*Membangun Kesetaraan dalam Rumah Tangga*
Eduaksi | 2022-04-21 15:53:44Kesetaraan adalah keadaan yang dicita-citakan semua orang dalam sebuah hubungan, termasuk dalam hubungan suami istri dalam sebuah pernikahan. Meskipun belum ada kajian mendalam tentang pandangan kesetaraan dan kaitannya dengan perceraian, kesetaraan dalam pernikahan dianggap dapat membuat hubungan pernikahan menjadi lebih sehat dan tahan lama.
Adanya hubungan yang setara memang tidak bisa terjadi secara tiba-tiba, perlu ada proses, dialog dan penerimaan satu sama lain tentang kesetaraan itu sendiri. Karena, tidak semua pihak dapat menerima pemahaman tentang kesetaraan.
Penolakan terhadap kesetaraan dalam rumah tangga bisa disebabkan oleh berbagai hal. Sama seperti pemikiran tentang gender equality, konsep kesetaraan dalam rumah tangga pun dipengaruhi oleh nilai yang telah di anut oleh masyarakat baik nilai agama dan nilai budaya.
Terlepas dari perdebatan tersebut, nyatanya saat ini dominasi patriarki yang dianggap sebagai kendala kesetaraan sudah terlihat memudar. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya perempuan yang dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, berkiprah di sektor publik dan bekerja di bidang yang biasanya dilakukan oleh laki-laki.
Kemajuan ini tidak terlepas dari kampanye tentang kesetaraan gender yang terus menerus digelorakan dalam waktu yang Panjang. Lalu, bagaimana dengan dominasi gender di dalam keluarga. Dominasi gender di dalam keluarga sejatinya tidak selalu dilakukan oleh suami kepada istrinya. Dominasi juga bisa dilakukan oleh seorang istri kepada suaminya.
Namun benang merah dari dominasi ini adalah kenyamanan satu sama lain. Apakah dominasi ini menimbulkan ketidaknyamanan kepada pihak lain, sehingga menyebabkan berakhirnya hubungan pernikahan, atau melahirkan hubungan yang tidak sehat.
Hubungan yang sehat dalam pernikahan dapat memberikan banyak manfaat. Pasangan yang memiliki hubungan yang sehat dapat saling mendukung satu sama lain dan berkembang bersama.
Kesetaraan, sebagai salah satu kunci dalam hubungan sehat perlu disadari, dibangun dan dirawat. Pemahaman ini harus disadari dengan seringnya melakukan komunikasi dengan pasangan. Oleh karenanya. Komunikasi dan dialog tentang pernikahan yang setara, idealnya dilakukan sebelum menikah, saat seorang pasangan melakukan penjajakan dan perkenalan. Karena, kemungkinan suksesnya lebih tinggi dibandingkan jika dilakukan setelah pernikahan.
Oleh karenanya, dalam tahap perkenalan idealnya seorang pasangan menanyakan dan berdiskusi tentang pandangan satu sama lain dalam kehidupan pernikahan, seperti masalah finansial, pengaturan hak dan kewajiban masing-masing dan masih banyak lagi.
Sayangnya, dalam proses pengenalan tersebut banyak pihak yang belum menyadari dan bingung apa yang harus dibicarakan dan dibahas. Padahal, pembicaraan itu akan berdampak dalam jangka Panjang. Termasuk, tahapan ini merupakan peringatan dini dan pertimbangan mengenai keputusan untuk melangkah lebih jauh jika ada ketidakcocokan dan berbedaan pendapat.
Selain berkomunikasi, salah satu cara untuk membangun kesetaraan adalah mencari kesamaan dalam diri pasangan dan melakukan kewajiban yang sama rata, seperti mencari pasangan sebaiknya memilih mereka yang memiliki kesamaan status sosial.
Contohnya, jika pendidikan terakhir kita SMA, maka sebaiknya kita memilih pasangan yang juga pendidikannya SMA. Karena jika kita memilih pasangan yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi, ada kemungkinan yang berpendidikan lebih tinggi tersebut melakukan dominasi atau merasa lebih dari pasangannya. Sama halnya dengan penghasilan, kerapkali perbedaan penghasilan menimbulkan masalah dalam sebuah hubungan.
Jika penghasilan seorang istri lebih tinggi, biasanya ada kecemburuan dan timbul rasa minder dalam diri seorang suami. Perbedaan penghasilan ini pun kadang menimbulkan seseorang menunjukkan dominasinya kepada pasangan.
Oleh sebab itu, penting dalam sebuah hubungan mencari hal-hal yang sama dan setara sebelum menyetarakan hak dan kewajiban lainnya dalam rumah tangga.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.