Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adinda Afifah Damayanti

Niat Hati Menghindari Ibu Tiri, Namun Hal yang Sama Aidha Dapatkan

Gaya Hidup | 2021-05-31 14:27:33
Ashes Sitoula melalui unsplash.com " />
Ilustrasi asisten rumah tangga (ART) - Sumber : Ashes Sitoula melalui unsplash.com

“Aku kerja 15 hari di Thaif, pas awal-awal baik-baik aja. Eh lama kelamaan udah keliatan gila-nya, tidur di dapur lalu ditendang sampai bengkak. Ini pengalaman yang gak akan aku lupain sih.” – Aidha

Dilansir dari tempo.com pada berita yang diterbitkan pada tahun 2010 yang menyebutkan bahwa Malaysia dan Arab Saudi merupakan negara dengan jumlah kasus kekerasan paling banyak terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja disana. Hal tersebut juga selaras dengan pernyataan Aidha, salah satu TKI asal Indonesia yang sudah bekerja dua tahun di Saudi Arabia.

“Karena gak ngerti sama sekali bahasanya pernah waktu itu muka Aidha diludahin sama majikan perempuan, kepalanya didorong ke lemari dan gak dikasih makan.” – jelasnya saat menceritakan pengalaman pertama kali bekerja menjadi asisten rumah tangga (ART) di Riyadh, Saudi Arabia.

Ia juga mengaku saat pertama kali ia tiba di rumah majikannya, seluruh berkas seperti passport, KTP, surat-surat penting dan telepon genggam disita oleh majikannya tersebut.

“Gak ada aturan kayak gitu (berkas dan telepon genggam disita) cuma ya lagi apes aja nemu majikan kayak gitu. Aku juga pernah ditelanjangin dikira pake susuk kan aneh.” - ungkap Aidha.

Tak hanya itu, pada bulan ramadhan 2019 lalu saat Aidha bekerja di sebuah daerah bernama Thaif ia juga mengalami perlakuan buruk serupa. Ia mengaku saat bekerja menjadi ART di Thaif ia sama sekali tidak diizinkan untuk menggunakan kamar mandi dirumah majikannya tersebut.

“Jadiin pengalaman hidup ajalah, ternyata nyari uang itu ngga gampang. Apa-apa harus sendiri, ngerjain sendiri, sakit, ngurus diri sendiri. Jadi kayak membentuk diri kita menjadi lebih dewasa sih ya. Dari sini aku belajar kalau sesuatu itu harus ada perjuangannya” tutup Aidha.

Aidha memilih menjadi TKI karena kebutuhan ekonomi yang mendesak di keluarganya pada 2 tahun yang lalu. Ia juga menceritakan bahwa ada adik-adik juga ibu yang sedang menunggu kesuksesannya dirumah. Namun sayang, pada awal kedatangannya di Riyadh, kejadian yang tak diinginkan menghampiri dan memberikan trauma terhadap hidupnya.

“Awal-awal sih nyesel (menjadi TKI) tapi lama-kelamaan Aidha mikir jauh-jauh datang dari Indonesia ke sini (Saudi Arabia) masa iya pulang dengan tangan kosong. Kasian sama keluarga di rumah mereka menunggu hasil dengan penuh harap.” tambahnya.

Aidha merupakan anak pertama dengan ibu kandung dan ayah kandung yang sudah bercerai. Sejak kecil, Aidha tinggal bersama ibu kandung nya namun saat SMP ia tinggal bersama ayah kandung dan juga ibu tirinya. Ia mengaku bahwa pengalaman buruk yang ada dalam hidupnya saat ia bekerja di Saudi Arabia tidak membuat dirinya kaget ataupun menyesal. Hal itu karena sebelumnya ia pernah mendapatkan perlakuan kurang baik dari ibu tiri dan ayahnya tersebut.

“Pas pindah rumah eh malah mengalami kejadian yang ngga akan bisa dilupain, dari mulai ibu tiri yang gak suka sama Aidha sampai Aidha yang dipukuli oleh ayah. Jadi kayaknya emang udah biasa nerima sifat (sifat dan perlakuan buruk) itu dari rumah. Karna ibu tiri Aidha sama majikan Aidha yang dulu beda tipis (sifat dan perlakuannya).” ungkap Aidha.

Alasan lain yang menjadikannya memilih untuk pergi dari negara Indonesia ialah karena sempat terpikir untuk menghindari perlakuan yang kurang baik dari ibu tiri dan ayahnya. Namun, ia selalu mengambil sisi positif dari kejadian buruk yang menghampirinya. Ia juga mengatakan bahwa semenjak ia menjadi TKI, ayah dan ibu tiri nya sangat memperlakukan ia dengan baik berbeda saat ia masih di Indonesia dua tahun yang lalu.

“Aku mikirnya ini training (latihan) dari Tuhan supaya aku menjadi orang yang lebih kuat lagi, sabar dan ikhlas tentang apapun yang terjadi dalam diri aku.” tutupnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image