Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yenni Del Rosa

Peran Perbankan Syariah dalam Memajukan UMKM

Bisnis | 2021-05-25 21:42:49

Saat sekarang hampir 90% para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia sejak Maret 2020 akibat adanya pandemi covid 19 mengalami penurunan omset juga sekitar 75,2% usaha mikro mengalami kesulitan untuk mendapatkan kredit pembiayaan guna memulai usahanya kembali. Perbankan syariah dengan kredit pembiayaan syariah menjadi solusi pemulihan UMKM guna mengatasi permasalahan pembiayaan yang bersifat produktif untuk berbagai jenis usaha bagi para pelaku UMKM untuk memenuhi kebutuhan produksi dan peningkatan usaha. Untuk mengatasi masalah pembiayaan para pelaku UMKM butuh bantuan kredit pembiayaan dari perbankan syariah atau perbankan konvensional atau lembaga keuangan lainnya. Perbankan syariah ternyata dapat menyikapi permasalahan UMKM tentang pembiayaan dengan cara menyalurkan kredit pembiayaan syariah kepada UMKM sebesar Rp 35,3 triliun sampai bulan Februari 2021. Pemerintah juga telah mengalokasikan bantuan kredit pembiayaan sebesar 30% dari total kredit yang disalurkan. Perbankan syariah cukup besar kontribusinya dalam memberikan kredit pembiayaan syariah kepada para pelaku UMKM di tengah pandemi covid 19 karena pendemi ini belum tentu berakhir sampai tahun 2021 yang mengganggu laju perekonomian sehingga berimbas terhadap kemajuan UMKM. Adanya bantuan kredit pembiayaan syariah dari perbankan syariah diharapkan sangat membantu kemajuan UMKM untuk keberlanjutan di masa yang akan datang.

UMKM memiliki peran penting dan strategis dalam struktur perekonomian nasional karena berkontribusi cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 61,1%, penyerapan tenaga kerja sekitar 97,1% dan ekspor sekitar 14,4%. Struktur ekonomi Indonesia saat ini didominasi oleh usaha mikro dengan porsi mencapai 99% dan Usaha Kecil Menengah (UKM) masih tergolong sedikit kontribusinya hanya berasal dari pelaku industri besar sekitar 1%. Bank Indonesia (BI) melalui perbankan syariah berupaya memberikan kontribusi terbaik untuk terus meningkatkan peran UMKM dalam perekonomian nasional dengan fokus kepada kemajuan UMKM guna meningkatkan akses layanan jasa keuangan untuk mendukung stabilitas sistem keuangan sehingga pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan dapat tercapai. Akses layanan jasa keuangan untuk UMKM perlu didukung untuk menjaga stabilitas makroekonomi agar sistem keuangan nasional menjadi kokoh. Untuk mendukung upaya tersebut perlu pemberdayaan sektor riil khususnya kemajuan UMKM yang berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini dapat dicapai dengan adanya transformasi UMKM yang memiliki daya saing, kapasitas produksi yang semakin maju dengan adanya bantuan kredit pembiayaan syariah dari perbankan syariah.

Kebijakan pemerintah melalui peraturan Bank Indonesia No.14/22/PBI/2012 menunjukkan perhatian pemerintah untuk memberikan solusi kepada UMKM terkait masalah permodalan dengan menjalankan peran kredit pembiayaan sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi UMKM. Kenyataannya UMKM tidak mudah melaksanakan realisasi pembiayaan dengan baik dari perbankan syariah. UMKM merasa sulit memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh perbankan tentang pembiayaan terutama dalam hal pembukuan dan agunan. Perbankan syariah juga mengalami kesulitan tentang UMKM yang feasible dan bankable untuk dibiayai guna menghindari adanya kredit macet. Kendala utama perbankan syariah dalam memberikan pembiayaan syariah untuk memajukan UMKM sebagai berikut : 1) Sulitnya menilai UMKM yang feasible dan bankable yang memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan; 2) Animo para pengelola UMKM masih rendah terhadap upaya pembinaan yang dilakukan oleh perbankan syariah; 3) Sebagian besar pengelola UMKM belum melakukan pemisahan keuangan antara keuangan pribadi dengan keuangan usaha membuat kredit pembiayaan syariah yang diterima tidak dapat dimanfaatkan secara optimal; 4) Terbatasnya informasi untuk mendapatkan calon debitur, berguna untuk menghindari pemberian kredit pembiayaan yang tumpang tindih sehingga menyebabkan terjadinya kesulitan pembayaran. Perbankan syariah juga perlu informasi laporan keuangan yang memadai dari UMKM yang telah atau belum terhubung dengan perbankan syariah untuk melihat peningkatan penyaluran kredit pembiayaan.

Segmen UMKM masih terus turun hingga Oktober 2020 makanya perbankan syariah selalu berupaya meningkatkan penyaluran kredit pembiayaan syariah. Bank Indonesia mencatat kredit pembiayaan UMKM turun sebesar 1,6% per Oktober 2020 dengan terjadinya trend penurunan pada bulan sebelumnya sebesar 1,5%. Saat ini perbankan syariah dalam memberikan bantuan kredit pembiayaan syariah kepada para pelaku UMKM lebih mengutamakan kelayakan usaha daripada agunan. Berbeda dengan perbankan konvensional yang selama ini agunan merupakan faktor penghambat yang mengakses kredit pembiayaan dan modal usaha karena para pelaku UMKM tidak memiliki aset dan aset yang dinilai juga tidak bankable.

