Evaluasi Kebijakan Pemberian Kuota Untuk Pembelajaran Daring, Sudah Tepatkah?
Eduaksi | 2021-05-31 08:35:28Pandemi Covid-19 bisa dibilang membatasi interaksi dan aktivitas yang kita lakukan sehari - hari. Hal ini bisa terlihat dari berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam merespon pandemi ini, mulai dari social distancing hingga physical distancing, yang mengharuskan berbagai aktivitas untuk selalu menjaga jarak dan dilakukan hanya dalam jumlah tertentu. Bahkan banyak pula aktivitas yang memang harus dilakukan secara jarak jauh dan dilakukan di rumah masingâmasing. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir kontak satu sama lainnya, sehingga penyebaran virus tidak semakin masif. Salah satu aspek yang terdampak adalah dalam bidang pendidikan. Pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi diharuskan untuk dilakukan secara daring. Hal ini sesuai juga dengan Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 36962/MPK.A/HK/2020 tertanggal 17 Maret 2020 tentang Pembelajaran Secara Daring dan Bekerja dari Rumah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19).
Pembelajaran Secara Daring
Pembelajaran merupakan salah satu bagian dari pendidikan itu sendiri. Pembelajaran secara daring atau belajar dari rumah (Study from Home), merupakan perubahan yang mau tidak mau harus diterima dan dijalankan oleh setiap elemen pendidik, jika menimbang kondisi saat ini. Berbicara mengenai pembelajaran daring kita perlu mengetahui terlebih dahulu seperti apa model pembelajaran daring itu sendiri. Apabila mengambil contoh dalam dunia perkuliahan, pembelajaran daring adalah pembelajaran yang mampu mempertemukan mahasiswa dan dosen untuk melaksanakan interaksi pembelajaran dengan bantuan internet (Kuntarto, E. 2017). Menurut survei dari Arus Survei Indonesia, pembelajaran daring banyak dilakukan dengan platform pembelajaran seperti Google Classroom, Ruang Guru, dan Rumah Belajar serta media video call seperti Zoom, Google Meet, dan Cisco Webex.
Dari berbagai aktivitas pembelajaran yang dilakukan secara daring tersebut, tentulah mengharuskan penggunaan internet untuk melakukannya serta kuota untuk mengaksesnya. Kuota sekarang sudah menjadi suatu entitas yang penting demi keberlangsungan pembelajaran itu sendiri. Namun sayangnya masih banyak orang yang memiliki kuota internet yang belum memadai untuk melakukan pembelajaran secara daring. Menurut survei yang dilakukan oleh KPAI, dari 1700 responden ternyata 42,2% memang tidak memiliki kuota internet yang memadai. Berdasarkan data tersebut, kita melihat bahwa sebenarnya masih banyak orang yang kesulitan untuk melaksanakan pembelajaran secara daring. Oleh karena itu, pemerintah pun merespon hal tersebut dengan memberikan bantuan kuota yang sudah dialokasikan dalam 2 periode yaitu bulan September - Desember 2020 dan Maret - Mei 2021. Untuk anggaran yang dikeluarkan, menurut Mendikbud Nadiem Makarim, dilansir dari Kompas (4/3/2021) untuk periode pertama sebesar 7,2 triliun rupiah sedangkan yang kedua 2,6 triliun rupiah.
Kebijakan Pemberian Kuota dari Kemdikbud
Untuk besaran kuota yang diberikan pada periode pertama diberikan sebulan sekali dalam rentang waktu empat bulan. Untuk besaran kuotanya terdapat perbedaan tergantung dari tingkat pendidikannya. Untuk siswa PAUD mendapatkan 20 GB/bulan, siswa SD - SMA mendapatkan 30 GB, guru mendapatkan 42 GB/bulan, serta mahasiswa & dosen mendapatkan 50 GB/bulan. Untuk pembagian kuotanya adalah 5 GB kuota umum sedangkan sisanya kuota belajar. Untuk perode kedua, kuota yang diberikan sedikit berbeda yaitu siswa PAUD mendapatkan 7GB/bulan, siswa SD - SMA mendapatkan 10 GB/bulan, guru mendapatkan 12GB/bulan, serta dosen & mahasiwa mendapatkan 15 GB/bulan. Walaupun terdapat pengurangan besaran kuota, namun untuk periode kedua ini kuota tidak lagi dibagi-bagi dan hanya terdapat kuota umum saja. Akan tetapi walapun begitu, kuota ini tidak dapat mengakses situs/aplikasi yang tidak berhubungan dengan dunia pendidikan.
Untuk kebijakan bantuan kuota periode pertama, menurut survei Arus Survei Indonesia mendapat respon positif dari masyarakat. Survei menunjukan dari 1000 responden, 84,7% menilai bahwa program ini adalah langkah tepat dalam mengatasi masalah pembelajaran ketika pandemi ini. Menurut publik, program ini dapat meringankan beban ekonomi untuk membeli paket internet. Berlanjut kepada pertanyaan yang lain, ternyata sebanyak 63,2% mengaku puas dengan kinerja Kemdikbud dalam menyalurkan bantuan kuota internet. Maka dari itu, lantaran terlihat positif dan banyak yang ingin melanjutkannya di tahun selanjutnya, maka pemerintah pun melanjutkan program ini di tahun 2021, dengan berbagai hal yang harus diperbaiki seperti memperbaiki sinyal internet, memperluas akses, serta pembagian yang lebih merata.
Dalam setiap program tentunya ada harapan besar yang ingin dicapai oleh kita semua, begitu pula dengan kebijakan bantuan ini. Kebijakan ini diharapkan terus menghasilkan manfaat yang besar bagi masyarakat. Masyarakat bisa semakin terbantu dalam pembelajaran daringnya, namun disisi lain tidak terlalu membebani ekonomi akibat harus membeli kuota internet setiap saat. Maka dari itu kebijakan ini sudah sangatlah tepat untuk diterapkan, menimbang hasil survei dan apa yang sudah dirasakan masyarakat karena adanya kuota Kemdikbud ini. Sehingga diharapkan program ini bisa terus dilanjutkan oleh pemerintah hingga pembelajaran luring memang benar - benar diadakan kembali.
Penulis:
Arie Surya Gutama,S.Sos., S.E., M.Si. (Universitas Padjadjaran)
Fikri Anarta (Universitas Padjadjaran)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.