Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nabila Annuria

Tantangan Kartini 4.0

Info Terkini | 2023-04-21 16:01:31
Ilustrasi Hari Kartini - dokumen Republika

Peringatan Hari Kartini kali ini tenggelam dengan peristiwa mudik lebaran dan Perayaan Idul Fitri 1444 H. Namun demikian, ada kejutan besar yang menggunakan momentum Hari Kartini untuk mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai Calon Presiden dari PDI Perjuangan untuk Pemilu 2024 mendatang. Momentum Hari Kartini dan lebaran yang digunakan oleh Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri merupakan bentuk pemasaran politik yang jempol luar biasa.

Peringatan Hari kartini sebaiknya dimaknai dengan melihat tantangan dan persoalan kaum perempuan menghadapi dunia yang tengah dilanda disrupsi. Perempuan mesti bersiap diri menghadapi revolusi industri gelombang keempat atau Industri 4.0.

Keniscayaan, generasi Kartini 4.0 perlu perlu menambah ilmu pengetahuan karena semakin banyak realitas yang sulit dikenali lagi. Mesti bersiap juga menghadapi musuh-musuh yang tidak terlihat.

Tantangan Kartini 4.0 yang sudah didepan mata adalah masalah perubahan lapangan kerja yang semakin berbasis aplikasi digital. Semua jenis profesi menuju pekerjaan yang bersifat online. Dari perekrutan tenaga kerja hingga metode bekerja semua dilakukan secara online. Akibatnya isi perjanjian kerja dan beban kerja sudah berubah secara total.

Ilustrasi generasi Kartini 4.0

Kartini 4.0 perlu mentransformasikan dirinya dalam ber-dwifungsi. Yakni fungsi menjadi pendukung ekonomi keluarga dan fungsi keduanya sebagai seorang ibu yang berkemampuan untuk mengatasi gizi keluarga. Salah satu persoalan krusial bangsa saat ini adalah masih banyaknya ibu rumah tangga yang belum memiliki pengetahuan yang baik tentang gizi keluarga. Akibatnya sangat berbahaya karena banyak anak-anak yang mengalami penyakit serius dan kelainan dalam pertumbuhan badan.

Kartini 4.0 mesti mampu membuat kecerdasan anak untuk memahami dan memilih makanan serta perilaku hidup sehat yang sangat berguna bagi pertumbuhan tubuhnya. Kecerdasan anak itu untuk mengatasi lingkungan rumah dan sekolah yang dikepung oleh produk makanan kemasan yang bergizi rendah serta sarat dengan zat aditif dan bahan pengawet.

Perlu memperluas lapangan kerja dan menumbuhkan profesi baru yang terkait dengan perempuan. Serta pemberian insentif bagi para perempuan kreatif yang telah berkarya didalam negeri maupun di luar negeri. Kartini 4.0 harus didorong untuk memperoleh kesempatan belajar hingga ke luar negeri untuk mencari peluang emas dalam bidang penciptaan lapangan kerja era disrupsi yang terkait dengan kaum perempuan.

Kartini 4.0 perlu regulasi yang selama ini menghambat aktivitasnya di sektor ekonomi kreatif. Jangan ada lagi resistensi dan pembatasan di beberapa tempat terkait dengan bidang usaha perempuan, utamanya di sektor ekonomi kreatif. Di masa mendatang semakin banyak Kartini 4.0 yang menjadi tulang punggung ekonomi keluarga. Juga menjadi tulang punggung perekonomian bangsa. Mereka menjadi pemimpin di berbagai start-up dan menjadi pencipta model bisnis baru. Kondisi diatas sesuai dengan kajian Mckinsey, konsultan terkemuka dunia dalam laporannya yang berjudul “How Helping Women Helps Business”. Kajian tersebut secara garis besar menyatakan bahwa selama satu dekade terakhir perempuan telah berperan meningkatkan 1,6 persen Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara.

Tantangan Kartini 4.0 yang paling menjanjikan adalah menggeluti ekonomi kreatif. Gambaran singkat dari kinerja ekonomi kreatif menurut World Bank setiap tahunnya mencapai pertumbuhan 9 persen. Malahan ada negara yang mengalami pertumbuhan hingga 15 persen, antara lain Inggris. Tak pelak lagi, selama lima tahun terakhir sekitar 7,5 persen PDB dunia adalah kontribusi dari industri kreatif. Pekerja kreatif akan terus tumbuh rata-rata di atas 7 persen setiap tahun.

Untuk mencetak Kartini 4.0 masih terhambat oleh faktor pendidikan. Hal ini sesuai dengan laporan dari United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO). Berdasarkan laporan UNESCO yang telah dirilis, ternyata Indonesia masih menduduki peringkat bawah negara yang di survei. Laporan UNESCO yang berjudul “Education for All (EFA) Global Monitoring Report” itu, pada intinya menyoroti masih rendahnya kesempatan bagi anak perempuan untuk menikmati pendidikan.

Laporan UNESCO diatas sesuai dengan data yang menyatakan bahwa angka partisipasi tingkat SMP baru mencapai 71 persen, angka partisipasi kasar tingkat SMA/SMK hanya sebesar 55 persen dan pendidikan tinggi hanya mencapai 15 persen. Tingkat partisipasi itu secara gradasi terus menurun dari tahun ke tahun. Tingkat partisipasi itu masih dikurangi dengan angka putus sekolah yang cukup tinggi. Laporan UNESCO tersebut bisa dijadikan indikator masih rendahnya kualitas kaum perempuan di negeri ini yang dampaknya hingga puluhan tahun kedepan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image