Menurut data Global Findex World Bank (2014) jumlah masyarakat Indonesia saat ini yang sudah memiliki rekening di lembaga keuangan (banked people) mencapai 36% dari total penduduk Indonesia. Indonesia menyumbang sebesar 6% dari 7.874.966.000 jiwa penduduk dunia yang belum terlayani oleh layanan jasa perbankan. Tingginya jumlah unbanked people di Indonesia menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dan lembaga keuangan. Angka unbanked people perlu ditekan sebagai salah satu indikator terciptanya stabilitas sistem keuangan. Apabila sistem keuangan tidak stabil dan tidak berfungsi secara efisien maka pengalokasian dana tidak akan berjalan dengan baik sehingga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Sistem keuangan yang tidak stabil mengakibatkan terjadinya krisis sehingga perlu biaya yang sangat tinggi untuk upaya penyelamatannya. Sistem keuangan yang tidak stabil cenderung rentan terhadap berbagai gejolak ekonomi sehingga mengganggu perputaran roda perekonomian. Ketidakstabilan sistem keuangan dapat mengakibatkan timbulnya beberapa kondisi yang tidak menguntungkan seperti : 1) Transmisi kebijakan moneter tidak berfungsi secara normal; 2) Fungsi intermediasi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya; 3) Ketidakpercayaan publik terhadap sistem keuangan; 4) Sangat tingginya biaya penyelamatan terhadap sistem keuangan apabila terjadi krisis bersifat sistemik.

Alasan masyarakat tidak mau berhubungan dengan lembaga keuangan salah satunya karena faktor agama atau keyakinan dan tidak meratanya jangkauan akses layanan perbankan syariah ke berbagai daerah. Keberadaan perbankan syariah merupakan alternatif layanan jasa perbankan bagi kelompok masyarakat tertentu yang berpandangan bahwa lembaga keuangan konvensional bertentangan dengan agama atau keyakinannya. Data yang dirilis oleh Global Financial Development (2014) menunjukkan bahwa faktor agama atau keyakinan berkontribusi signifikan di negara-negara muslim sebagai penyebab unbanked people. Di Indonesia sendiri resistensi terhadap perbankan karena faktor agama atau keyakinan sekitar 1,5% jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara muslim lainnya. Menurut Findex World (2011) negara Afghanistan cukup tinggi penolakannya terhadap layanan jasa perbankan syariah sebesar 33,6%. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi angka unbanked people atau meningkatkan jumlah masyarakat untuk dapat mengakses lembaga keuangan (bankable) dengan melakukan kajian peningkatan akses layanan jasa keuangan syariah kepada kelompok masyarakat atau para pelaku UMKM melalui pemanfaatan produk atau layanan jasa keuangan syariah. Keberadaan perbankan syariah merupakan alternatif layanan jasa keuangan bagi para pelaku UMKM yang berpandangan bahwa perbankan konvensional bertentangan dengan faktor agama atau keyakinan. Perbankan syariah mempunyai peluang untuk dapat membuka akses layanan jasa keuangan syariah yang lebih luas bagi mereka yang memiliki kecenderungan karena alasan faktor agama atau keyakinan. Peningkatan jangkauan akses UMKM terhadap layanan jasa keuangan syariah sangat dibutuhkan untuk menghadapi persaingan global yang semakin kompetitif saat ini.

Menurut Badan Pusat Statistik (2020) jumlah penduduk Indonesia sebanyak 271.349.889 jiwa mayoritas beragama Islam sebanyak 87,2% (227 juta) jiwa dari total penduduk Indonesia. Sampai saat ini posisi Indonesia sebagai negara dengan potensi keuangan syariah berada pada nomor urut ke 9 di dunia setelah Malaysia, Saudi Arabia, Iran, United Arab Emirates (UAE), Kuwait, Qatar, Bahrain dan Turki. Faktor agama atau keyakinan merupakan alasan utama bagi masyarakat Indonesia untuk tidak memanfaatkan layanan jasa keuangan syariah. Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) cenderung lebih tinggi memanfaatkan layanan jasa keuangan perbankan syariah dibandingkan dengan negara-negara Islam lainnya. Adanya perbankan syariah merupakan sebuah solusi yang cukup efektif untuk meningkatkan keuangan inklusif.

Jumlah UMKM di Indonesia hingga Desember 2020 sekitar 62.928.077 buah, merupakan peluang besar bagi perbankan syariah untuk meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah sehingga keberadaan perbankan syariah seyogyanya dapat mengurangi angka unbanked people di Indonesia melalui pemanfaatan berbagai produk atau layanan jasa keuangan syariah untuk kredit pembiayaan syariah bagi para pelaku UMKM. Untuk menghadapi persaingan pasar global saat ini tidaklah mudah karena produk UMKM akan bersaing secara kompetitif dengan jenis produk negara lainnya untuk memajukan usahanya. Di tengah tantangan yang cukup berat ini para pelaku UMKM harus jeli menangkap peluang yang ada karena pandemi covid 19 belum tentu kapan akan berakhir. Peluang-peluang yang ada harus dicermati dengan mempersiapkan diri agar saat situasi telah pulih nanti para pelaku UMKM mampu bersaing.

Berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai bank syariah pertama di Indonesia dengan nama PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) modal awal sebesar Rp 106.126.382.000. Bank Muamalat Indonesia telah melakukan penyaluran kredit pembiayaan dan modal usaha kepada para pelaku UMKM sejak tahun 2005 berupa program aliansi dengan jaringan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Jumlah BMT yang dimiliki Bank Muamalat Indonesia di seluruh Indonesia saat itu sekitar 3.043 buah dapat dimanfaatkan sebagai perpanjangan tangan pihak Bank Umum Syariah (BUS) guna menjangkau layanan jasa pembiayaan kepada para pelaku UMKM melalui program linkage sehingga industri perbankan syariah ke depannya diharapkan dapat tumbuh secara eksponensial untuk meningkatkan perekonomian Indonesia dengan adanya dukungan dari pemerintah dan regulator. Saat ini telah berdiri bank syariah milik pemerintah seperti Bank Syariah Mandiri (BSM) kemudian bank syariah cabang bank konvensional seperti BNI Syariah, BRI Syariah, Bukopin Syariah dan BPD Syariah. Kehadiran perbankan syariah di Indonesia ternyata tidak hanya tersebar di berbagai negara muslim tapi juga di negara-negara non muslim seperti di benua Amerika, Australia dan Eropa. Bahkan banyak perusahaan keuangan dunia seperti ANZ, Chase Chemical Bank dan Citibank telah membuka cabangnya berdasarkan prinsip syariah.

