Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Junet Hariyo

Menimbang Janji dan Realita Pemerintahan Baru

Politik | 2025-03-11 04:00:32
Presiden Terpilih sekaligus Wakil Presiden Terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Foto: Republika

Setelah pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil Pemilu 2024, publik mulai mengevaluasi apakah janji-janji kampanye yang digaungkan telah terwujud atau justru menjadi sekadar retorika. Momen ini menjadi krusial karena menentukan tingkat kepercayaan publik terhadap kepemimpinan baru. Namun, di tengah harapan tinggi, muncul pertanyaan apakah pemerintahan baru ini benar-benar siap menghadapi tantangan nasional atau justru terjebak dalam dinamika politik yang menghambat progres?

Evaluasi Janji Kampanye Pemerintahan 2024

Selama kampanye Pemilu 2024, pasangan presiden dan wakil presiden terpilih menjanjikan sejumlah program prioritas, seperti penurunan harga sembako, penciptaan lapangan kerja, dan reformasi hukum. Namun, meskipun sudah beberapa bulan menjabat, realisasi janji-janji tersebut masih jauh dari harapan. Harga sembako tetap tinggi, angka pengangguran belum menurun signifikan, dan reformasi hukum terkesan lamban. Publik mulai mempertanyakan komitmen pemerintah baru dalam menepati janji-janjinya.

Sebagai perbandingan, pada awal pemerintahan Joko Widodo pada 2014, pemerintah berhasil meluncurkan program Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) sebagai langkah awal memenuhi janji kampanye. Meski tidak sempurna, langkah tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah dalam merealisasikan program prioritas. Sementara itu, pemerintahan baru 2024 justru terlihat lebih fokus pada pembenahan internal koalisi partai pendukung, alih-alih menjalankan program konkret.

Perbandingan ini menunjukkan bahwa keberhasilan awal pemerintahan sangat bergantung pada fokus dan prioritas pemimpin. Jika pemerintah baru terlalu sibuk dengan dinamika politik internal, janji-janji kampanye akan terabaikan. Hal ini berpotensi menurunkan kepercayaan publik yang pada akhirnya dapat memengaruhi stabilitas politik dan ekonomi nasional.

Dinamika Koalisi yang Rentan

Pemerintahan baru 2024 dihadapkan pada tantangan besar dalam menjaga soliditas koalisi partai pendukung. Meski berhasil memenangkan Pemilu, koalisi partai yang dibentuk terlihat rapuh akibat perbedaan kepentingan antarpartai. Beberapa partai bahkan mulai menunjukkan sikap kritis terhadap kebijakan pemerintah, yang mengindikasikan potensi konflik internal.

Pada awal pemerintahan Joko Widodo periode kedua (2019), koalisi partai pendukung sempat mengalami gejolak internal, terutama terkait pembagian kursi kabinet. Hal ini sempat menghambat proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan program prioritas. Pemerintahan baru 2024 tampaknya menghadapi masalah serupa, di mana koalisi partai lebih fokus pada pembagian kekuasaan daripada mendukung agenda nasional.

Dinamika koalisi yang tidak solid dapat menghambat kinerja pemerintah, terutama dalam mengimplementasikan kebijakan strategis. Jika tidak segera diatasi, hal ini berpotensi memicu krisis kepercayaan publik dan memperlemah posisi pemerintah di hadapan oposisi.

Kebijakan Kontroversial dan Respons Publik

Dalam masa awal pemerintahan, pemerintah baru meluncurkan beberapa kebijakan yang menuai pro-kontra, seperti revisi UU Ketenagakerjaan dan rencana penghapusan subsidi BBM. Kebijakan ini dianggap tidak populer karena berpotensi menambah beban ekonomi masyarakat. Respons publik pun terbelah, dengan sebagian mendukung langkah pemerintah untuk memperbaiki ekonomi, sementara sebagian lain menilai kebijakan tersebut terlalu prematur.

Pada 2020, rencana revisi UU Cipta Kerja juga menuai protes besar-besaran dari masyarakat karena dianggap merugikan pekerja. Pemerintah saat itu dinilai kurang melibatkan partisipasi publik dalam proses pembuatan kebijakan, yang akhirnya memicu gelombang demonstrasi. Pemerintahan baru 2024 tampaknya mengulangi kesalahan serupa dengan kurangnya transparansi dalam merumuskan kebijakan kontroversial.

