cerita dan menerimanya dengan sepenuh hati. Apabila cerita itu mengandung hikmah dan pelajaran ada tujuan yang hendak dicapai.
Tatkala cerita memiliki pengaruh di bidang pendidikan dan memiliki daya tarik terhadap hati dan telinga, Al Quran berisi banyak cerita. Bahkan hampir seperempat hingga sepertiga bagian dari Al Qurâ an berisi cerita. Dan tujuan utama pencantuman cerita-cerita di dalam Al Qurâ an adalah meningkatkan kualitas iman, pemikiran dan akhlak umat Islam, di samping untuk menghibur dan meneguhkan hati orang-orang mukmin dalam mempertahankan kebenaran yang nyata.
Ketika Al Qurâ an menceritakan kisah-kisahnya, bukan semata-mata untuk hiburan dan mengisi waktu. Al Qurâ an menceritakan kisah-kisah itu untuk tujuan pendidikan dan menanamkan nilai-nilai iman dan akhlak yang terpuji.
Al Qurâ an banyak mengandung keterangan tentang hal ihwal umat yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Al Qurâ an banyak mengandung keterangan tentang kejadian masa lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan peninggalan atau jejak setiap umat. Al Qurâ an menceritakan semua keadaan mereka dengan cara yang menarik dan mempesona.
Al Qurâ an menceritakan kisah-kisah para Nabi yang pasti merupakan menara tertinggi dan memiliki keistimewaan yang paling unggul. Bagaimana tidak ? Kisah-kisah itu benar-benar menghimpun teknik-teknik terbaik, pemilihan tempat-tempat yang tepat, dan suri teladan dari para Nabi dan pengikutnya yang sempurna dan tulus ikhlas, serta terwujudnya keteladanan itu pada diri pelakunya, karena kisah-kisah itu berasal dari sosok-sosok yang nyata.
Kisah-kisah itu diceritakan sebagai pelajaran bagi orang yang mau mengambil pelajaran, peringatan bagi orang yang mau berpikir, dan pemberitahuan bagi orang yang mau menyadari kesalahannya. Mengambil pelajaran dari kisah hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki akal yang cerdas. Yaitu orang yang akal dan fitrahnya tidak bisa dikalahkan oleh hawa nafsunya. Tentang hal ini Allah Subhanahu wa Taâ ala berfirman dalam Qurâ an , surat Yusuf, ayat 111.
â Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Al Qurâ an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (Kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berimanâ .
Bagaimana pengaruh Kisah-kisah Al Qurâ an bagi pendidikan Islam?
Kisah-kisah dalam Al Qur'an tentu saja memiliki pengaruh yang sangat besar bagi pendidikan Islam. Karena Al Qur'an menceritakan kisah-kisah itu untuk tujuan pendidikan dan menanamkan nilai-nilai iman dan akhlak yang terpuji.
Untuk mencapai tujuan pendidikan Islam dibutuhkan instrumen-instrumen pendidikan yang tepat agar tujuan yang diinginkan bisa tercapai. Maka melalui bercerita kisah-kisah dalam Al Qurâ an merupakan salah satu instrumen pendidikan yang tepat untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan.
Tidak diragukan lagi bahwa kisah yang baik dan cermat akan digemari dan dapat menembus relung jiwa manusia dengan mudah sehingga segenap perasaan akan mengikuti alur kisahnya tersebut tanpa merasa jemu atau kesal. Akal pun dapat menelusurinya dengan baik.
Pelajaran yang disampaikan dengan metode berkisah tentunya sangat bermanfaat dan mengandung banyak faedah, karena dengan berkisah yang bersumber dari Al Qurâ an dan hadits tentunya akan menanamkan nilai iman dan akhlak terpuji yang merupakan salah satu bentuk nasehat yang paling efektif. Pada umumnya anak-anak suka mendengarkan cerita-cerita. Biasanya ingatannya lebih cepat menampung sesuatu yang diceritakan kepadanya, selanjutnya ia dapat menirukan dan mengisahkannya.
Inilah fenomena fitrah jiwa yang tentunya perlu mendapat perhatian para pendidik dalam lapangan pendidikan, khususnya pendidikan agama yang merupakan esensi pengajaran dan rambu-rambu pendidikan.
Dalam kisah-kisah Al Qurâ an terdapat banyak lahan subur yang dapat membantu kesuksesan para pendidik dalam melaksanakan tugasnya, seperti pola hidup para nabi, berita-berita tentang umat terdahulu, sunnatullah dalam kehidupan masyarakat dan hal ihwal bangsa-bangsa. Semua itu dikisahkan dengan benar dan jujur.
Para pendidik hendaknya mampu menyuguhkan kisah-kisah Al Qurâ an itu dengan gaya bahasa yang sesuai dengan tingkat nalar pelajar dalam segala tingkatan. Alangkah baiknya jika metode bercerita kisah-kisah dari Al Qurâ an ini bisa dimasukkan sebagai salah satu kurikulum dalam pendidikan, yang tentunya akan memberikan pengaruh yang besar dan sangat baik bagi pendidikan Islam.
Referensi :
Syaikh Ahmad Farid. 2012. Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jamaâ ah. Terjemahan oleh Najib Junaidi. Surabaya : Pustaka eLBA
Syaikh Mannaâ Al-Qaththan. 2006. Pengantar Studi Ilmu Al Qurâ an. Terjemahan oleh H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc.MA. Jakarta Timur : Pustaka AL-Kautsar
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.