Sesuai UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah atau prinsip hukum Islam diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) seperti prinsip keadilan dan keseimbangan (‘adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme (alamiyah) serta tidak mengandung ketidakpastian (gharar), perjudian (maysir), riba, zalim dan objek yang haram serta kemanfaatan. Perbankan syariah telah menciptakan sistem layanan jasa keuangan berlandaskan rasa saling percaya, akuntabilitas, partisipasi dan kreativitas. Pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan syariah dari aspek pelaksanaan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik telah dilaksanakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagaimana halnya pada perbankan nasional, namun pengaturan dan sistem pengawasan disesuaikan dengan kekhasan sistem operasional perbankan syariah. Masalah pemenuhan prinsip merupakan hal yang unik bagi perbank syariah karena hakikinya bank syariah adalah bank yang menawarkan berbagai produk sesuai dengan prinsip syariah. Kepatuhan pada prinsip syariah sangat fundamental karena alasan dasar eksistensi dari perbankan syariah. Kepatuhan pada prinsip syariah dipandang sebagai kekuatan bank syariah serta konsistensi pada norma dasar dan prinsip syariah sehingga kemaslahatan berupa kestabilan sistem, keadilan dalam kontrak dapat mewujudkan tata kelola yang baik. Eksistensi industri perbankan syariah nasional memiliki landasan hukum yang cukup memadai guna mendorong pertumbuhan yang lebih cepat. Perkembangannya yang impresif mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% per tahun dalam lima tahun terakhir sehingga peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.

Lahirnya UU Perbankan Syariah mendorong meningkatnya jumlah Bank Umum Syariah (BUS). Bank syariah terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Pembiayaan Syariah (BPS). Bank Umum Syariah adalah bank syariah dengan kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran, berusaha sebagai bank devisa dan bank non devisa. Unit Usaha Syariah adalah unit kerja dari kantor pusat yang berfungsi sebagai kantor induk atau unit dengan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah atau unit kerja di kantor cabang dari semua bank yang berkedudukan di luar kegiatan usahanya secara konvensional serta berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah atau unit syariah. Bank Pembiayaan Syariah adalah bank syariah yang kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran misalnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Menurut Statistik Perbankan Syariah (2020) terdapat 12 buah Bank Umum Syariah dengan jumlah kantornya 2.121 buah, 23 buah Unit Usaha Syariah dengan jumlah kantornya 327 buah dan 164 buah Bank Pembiayaan Syariah dengan jumlah kantornya 433 buah. Total keseluruhannya terdapat 2.881 unit jaringan kantor Bank Umum Syariah.

Sejak sistem perbankan syariah mulai dikembangkan di Indonesia semakin banyak kemajuan yang diperoleh dalam dua dekade ini. Dapat dilihat dari aspek kelembagaan dan infrastruktur penunjang, perangkat regulasi dan sistem pengawasan, kesadaran serta literasi masyarakat terhadap layanan jasa keuangan syariah. Perkembangan industri layanan jasa keuangan syariah saat ini belum menunjukkan porsi yang sangat besar dibandingkan dengan industri layanan jasa keuangan konvensional. Potensi pertumbuhan produk dan layanan jasa keuangan syariah yang dimanfaatkan oleh masyarakat diharapkan sangat tinggi mengingat jumlah penduduk muslim di Indonesia mayoritas beragama Islam sekitar 87,2%. Bank syariah berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil khususnya UMKM melalui aktivitas usaha jual beli, investasi dan lain-lainnya sesuai dengan prinsip syariah. Berbagai macam produk perbankan syariah sesuai prinsip syariah dapat ditawarkan kepada para pelaku UMKM sebagai berikut :

1) Qard yaitu pemberian harta kepada orang lain dapat ditagih atau diminta kembali atau memimjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Qard dapat digunakan untuk berbagai bantuan sosial seperti membantu para pelaku UMKM dalam acara pameran atau bazar.

2) Murabahah yaitu jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus memberi tahu harga produk yang dibelinya dan menentukan keuntungan sebagai tambahannya. Akad ini dapat membantu para pelaku UMKM dalam membeli berbagai jenis barang yang dibutuhkannya seperti bahan baku dan perlengkapan usaha.

3) Salam yaitu pembelian barang diserahkan dikemudian hari sedangkan pembayarannya dilakukan di awal. Akad ini dapat membantu para pelaku UMKM dalam melakukan pemesanan pembelian berbagai jenis barang yang dibutuhkan seperti bahan baku dan perlengkapan usaha.

4) Istishna’ yaitu kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang dimana pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Dalam hal ini lembaga keuangan syariah dapat menggunakan subkontraktor untuk melaksanakan kontrak (istishna’ paralel). Akad ini dapat membantu para pelaku UMKM mendapatkan barang yang dibutuhkan dalam proses produksi.

5) Ijarah yaitu akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah atau sewa tanpa diikuti pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Akad ini dapat membantu para pelaku UMKM dalam pembayaran jasa seperti ikut serta dalam kegiatan pameran, sewa gerai atau membantu pembayaran gaji pegawai atau upah tenaga kerja (qardh + ijarah).

6) Mudharabah yaitu akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan 100% modal dan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan yang didapat akan dibagi sesuai kesepakatan yang sudah disepakati dalam kontrak sedangkan kerugian materil akan ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian dari si pengelola. Akad ini dapat dimanfaatkan oleh para pelaku UMKM untuk memenuhi kebutuhan modal dan operasional.

