Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hendarsih erfik

Pengamen dan Nasi Sayur Padang

Sastra | Monday, 25 Apr 2022, 07:55 WIB

Uni Lina turun dari roda dua itu menuju RM Mentari Pagi di sudut Ibukota. Uda Eza, suaminya juga beriringan setelah dirapikannya helm-helm yang tadi dipakai mereka.

"Pesan apa, Bun? " tanya Uda Eza pada istrinya.

"Kepala ikan mas, gulai, " jawab Uni Lina

Disebutkanlah dua porsi makan di siang itu. Gulai kepala ikan mas dan kepala tongkol lengkap dengan sayur dan sambal ala RM Mentari Pagi . Tak lupa seporsi kecil dipesan juga karena merahnya menggoda selera, sambal goreng kentang ati ampela.

"Pas banget malah sambal goreng kentang ati ampela ini, Bun " ujar Uda Eza tanda setuju dengan istrinya itu yang memesan sambal goreng kentang ati ampela

Rasanya siang itu cacing-cacing di perut merekaberebutan meminta jatah . Hal itu disebabkan waktu makan siang sudah sedikit bergeser di kemacetan yang telah mereka lalui.

Uni Lina dan Uda Eza begitu menikmati makan berdua. Bergantian mereka menyendok sambal goreng kentang ati ampela ditambahkan ke piring sajian masing-masing dan sesekali keriuk suara kerupuk kulit terdengar dari setiap gigitan.

"Permisi, Pak. "

"Permisi, Bu. "

Seorang pengamen muda usia 18-20 tahun mulai memetikkan gitarnya di sebelah mereka. Uni Lina cepat-cepat merogoh tas selempangnya , tetapi tidak ditemukannya lembaran 2000 an. Hanya beberapa koin entah berapa rupiah tidak sempat Uni Lina menghitungnya lalu diberikan saja pada pengamen muda itu.

"Ini, Mas. Maaf, ya Mas, " katanya dengan perasaan tidak enak karena memberikan recehan beberapa koin. Entah, Uni Lina merasa tidak enak hati dengan memberi pengamen itu beberapa koin saja. Uni Lina merasa bahwa ia mulai ketularan anaknya. Serasa kurang pas jika memberikan koin walau harga nominalnya sama dengan lembaran kertas. Beberapa kali anak Uni Lina pun selalu menukar uang receh itu jika diberikan recehan baik dari Uni Lina maupun Uda Eza.

Sejak itu koin-koin recehan menumpuk di kaleng-kaleng bekas biskuit. Sesekali Uda Eza menukarnya ke minimarket terdekat . Terkadang juga koin-koin recehan itu menjadi alat ampuh pengerok punggung Uda Eza.

"Gak apa-apa ,Bu, "jawab pengamen muda itu sambil menengadahkan tangan dan menganggukkan kepala tanda terima kasih kepada Uni Lina.

Uni Lina dan Uda Eza pun kembali menikmati santapan siang itu. Diiringi alunan lagu danggut dari toko sebelah dan sesekali tukang parkir berteriak mengatur kendaraan yang menepi.

Namun tiba-tiba, samar-samar terdengar di telinga Uni Lina dan Uda Eza suara lirih dari meja kasir.

" Ini Uda ada beberapa koin yang saya dapat, pesan nasi... dengan sayurnya saja, "

nyaris tak terdengar suara pengamen muda itu berbicara pada pelayan yang duduk di meja kasir RM itu.

"Sayurnya saja? "

kata Uda Eza sambil terbengong menatap Uni Lina.Uda Eza mengulang kata-kata dari balik kasir itu.

Uni Lina menoleh dan memperhatikan ternyata masih pengamen tadi dan ia masih merogoh-rogoh saku celananya. Uda Eza dan Uni Lina pun saling lirik. Memerhatikan makanan yang penuh di meja suami istri itu.

Terbayang bagaimana rasanya makan tanpa lauk. Terbayang berapa sulitnya mencari pekerjaan di masa sekarang ini plus masa Pandemi yang berkepanjangan. Terbayang bergiliran pemburu 2000-an masuk dari RM satu ke RM lainnya.

Manusia silver dewasa, remaja, bahkan balita. Belum lagi sepasang manusia silver dengan perempuan bergayut janin di perutnya yang mulai membesar, terduduk lesu di bawah tiang listrik setelah lelah mengukur jalan , menghitung koin demi koin sekadar untuk makan dan persiapan si jabang bayi lahir ke dunia.

Berganti lagi seliweran manusia berkostum badut senyum merekah di balik topeng-topeng menutup duka nestapa. Menahan panas terik di ganasnya jalan Ibukota.

Belum lagi ondel-ondel yang menjadi ikon Jakarta, kebanggaan orang Betawi kini tergeser ikut juga keluar masuk RM dengan ember yang siap menerima koin. Terkadang bukan lagi lantun lagu Betawi yang mengiringi ondel-ondel itu.

Apakah ini yang disebut akulturasi atau hanya karena keadaan?

Tersadar Uni Lina dari lamunan yang berseliweran di kepala.

" Sudahlah, Da. Biar kita saja yang bayar nasi pengamen itu tambah lauknya ayam, " sela Uni Lina iba.

Segera Uda Eza memerintahkan kepada pelayan RM Mentari Pagi untuk menambahkan sepotong ayam pada menu pengamen muda itu. Pengamen muda itu agak kebingungan dan rikuh. Perlahan Uda Eza mengatakan bahwa pengamen itu mengambil saja pesanannya dan nanti mereka yang akan membayarnya.

Pengamen muda itu sungguh mengucapkan terima kasih yang berlebih. Doa-doa dilantunkannya untuk suami istri itu. Seraya membungkukkan badan tanda terima kasih.

Uni Lina tak dapat menahan haru. Uda Eza memandang dan mengangguk pada pengamen itu. Dalam hati Uda Eza tak lupa bersyukur mendapat kesempatan berbuat kebaikan dan berharap doa-doa yang dilangitkan pengamen muda itu diaamiinkan oleh Yang Maha Kuasa, Allah SWT.

SUMBER GAMBAR : Dukumen Pribadi

Hendarsih

Ceger, 25 April 2022

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image