Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Chia putri Milennia

Sistem Permodalan Bank Syariah Sebagai Daya Tahan UMKM dalam Berbagai Kondisi Ekonomi

Bisnis | Monday, 24 May 2021, 21:29 WIB

Kondisi ekonomi Indonesia saat ini bahkan dunia merasakan dampak dari pandemi Covid-19 yang sempat melumpuhkan berbagai sektor termasuk ekonomi beberapa saat setelah WHO (World Health Organitation) mengumumkan virus Covid-19 berstatus pandemi. Untuk mencegah adanya penyebaran yang lebih luas berbagai kebijakan pembatasan sosial hingga Lockdown dilakukan, hal ini memberikan dampak negetif pada UMKM. Banyak UMKM yang terpaksa menutup sementara hingga bahkan ada yang gulung tikar karena penurunan pendapatan. UMKM atau Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar di Indonesia saat ini. Sumber pendanaan UMKM pada umumnya berasal dari modal sendiri namun untuk melakukan perluasan usaha UMKM memerlukan pendanaan dari luar, biasanya bersumber dari pinjaman kredit baik yang bersumber dari perbankan maupun non perbankan.

Pinjaman kredit yang dilakukan dari perbankan konvensional atau pun yang dari non perbankan akan dikenakan bunga tertentu sebagai biaya yang dibebankan kepada peminjam terhadap dana yang dipinjamnya. Biaya yang dikenakan bersifat pasti dan wajib dibayar oleh peminjam sebesar yang di tetapkan oleh lembaga kredit atau Bank konvensional hal ini tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi dan kegiatan usaha peminjam, pada tempo yang ditetapkan maka peminjam harus membayar kewajibannya dan beberapa lembaga akan mengenakan biaya denda atas keterlambatan pembayaran serta penyintaan barang jaminan atas pinjaman jika tidak dapat mengembalikan dana pinjaman. Hal ini mungkin terdengar seperti tindakan yang agak kasar terhadap peminjam namun demikian lah sistem yang di lakukan oleh lembaga yang memberikan kredit dalam memanajemen keuntungan dan risiko nya.

Hal ini berbeda dengan sistem pinjaman atau permodalan yang dilakukan oleh Bank Syariah, Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau prinsip hukum islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip keadilan dan keseimbangan ('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme (alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram. Selain itu, UU Perbankan Syariah juga mengamanahkan bank syariah untuk menjalankan fungsi sosial dengan menjalankan fungsi seperti lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif).

Hukum islam melarang adanya riba, Dalam keputusan Majelis Ulama Indonesia disebutkan bahwa riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penagguhan dalam pembayaran yang di perjanjikan sebelumnya. Salah satu dalil bukti diharamkannya riba yakni QS. Ali Imron: 130 yang artinya Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Ayat ini merupakan salah satu landasan pengembangan sistem Bank Syariah. Sistem Bank syariah sangat berbeda dengan sistem Bank konvensional, bank syariah menerapkan prinsip profit and lost sharing sehingga tidak membebankan hanya kepada satu pihak jika mengalami kerugian. Hal inilah yang dapat kita jadikan gagasan bahwa Bank Syariah dapat menjadi kekuatan pendanaan UMKM dalam berbagai kondisi ekonomi. Beberapa sistem pendanaa syariah yang dapat digunakan oleh UMKM yaitu:

1. Al-Mudharabah

Al-Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola. Al-Mudharabah merupakan bentuk layanan perbankan syariah berupa perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.

2. Bagi hasil Al-Musyarakah (Joint Venture)

Musyarakah adalah bentuk pembiayaan dengan skema bagi hasil (syirkah), dimana Bank menempatkan dana sebagai modal untuk usaha nasabah, dan selanjutnya Bank dan Nasabah akan melakukan bagi hasil atas usaha sesuai nisbah yang disepakati pada jangka waktu tertantu konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan.

Dengan adanya pilihan jenis kontrak pembiayaan modal kerja yang ditawarkan bank syariah, nasabah dapat memilih sesuai dengan kebutuhan dan dapat mempertahankan bisnisnya dengan sistem profit dan lost sharing Bank Syariah meski dalam kondisi ekonomi yang sedang krisis seperti sekarang ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image