7) Musyarakah yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana ataupun keahlian dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan. Akad ini adalah akad investasi yang dimanfaatkan oleh para pelaku UMKM untuk memenuhi kebutuhan modal dan operasional produksi termasuk modal dalam memenuhi pesanan pelanggan yang sering belum membayar penuh.

Berbagai macam produk dan layanan jasa keuangan perbankan syariah yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif menyebabkan perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel yang dapat dinikmati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Para pelaku UMKM dapat menyesuaikan kebutuhan kredit pembiayaan syariah untuk memajukan usaha produktifnya guna mewujudkan struktur perekonomian nasional yang tangguh. Kemajuan UMKM perlu dilakukan karena berkontribusi dalam mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. Eksistensi UMKM dalam perekonomian Indonesia saat krisis moneter tahun 1997 - 1998 mampu bertahan dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan besar lainnya karena UMKM tidak tergantung dengan modal besar atau pinjaman luar negeri sehingga menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi pasca krisis moneter. Peristiwa krisis moneter yang melanda Indonesia telah menciptakan kemiskinan bagi sebagian kalangan masyarakat. Pemberdayaan perbankan syariah dapat mengatasi masalah kemiskinan melalui proses trickle down effect dan financial inclusion sebagai koreksi terhadap financial exclution dimana financial inclusion bertujuan untuk menyelamatkan kemiskinan di Indonesia. Perbankan syariah juga berperan strategis dalam proses financial inclusion sehingga kemungkinan terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan dan akses sumber daya ekonomi dapat diatasi.

Sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dengan kerangka dual banking system yaitu sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah dengan tetap berpedoman kepada kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API) sehingga dapat menghadirkan alternatif layanan jasa keuangan perbankan syariah yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dengan berdirinya beberapa bank Islam seperti Bank IFI, Bank Syariah Mandiri, Bank Niaga, Bank Mega, Bank Bukopin, Bank BPD Jawa Barat dan lain-lain. Perbankan syariah mendukung mobilisasi dana masyarakat untuk meningkatkan kredit pembiayaan syariah di sektor riil salah satunya UMKM.

Karakteristik operasional sistem perbankan syariah berdasarkan prinsip bagi hasil dengan memberikan keuntungan bagi masyarakat dan perbankan syariah menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan serta menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dalam berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Arah pengembangan perbankan syariah selalu mengacu kepada rencana strategis lainnya seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).

Proses operasional perbankan syariah tidak jauh berbeda dengan perbankan konvensional. Perbankan syariah juga menerima dana dari pemilik bank dalam bentuk modal dan dari nasabah dalam bentuk simpanan. Pengelolaan dananya sedikit berbeda dimana perbankan syariah memperoleh dana dari pemilik saham dan saham diperoleh dari pemilik modal. Perbankan syariah memperoleh dana dari simpanan nasabah berasal dari produk tabungan reguler, deposito dan giro. Dana dari dua sumber tersebut kemudian disalurkan dalam bentuk kredit pembiayaan syariah oleh perbankan syariah kepada para pelaku UMKM. Perbankan syariah sebagai lembaga intermediasi keuangan berfungsi menyalurkan dana berhubungan erat dengan kredit pembiayaan kepada para pelaku UMKM. Perbankan syariah menawarkan keuntungan untuk pemilik saham dalam bentuk bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh. Sedangkan nasabah atau deposan perbankan syariah menawarkan keuntungan sesuai dengan skema penempatan dananya. Jika nasabah atau deposan memiliki tabungan reguler berskema wadiah maka akan mendapat bagi hasil dan perbankan syariah dapat memberikan bonus tapi bonus tidak ada diperjanjian awal. Begitu juga untuk nasabah giro berskema wadiah, biasanya untuk nasabah atau deposan kelas korporat. Jika nasabah atau deposan memiliki produk tabungan berskema mudharabah maka berhak atas bagi hasil. Wadiah adalah akad titipan, jadi nasabah atau deposan hanya sekedar menitipkan dananya ke perbankan syariah.

Mekanisme pendanaan perbankan syariah dengan perbankan konvensional tidak jauh berbeda dalam memperoleh dana dan mendapat keuntungan dari pengelolaannya. Perbedaan sederhananya, perbankan syariah tidak mengambil keuntungan dari bunga melainkan dari margin atas jual beli dengan nasabah, bagi hasil atas pembiayaan, biaya sewa dan komisi atau fee based income. Perbankan syariah menggunakan sistem bagi hasil dengan mendapat sejumlah keuntungan dari sistem tersebut. Keuntungan digunakan pihak perbankan syariah (selaku pengelola) untuk membiayai seluruh kegiatan operasional perbankan yang dijalankan. Keuntungan selaku pengelola (perbankan syariah) tidak lansung dibagikan kepada nasabah atau pemilik modal dalam bentuk bonus, deviden atau bagi hasil dan perbankan syariah wajib membayar zakat selain pajak sebelum keuntungan dibagikan kepada nasabah atau pemilik modal.

Peran perbankan syariah dalam upaya memajukan UMKM sebagai berikut : 1) Peran edukatif, perbankan syariah berperan sebagai mediasi dengan mengadakan program pelatihan dan penyuluhan untuk menghasilkan output yang menguntungkan bagi kedua belah pihak ; 2) Peran konsultatif, perbankan syariah berperan sebagai pusat konsultasi usaha ; 3) Peran stimulatif, perbankan syariah berperan sebagai pemberi stimulus kepada para pelaku UMKM yang usahanya terganggu di masa-masa sulit seperti masa pandemi covid 19. Dengan menjalankan ketiga peran tersebut perbankan syariah mampu memberi kontribusi signifikan terhadap kemajuan UMKM dalam kondisi apapun terutama pada masa pandemi covid 19.