Kurangnya partisipasi publik dalam proses pembuatan kebijakan berpotensi memicu resistensi dan ketidakpercayaan masyarakat. Jika tidak diantisipasi, hal ini dapat memperburuk citra pemerintah dan menghambat implementasi kebijakan tersebut.

Prioritas pada Permasalahan Mendesak

Satu isu yang mendesak dan perlu mendapat perhatian serius adalah pemberantasan judi yang tampak tidak ada progres lebih lanjut. Pemerintah perlu menunjukkan komitmen nyata dalam menangani masalah ini yang sudah menjadi luka menganga dalam masyarakat.

Satu isu yang mendesak dan perlu mendapat perhatian serius adalah pemberantasan judi yang tampak tidak ada progres lebih lanjut. Pemerintah perlu menunjukkan komitmen nyata dalam menangani masalah ini yang sudah menjadi luka menganga dalam masyarakat.

Selain itu, program-program baru yang berpotensi tumpang tindih dengan program sebelumnya, seperti rencana pembentukan Kopdes Merah Putih, sebaiknya dipertimbangkan dengan matang. Program yang tidak efektif lebih baik dibatalkan daripada terus menguras anggaran tanpa hasil yang signifikan. Pemerintah tidak perlu malu untuk menarik kembali program-program yang tidak berjalan sesuai harapan.

Sebagai contoh, pada tahun 2014, pemerintah Australia di bawah Perdana Menteri Tony Abbott membatalkan pajak karbon yang diperkenalkan oleh pemerintahan sebelumnya. Pembatalan ini disambut baik oleh sektor industri karena mengurangi biaya operasional dan meningkatkan daya saing ekonomi.

Sebaliknya, pada tahun 2017, pemerintahan Presiden Donald Trump berusaha untuk membatalkan Affordable Care Act (ACA) atau Obamacare. Upaya ini gagal mendapatkan dukungan yang cukup di Kongres, menyebabkan ketidakpastian dan kekhawatiran di kalangan masyarakat karena potensi jutaan orang kehilangan akses ke asuransi kesehatan.

Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa pembatalan program utama pada janji kampanye dapat memiliki dampak yang berbeda tergantung pada konteks dan pelaksanaannya. Pemerintah perlu mempertimbangkan dengan matang sebelum mengambil keputusan untuk membatalkan program yang telah dijanjikan

Menuju Solusi Nyata

Evaluasi awal pemerintahan baru 2024 menunjukkan bahwa janji-janji kampanye belum sepenuhnya terwujud. Dinamika koalisi yang tidak solid, kebijakan kontroversial, dan kurangnya partisipasi publik menjadi tantangan utama yang harus segera diatasi. Pemerintah perlu memprioritaskan program-program yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat, seperti stabilisasi harga sembako dan penciptaan lapangan kerja. Selain itu, soliditas koalisi partai pendukung harus dijaga melalui komunikasi dan koordinasi yang intensif. Terakhir, partisipasi publik harus menjadi bagian integral dalam proses pembuatan kebijakan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.

Momentum ini adalah kesempatan emas bagi pemerintahan baru untuk membangun kepercayaan publik. Jika langkah-langkah konkret segera diambil, pemerintah dapat memulihkan kepercayaan dan memastikan stabilitas nasional. Namun, jika janji-janji kampanye terus diabaikan, risiko krisis kepercayaan dan politik akan semakin besar. Sudah saatnya pemerintah baru membuktikan bahwa mereka layak dipercaya.

Langkah Maju untuk Indonesia

Ke depan, diharapkan pemerintahan baru dapat lebih fokus pada kepentingan nasional dan mengesampingkan ego sektoral. Dengan kerja sama yang solid antara pemerintah, partai politik, dan masyarakat, Indonesia dapat mencapai kemajuan yang lebih signifikan. Tindakan konkret, bukan sekadar retorika, adalah kunci untuk membangun kepercayaan publik. Pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah strategis yang berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat.

Masa awal pemerintahan ini hanyalah awal dari perjalanan panjang. Mari bersama-sama mengawal pemerintahan ini untuk mewujudkan Indonesia yang lebih adil, sejahtera, dan demokratis.

Junet Hariyo Setiawan, Aktivis Literasi Hukum

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image