Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Arini Fahma

Akibat Sekolah Daring bagi Kesehatan Mental Remaja

Eduaksi | Monday, 31 May 2021, 17:26 WIB
Ilustrasi terganggungnya kesehatan mental remaja. Sumber: dokumen pribadi.

Tidak terasa pembelajaran daring sudah berlangsung selama 1 tahun lebih. Lalu, apakah teman-teman ada yang sudah bosan belajar dari rumah? Atau bahkan ada yang sudah nyaman dan tidak ingin melakukan proses pembelajaran tatap muka? Bosan atau nyaman dampak yang dirasakan remaja, pastinya sedikit-banyak berawal dari kondisi keluarga dan lingkungan.

Mengutip klikdokter, Iksan Bella Persada, M.Psi., Psikolog., kesehatan mental remaja di masa pandemi bisa terganggu, karena mereka belum memiliki kemampuan problem solving, kontrol diri dan emosi yang tidak optimal.

Alasan emosi tidak seimbang pada pelajar yang masih remaja ini selain karena perubahan hormon, mereka juga belum bisa beradaptasi dengan metode belajar baru yang sangat tiba-tiba. Remaja dipaksa melihat gawai dan laptop 8 jam dan selebihnya masih digunakan untuk mengerjakan tugas-tugas dari sekolah. Belum lagi masalah pelajar yang tidak bisa bertemu teman mereka, sehingga waktu bermain dan refreshing pun tidak ada.

Akhirnya kesehatan mental remaja terganggu sehingga kemampuan siswa memahami materi berkurang dan semangat menyelesaikan tugas yang diberikan guru menurun. Bahkan sekarang joki tugas tersebar dimana-dimana dengan upah mulai Rp 1000,00 per lembar. Seakan ini menjadi kebiasaan baru bagi pelajar yakni semua bisa diselesaikan dengan uang, bukan dengan kemampuan diri sendiri. Hal yang ditakutkan di masa depan adalah semakin banyak pelajar yang tidak memiliki kerpercayaan diri atas kemampuannya karena sudah terdidik cukup lama dengan keadaan tersebut.

Suasana tempat belajar juga mempengaruhi kesehatan mental remaja, seperti keluarga yang tak peduli pada proses pembelajaran. Kadang remaja diminta menjaga adiknya saat ibu mereka memasak atau bahkan menjaga toko. Disini remaja tidak lagi memiliki batas antara waktu belajar dan waktu membantu orang tua. Alhasil remaja sulit membedakan kegiatan mana yang harus diutamakan dan mudah kehilangan fokus karena semua tuntutan dari sekolah dan rumah tercampur.

Selain dampak negatif yang dapat ditimbulkan pembelajaran daring, ada juga akibat positifnya sebagai berikut.

1. Tidak boros

Pelajar melakukan semua kegiatan belajar dari rumah sehingga tidak membutuhkan uang jajan seperti biasanya saat sekolah tatap muka. Bagi siswa perantauan pun mereka harus pulang kampung sehingga jatah uang kost atau kontrakan dapat ditabung.

2. Dapat meringankan pekerjaan rumah

Banyak keluarga memberhentikan ART karena kekurangan ekonomi sehingga kondisi rumah sering berantakan. Jadi, remaja sebagai anak dapat membantu menyelesaikan pekerjan rumah yang ringan saja, seperti mencuci piring.

Lalu, bagaimana dengan remaja yang sudah terganggu kesehatan mentalnya? Yuk, simak beberapa cara mengatasinya!

1. Orang tua mengajak anaknya melakukan deeptalk rutin tiap malam tentang kesehariannya untuk mengetahui ada masalah ataukah tidak. Sehingga keluarga sebagai circle pertama yang mendukung kesehatan mental remaja dapat maksimal membantu karena penyebabnya pada setiap remaja berbeda-beda

2. Memberikan motivasi dan energi positif oleh orang tua pada anaknya. Karena manusia memilki cara berpikir dan melakukan sesuatu sesuai dengan asupan dan lingkungan. Jadi apabila semua yang masuk ke tubuhnya hal baik maka yang dihasilkan pun baik

3. Jika sudah tidak dapat ditangani maka perlu dibawa ke psikiater. Semoga saja hal in tidak terjadi, akan tetapi jika memang diharuskan maka pilihlah psikiater yang tepat. Apabila terkendala ekonomi maka bisa menggunakan BPJS. Jadi jangan segan untuk cek kesehatan mental dan mengobatinya!

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image