Dalam upaya pengembangan UMKM perbankan syariah dapat memberikan kredit pembiayaan syariah tanpa jaminan atau penjamin kepada kelompok masyarakat kecil miskin kurang mampu tapi berpotensi untuk memajukan usaha-usaha produktifnya. Perbankan syariah juga menerapkan pembebasan pembayaran kredit pembiayaaan kepada para pelaku UMKM jika meninggal dunia. Perbankan syariah mengorganisir para pelaku UMKM menjadi peminjamnya dalam kelompok-kelompok kecil dengan tujuan untuk memperkuat para peminjam sehingga mempunyai kapasitas dalam merencanakan dan mengambil keputusan pembiayaan di tingkat mikro. Tujuan kumpulan kelompok-kelompok kecil dibentuk sebagai media penghubung dengan kantor cabang perbankan syariah. Dalam penyaluran kredit pembiayaan syariah bagi para pelaku UMKM, perbankan syariah tetap memprioritaskan kelompok masyarakat yang benar-benar butuh dana untuk keberlansungan pengembangan dan kemajuan usahanya.

Prioritas perbankan syariah dalam memajukan UMKM fokus kepada pemberian kredit pembiayaan tidak berdasarkan kedermawanan atau belas kasihan. Para pelaku UMKM harus melengkapi segala persyaratan dan prosedur bantuan kredit pembiayaan syariah sesuai kondisi UMKM (fleksibel) yang telah ditetapkan oleh perbankan syariah. Perbankan syariah memberikan kebijakan dalam upaya memberikan bantuan kredit pembiayaan syariah kepada para pelaku UMKM dimana pengelolaannya harus dilakukan secara terbuka dan profesional dengan prinsip dari, oleh dan untuk anggota.

Proses penyaluran kredit pembiayaan syariah yang diberikan oleh perbankan syariah kepada para pelaku UMKM lebih menguntungkan dibandingkan dengan non UMKM karena UMKM memiliki ketahanan bisnis yang lebih kuat terbukti saat terjadinya krisis moneter tahun 1997-1998. Di samping itu perbankan syariah juga mendapat keuntungan terkait pemberian kredit pembiayaan syariah karena UMKM mendapat alokasi bantuan dana yang cukup besar dari pemerintah untuk pengembangan usaha-usaha produktifnya. Alokasi pembiayaan yang cukup besar tersebut karena keinginan pemerintah agar industri perbankan nasional berkontribusi cukup besar dalam mendorong kemajuan UMKM. Perbankan syariah fokus memajukan UMKM dengan memberi bantuan kredit pembiayaan syariah untuk usaha-usaha produktif karena UMKM bisa menjadi sumber pertumbuhan perbankan syariah ke depannya dengan mengadopsi digitalisasi untuk bersaing secara global. Saat sekarang UMKM mengalami penurunan omset sangat drastis sekitar 75,2% di masa pandemi covid 19. Berbagai cara dilakukan oleh para pelaku UMKM agar dapat bertahan di masa pandemi covid 19. Salah satunya melakukan peralihan cara pelaku UMKM ke era digital karena digitalisasi menjadi sebuah solusi dan wadah yang tepat untuk menggerakkan perekonomian nasional di tengah pandemi covid 19 guna memperluas jangkauan pemasaran dan meningkatkan usaha melalui teknologi digital. Para pelaku UMKM semakin adaptif dengan dinamika era digital, responsif terhadap perilaku konsumen yang semakin mengadopsi budaya transaksi non tunai, kompeten dalam pengelolaan transaksi dan semakin mempunyai daya saing. Tanpa pembayaran digital di masa pandemi covid 19 keuangan tidak akan bergerak secara normal makanya dengan digitalisasi finansial saat ini seluruh ekosistem dapat tumbuh bersama-sama.

UMKM yang kuat dan tangguh butuh off taker berbasis ekonomi syariah harus didukung oleh ekosistem digital melalui kerjasama penyediaan layanan dan produk pembiayaan syariah dengan platform digital seperti e-commerce yang terhubung dengan aplikasi kredit pembiayaan syariah untuk UMKM. Perbankan syariah berusaha memajukan UMKM dengan menyalurkan kredit pembiayaan syariah guna menambah modal, memfasilitasi pengusaha UMKM agar bisa menjual produknya secara online melalui kerjasama dengan e-commerce. Data bulan Juni 2020 sejak awal pandemi covid 19 volume omset produk UMKM naik sekitar 26% dengan 3,1 juta transaksi per hari karena adanya e-commerce. Digitalisasi kunci sukses bagi para pelaku UMKM agar dapat masuk pasar e-commerce untuk dapat bertahan di masa pandemi covid 19 karena digitalisasi dapat menjalin kerjasama dengan berbagai komunitas lainnya dan platform digital.

Dari 62.928.077 unit UMKM yang tersebar di Indonesia ternyata hanya 13% atau 8 juta unit UMKM yang ada dalam platform digital sehingga bisa bertahan dan sudah melakukan inovasi produk sesuai dengan market baru. Hingga saat ini sudah ada tambahan UMKM yang masuk ke pasar digital sekitar 1,6 juta dari target hingga akhir tahun 2020 sebanyak 2 juta unit UMKM go digital. Perbankan syariah berusaha memajukan UMKM go digital dengan mendorong sentra-sentra industri UMKM binaan go digital yang dihubungkan dengan e-commerce. Digitalisasi bukan hanya diperuntukkan untuk para pelaku UMKM yang mampu masuk ke dalam pasar atau ekosistem digital saja tapi juga harus mampu berkompetitif di pasar lokal dan pasar global. Terbukti saat pandemi covid 19, UMKM yang mampu bertahan adalah UMKM yang memanfaatkan sarana penjualan online dengan menambah variasi produk-produk yang diminati di masa pandemi covid 19 seperti menjual masker, Alat Pelindung Diri (APD) lengkap serta makanan dan minuman herbal. UMKM harus melakukan berbagai langkah perubahan usaha produktifnya dengan mengikuti keinginan dan selera pasar.

