Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image RESNASARI ANDINI

Menjaga Mereka yang Dipandang Sebelah Mata Tidaklah Mudah

Olahraga | Friday, 28 May 2021, 14:19 WIB
Kegiatan yang dilakukan disalah satu yayasan rehabilitasi jiwa dan narkoba, Tasikmalaya (Sumber : Resnasari Suci Andini)

Para penderita gangguan mental kerap mendapat stigma negatif dari masyarakat. Hal ini membuat mereka kerap dipandang sebelah mata bahkan dibenci oleh sekitar, sehingga mereka selalu terasingkan bahkan terbuang.

Mereka yang terbuang ini kerap kali ada di jalanan, yayasan rehabilitasi, rumah sakit jiwa, atau tempat lainnya. Dibalik itu semua terdapat sosok para penjaga mereka atau yang sering disebut sebagai relawan. Namun sepertinya bukan hanya predikat relawan yang didapatkan, namun “pahlawan” karena mereka berjasa bagi para penderita gangguan mental.

Motivasinya Hanya untuk Mendapat Keridhoan Tuhannya

Tata merupakan salah satu relawan yang bekerja di Yayasan At-taubah, tempat rehabilitasi mental dan narkoba yang berada di daerah Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya. Bersama 14 rekannya, Tata menjaga dan menyayangi para penderita mental di yayasan ini. Sejak didirikannya yayasan ini pada tahun 2005, Tata turut andil dalam pengelolaannya, namun meski begitu Tata sempat mencari pekerjaan yang lebih sehingga mengharuskan dirinya merantau ke ibu kota.

Hingga saat ini ada sekitar 70 orang penderita mental di yayasan tersebut, terdiri dari 15 wanita dan 55 pria. Yayasan yang didirikan oleh Endang Suherman ini cukup dikenal masyarakat sekitar sehingga jika ada penderita yang kabur maka cukup mudah untuk kembali. Ciri khas dari yayasan ini adalah para penderitanya wajib menggunakan seragam, hal ini tidak lain agar mudah dikenali dan membedakan antara warga sekitar dan penghuni At-taubah.

Jika ada penderita yang kabur, maka bagi siapapun orang yang bisa menemukannya akan mendapat imbalan atau reward. Hal ini sebagai dedikasi tanggung jawab yayasan terhadap keluarga penderita, karena mereka sudah diberi kepercayaan.

Yayasan ini memang merupakan yayasan yang berbayar, namun ada saja keluarga yang tidak sanggup untuk membayar dan para relawan disini mengerti bahwa tidak semua keluarga mampu untuk membayar biaya bulanan disini, hingga membuat para relawan tak membedakan para penderita disini.

“Kami tidak ada istilah dikurung disini, kami membuat mereka melakukan aktifitas seperti kita tapi dalam monitoring kami” Ujar Tata saat ditemui di Yayasan At-taubah pada 9/05/2021.

Penanganan kesehatan di yayasan ini adalah dengan menggunakan metode herbal serta medis. Namun secara umum dalam kegiatannya sehari-hari, para penderita lebih didekatkan dengan pendekatan secara agama karena mereka yakin bahwa semuanya telah diatur oleh Sang Pencipta.

Ada kegembiraan tersendiri bagi Tata saat dirinya bisa melihat mereka senang. Saat mereka bahagia Tata pun ikut berbagia. Satu hal yang menarik dari yayasan ini adalah ingin membantu para penderita agar tidak ketergantungan terhadap obat. Karena mereka percaya bahwa obat bukanlah solusi.

Motivasinya Bermula Saat Orang Sekitarnya Mengalami Gangguan Mental

Selain Tata, Herlina salah satu relawan di Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia atau KPSI menjadi pahlawan yang menjaga mereka yang terasingkan. Dirinya masuk kedalam KPSI sejak 2016. Motivasinya adalah karena didirnya banyak menemui orang yang mengalami gangguan jiwa sehingga berpikir apa yang bisa ia lakukan untuk mereka.

Kegiatan yang dilakukan KPSI pun beragam, mulai dari edukasi hingga evakuasi ODGJ atau Orang Dalam Gangguan Jiwa saat ada laporan meresahkan dari warga. Edukasi diperlukan agar masyarakat mengerti bahwa penyekit mental itu menyedihkan namun tetap ada jalan keluarnya. Karena pada praktiknya memang saat ada anggota keluarga yang terkena gangguan kejiwaan maka hal ini menjadi aib bagi keluarganya.

Tantangan terbesar yang dialami oleh Herlina adalah saat membujuk penderita yang sedang kumat untuk berobat dan memastikan bahwa mereka meminum obatnya. Selain itu dirinya merasa berat ketika ada penderita yang sedang dia jaga atau rawat meninggal dunia karena sakitnya.

“Perlu kesabaran sih, soalnya kita suka dijadiin temen curhat sama mereka” Ujar Herlina saat di wawancara pada 10/05/2021.

Berbeda dengan Tata, Herlina bersama tim KPSI melakukan penanganan lebih dengan cara medis sesuai dengan ilmu kedokteran. Dirinya menganggap bahwa bisa jadi memang agama menjadi penyembuh karena terkait hubungan manusia dengan Tuhannya, namun bisa jadi saat dirinya lupa atau membaca buku diluar agama, penderita akan terkejut dan kembali dengan sakitnya. Maka dari itu penderita gangguan mental memerlukan obat agar memastikan dirinya tidak sakit atau berhalusinasi hingga menimbulkan efek yang tidak diinginkan

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image