Tahun 2020 yang lalu merupakan tahun penuh tantangan buat industri perbankan syariah karena pandemi covid 19 telah menghantam berbagai sektor bisnis di Indonesia termasuk sektor riil seperti UMKM sebagai salah satu fokus segmen perbankan syariah. Hal ini dapat dilihat cukup banyaknya kredit pembiayaan syariah yang macet dari para pelaku UMKM. Akan tetapi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengizinkan perbankan menghapus kredit bermasalah debitur UMKM. Upaya tersebut dilakukan untuk menghidupkan kembali UMKM guna mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Kendati saat ini tidak sedikit UMKM yang tertekan akibat pandemi covid 19 tapi perbankan syariah tetap memberikan stimulus seperti tambahan kredit, subsidi bunga dan penjaminan sehingga tidak ada lagi alasan perbankan syariah untuk tidak memberikan kredit pembiayaan syariah kepada para pelaku UMKM yang masih mempunyai prospek untuk maju. Jumlah debitur UMKM yang telah mendapat keringanan kredit macet mencapai 80%.

Industri perbankan syariah masih cukup tangguh di tengah pandemi covid 19 dengan resiko kredit macet perbankannya tetap terjaga. Hal itu diukur dari kinerja keuangan syariah yang lebih baik dibandingkan dengan kinerja keuangan konvensional. Aset keuangan perbankan syariah hingga Desember 2020 tumbuh 10,97% yoy dibandingkan periode yang sama tahun 2019 dengan rincian aset perbankan syariah sebesar Rp 593,35 triliun, aset pasar modal syariah termasuk reksa dana sebesar Rp 1.063,81 triliun dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) syariah sebesar Rp 113,16 triliun. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan perbankan konvensional yang jumlah asetnya tumbuh 7,77% yoy. Dari sisi aset, total aset keuangan syariah hingga September 2020 mencapai Rp 1.710,16 triliun dengan market share mencapai 9,69%. Dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga, perbankan syariah mengalami pertumbuhan 11,80% lebih tinggi dibandingkan dengan bank konvensional 11,49%. Dari sisi pembiayaan, perbankan syariah tumbuh 9,42% yoy (Rp 394,6 triliun) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bank konvensional hanya tumbuh 0,55% yoy di tengah kontraksi kredit perbankan nasional sebesar -2,41% yoy.Secara umum kondisi lembaga keuangan syariah masih tetap terjaga dengan baik.

Tahun 2025 perbankan syariah akan menjadi pemain global pada urutan 10 besar dalam perbankan syariah dunia dari sisi kapitalisasi pasar. Tantangan perbankan syariah saat ini yakni pangsa pasar yang masih relatif rendah seiring dengan literasi dan inklusi keuangan syariah juga masih rendah sebesar 0,93% untuk indeks literasi dan 9,1% untuk inklusi keuangan syariah. Secara nasional indeks literasinya sudah 38,03% dan inklusi keuangan sebesar 76,19%. Diferensiasi model bisnis atau produk perbankan syariah juga masih terbatas, adopsi teknologi belum memadai dan pemenuhan kualitas sumber daya manusia masih belum optimal. Meskipun demikian perbankan syariah tetap memiliki kelebihan tersendiri yakni fokus memajukan sektor riil khususnya UMKM sehingga core business nya perlu ditingkatkan karena pasar usaha mikro di Indonesia masih cukup besar setidaknya terdapat 50 juta sektor usaha mikro. Indikator tersebut mengindikasikan bahwa likuiditas perbankan syariah masih tinggi untuk bisa menyalurkan kredit pembiayaan syariah kepada para pelaku UMKM. Perbankan syariah merupakan sebuah bank yang berskala cukup besar untuk bisa memfasilitasi kebutuhan ekosistem syariah.

Perbankan syariah market share sebesar 9,69% disumbang oleh Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Pembiayaaan Syariah (BPS). Hal ini menunjukkan bahwa perbankan syariah dapat menjadi tulang punggung ekonomi syariah dan ekonomi nasional karena kinerja perbankan syariah cukup stabil dan tumbuh lebih tinggi di tengah krisis pandemi covid 19 bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja perbankan konvensional. Sampai saat ini perbankan syariah tetap fokus untuk memajukan UMKM terutama dalam skema Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Halal life style juga merupakan bagian dari kemajuan UMKM dunia atau Indonesia yang akan berimplikasi pada perekonomian global atau nasional. Pemerintah melakukan upaya penjaminan kredit pembiayaan UMKM untuk mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko (2020) melaporkan hingga saat ini kredit pembiayaan UMKM yang telah dijamin oleh pemerintah (PT Jamkrindo dan PT Askrindo) masih tergolong minim jumlahnya hanya sekitar Rp 16,51 triliun dengan jumlah debitur 817.849 para pelaku UMKM dan jumlah ini masih jauh dari target pemerintah. Karena itu pemerintah telah menggelontorkan dana sebesar Rp 5 triliun yang bisa menjamin hingga Rp 100 triliun kredit modal kerja untuk UMKM.

Saingan produk perbankan syariah bukan saja berasal dari produk domestik tapi juga bersal dari produk perbankan syariah luar negeri sehingga perbankan syariah menghadapi persaingan yang cukup ketat dalam meraih pangsa pasar. Perbankan syariah harus memiliki keunggulan kompetitif dengan melakukan inovasi produk dengan memanfaatkan besarnya perkembangan ekonomi syariah global dan membaiknya kepercayaan internasional terhadap ekonomi Indonesia dengan dukungan penguatan Working Group Perbankan Syariah (WGPS), sharia complience, pencapaian stabilitas keuangan dan peningkatan aktivitas inovasi produk . Hal ini dapat mendorong perluasan pangsa pasar perbankan syariah dalam negeri dan luar negeri dengan menyediakan beragam inovasi produk yang sesuai dengan preferensi masyarakat.

Perbankan syariah di era financial digital dapat memperluas jangkauan akses layanan jasa keuangan, memperkuat infrastruktur dan pemenuhan kualifikasi sumber daya manusia. Inovasi produk yang dilakukan perbankan syariah dapat berupa produk repackage dan new product. Perbankan syariah harus memiliki produk semakin beragam agar bisa berkembang dengan baik. Upaya ini mutlak dilakukan agar pertumbuhan market share nya lebih tinggi dibandingkan dengan produk bank konvensional. Inovasi produk merupakan sebuah keniscayaan dan pilar utama dalam pengembangan perbankan syariah agar bisa unggul, bersaing dan menjadi prioritas bagi stakeholder serta berperan signifikan dibandingkan perbankan konvensional maupun lembaga keuangan lainnya. Perbankan syariah bisa menawarkan margin lebih murah agar berdaya saing tinggi didukung dengan teknologi informasi dan telekomunikasi. Harga harus kompetitif karena harga di dalam negeri lebih murah dan teknologi harus jadi back bone ke depan.

Modal merupakan faktor terpenting bagi UMKM dalam memulai usahanya kembali karena modal yang ada sudah terkuras selama hampir satu tahun lebih untuk bertahan di tengah pandemi covid 19 sehingga perlu disiapkan ekosistem pendukung bagi para pelaku UMKM menghadapi booming ekonomi. Tantangan bagi para pelaku UMKM selama pandemi covid 19 yaitu mengatasi masalah cash flow operasional, permintaan produk atau jasa turun, bisnis ditutup, peluang bertemu dengan konsumen berkurang serta isu perubahan strategi bisnis untuk menawarkan jasa dan produk. Langkah yang perlu didorong untuk memajukan UMKM berupa digitalisasi dan memperkuat ekosistem UMKM dari hulu hingga ke hilir, kebijakan restrukturisasi kredit dan pembiayaan.

Hal yang perlu dilakukan perbankan syariah untuk pembiayaan agar UMKM dapat maju dengan optimal sebagai berikut : 1) Jaminan yang pasti dari pemerintah meskipun cadangan likuiditas cukup banyak; 2) Menambah cakupan UMKM yang masuk dalam program restrukturisasi dan modal kerja baru; 3) Memberi keringanan biaya proses kredit berhubungan dengan dokumen UMKM ; 4) Insentif pajak untuk bank yang memiliki porsi kredit UMKM di atas 30%; 5) Penghapusan data buku atas kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) debitur dengan nilai kredit di bawah Rp 5 miliar.

Kontribusi perbankan syariah terhadap perkembangan ekonomi dan keuangan syariah global sebagai berikut : 1) Sebagai pusat pertumbuhan dengan berbagai inisiatif yang ada seperti konsolidasi, inovasi produk dan holdingisasi yang dimotori oleh perbankan syariah; 2) Meningkatkan research and development di bidang keuangan syariah melalui investasi riset di berbagai lembaga penelitian; 3) Menarik likuiditas dari luar negeri seperti Timur Tengah dengan aksi korporasi membuka cabang maupun pendekatan kepada sumber pendanaan. Penyebaran aset keuangan syariah tahun 2019/2020 didominasi oleh negara Timur Tengah seperti Iran (US$ 698,2 miliar), Saudi Arabia (US$ 629,4 miliar) dan Malaysia (US$ 99,2 miliar). Total likuiditas yang beredar di Timur Tengah sebesar US$ 1,933 miliar atau 77% dari total aset berdasarkan 10 negara dengan aset keuangan syariah terbesar di dunia tahun 2020 yaitu Al Rajhi Bank (Arab Saudi), Dubai Islamic Bank (Uni Emirat Arab), Kuwait Finance House (Kuwait), Maybank Islamic (Malaysia), Qatar Islamic Bank Qatar), Alinma Bank (Arab Saudi), Abu Dhabi Islamic (Uni Emirat Arab), Masraf Al Rayan (Qatar), Al Baraka Banking Group (Bahrain) dan CIMB Islamic Bank (Malaysia).

Perbankan syariah dalam mengoptimalkan kemajuan UMKM dalam memberikan kredit pembiayaan syariah dengan melakukan beberapa strategi sebagai berikut : 1) Meningkatkan model operasinal perbankan syariah yang ada saat ini dengan mendirikan beberapa unit bisnis UMKM lengkap dengan produknya sesuai dengan kebutuhan masing-masing pengelola UMKM ; 2) Keterlibatan inisiatif sektor publik dan swasta untuk meningkatkan akses layanan jasa keuangan perbankan syariah seperti pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Skema qardhul hasan sebagai sumber dana LKMS sangat diperlukan agar tidak membebani nasabah LKMS dengan tingkat pengembalian yang tinggi ; 3) Perlindungan konsumen, edukasi keuangan dan peraturan serta pengawasan yang baik dari pemerintah untuk mendorong rumah tangga dan para pelaku UMKM agar dapat memanfaatkan layanan jasa keuangan syariah ; 4) Sinergi pemerintah dengan Pemda melalui inklusi keuangan kepada para pelaku UMKM binaaan ; 5) Mengembangkan UMKM go digital dengan mendorong sentra produksi UMKM binaan go digital yang dihubungkan dengan e-commerce.

Peran perbankan syariah dalam mengoptimalkan kemajuan UMKM dapat melakukan beberapa rekomendasi kebijakan sebagai berikut : 1) Sosialisasi kepada UMKM tentang eksistensi pembiayaan syariah ; 2) Menggunakan model pembiayaan syariah linkage dan channeling dengan LKMS yang tidak mempunyai core usaha pada usaha mikro untuk perluasan pembiayaan syariah, ; 3) Model penjaminan cash collateral dari instansi dan peningkatan pembiayaan syariah berdasarkan prinsip bagi hasil ; 4) Pembentukan kemitraan antara pemerintah pusat, daerah dan lembaga pembiayaan syariah dalam memberikan bantuan teknis kepada UMKM sehingga pembinaan yang dilakukan dapat lebih terintegrasi ; 5) Adanya sistem informasi debitur yang terintegrasi antar lembaga pembiayaan syariah untuk mencegah agar tidak terjadinya pembiayaan berulang pada UMKM yang sama sehingga menimbulkan terjadinya kesulitan pembayaran.

Prospek perbankan syariah ke depannya cukup cerah karena perbankan syariah mampu menjadi lembaga yang dapat meningkatkan jumlah UMKM di Indonesia dengan pangsa pasar yang cukup besar. Perbankan konvensional telah membuka cabang syariah secara langsung melalui konversi cabang bank konvensionalnya menjadi cabang syariah sehingga berdampak signifikan terhadap peningkatan jumlah UMKM di Indonesia membuat perbankan syariah memiliki prospektif cukup baik di masa yang akan datang.

Kredit pembiayaan syariah untuk UMKM dengan menerapkan teknologi digitalisasi di tengah pandemi covid 19 dapat mendongkrak kemajuan UMKM karena UMKM sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Atutan kredit modal kerja baru dalam peraturan OJK Nomor 48/2020 sebagai salah satu solusi bagi para pelaku UMKM menghadapi booming ekonomi setelah pandemi covid 19. Para pengelola UMKM dapat bertahan menghadapi dampak pandemi covid 19 dengan melakukan penyesuaian bisnis atau memanfaatkan cadangan modal yang tersisa. Para pelaku UMKM tahun 2021 tidak hanya harus bisa memulai usahanya tapi juga harus siap menghadapi booming ekonomi seperti yang terjadi pasca pemulihan ekonomi dari krisis moneter tahun 1997 – 1998. Para pengelola UMKM yang mampu bertahan dan memulai usahanya lagi tahun 2021 tidak siap dengan booming harus bisa mencari sumber pendanaan murah, melakukan inovasi bisnis dan mengatasi perilaku konsumsi.

Pesatnya perkembangan perbankan syariah tidak lepas dari moralitas dan nilai-nilai agama Islam yang melekat pada industri perbankan syariah yang terus diperjuangkan oleh seluruh stakeholder perbankan syariah. Eksplorasi, inovasi dan kreasi pengembangan perbankan syariah harus dilakukan dengan berbagai strategi tepat guna. Target sosialisasi lebih fokus dan tidak harus langsung kepada stakeholder perbankan syariah seperti masyarakat umum, akademisi, mahasiswa, pelajar, tokoh masyarakat dan para ulama. Upaya ini dilakukan guna meningkatkan pemahaman masyarakat terkait fungsi, kemanfaatan, peran dan positioning perbankan syariah.

Perbankan syariah butuh faktor pendorong untuk meningkatkan kinerja perbankan dalam memajukan UMKM sebagai berikut : 1) Ekspansi jaringan kantor perbankan syariah untuk kemudahan akses dalam melakukan pembiayaan; 2) Gencarnya program edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang produk dan layanan jasa keuangan perbankan syariah; 3) Meningkatkan kualitas layanan jasa perbankan syariah agar dapat disejajarkan dengan layanan jasa perbankan konvensional, salah satunya pemanfaatan akses teknologi informasi layanan Anjungan Tunai Mandiri (ATM), mobile banking (m-banking) dan internet banking; 4) Ketegasan produk perundang-undangan yang memberikan kepastian hukum untuk meningkatkan aktivitas pasar keuangan syariah.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selalu otoritas sektor jasa keuangan terus menyempurnakan visi dan strategi kebijakan pengembangan sektor keuangan syariah sesuai road map perbankan syariah. Arah pengembangan perbankan syariah selalu mempertimbangkan berbagai isu strategis, peluang maupun tantangan yang dihadapi sesuai road map guna pengembangan perbankan syariah Indonesia periode 2020 – 2025, dengan visi mewujudkan perbankan syariah yang resilient, berdaya saing tinggi dan berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dan pembangunan sosial.

Perbankan syariah akan menjadi bagian ekosistem dan sinergi pemberdayaan UMKM dengan terus memberi dukungan kepada para pelaku UMKM melalui produk dan layanan jasa keuangan syariah yang sesuai. Perbankan syariah dapat tumbuh menjadi bank syariah yang dikelola secara good governance, profesional dan terpercaya untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sekaligus meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagai perwujudan pasal 33 UUD 1945 dan sila ke 5 dari Pancasila. Perbankan syariah diharapkan memiliki kebijakan khusus untuk mengakselarasi pemberdayaan, penguatan dan pemihakan kepada UMKM. Perbankan syariah sangat tepat bila mendeklarasikan diri sebagai bank yang yang fokus mengoptimalkan untuk memajukan UMKM guna percepatan perwujudan keadilan sosial secara lebih progresif dengan mengutamakan UMKM sebagai salah satu pilar penting perekonomian Indonesia.

Perbankan syariah yang inklusif melayani beragam segmen dapat menjadi mitra dalam memberikan kebermanfaatan kepada para pelaku UMKM. Perbankan syariah dalam memajukan UMKM dapat bersinergi dengan pemerintah melalui kegiatan inklusi keuangan, pemberian fasilitas pembiayaan syariah kepada UMKM dan komunitas halal sehingga perbankan syariah dapat menaruh perhatian cukup besar terhadap segmen kredit pembiayaan UMKM.

Perbankan syariah berusaha memberikan stimulus ekonomi kepada UMKM untuk mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan adanya permintaan yang terus meningkat dari berbagai jenis produk inovatif UMKM. Hal ini merupakan salah satu langkah pemerintah yang sangat proaktif untuk membangun ekonomi yang lebih kuat dan tangguh guna mengembangkan kualitas produk dalam negeri dan pengembangan teknologi untuk memproduksi produk UMKM. Perkembangan teknologi akan berdampak positif bagi para pelaku UMKM dalam pemasaran produk siap ekspor di pasar global agar. Tapi sayangnya kontribusi ekspor UKM Indonesia hanya 14% terhadap total ekspor, pada hal proporsi UKM mencapai 99,9% dari total usaha.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image