Sinergitas Bank Syariah sebagai Platform Sharing terhadap Pembangunan Berkelanjutan
Bisnis | 2021-05-24 19:17:30Eksistensi perbankan syariah dari masa ke masa, kini semakin pesat dan menjadi salah satu sumbangsi yang mengalami peningkatan. Terutama bagi keuangan syariah di Indonesia.
Hadir di tahun 1992, Bank Muamalat menjadi bank syariah pertama yang beroperasi di Indonesia, hal ini sebagai langkah awal yang berhasil memunculkan beberapa kontestan lain seperti, Bank IFI, Bank Syariah Mandiri, Bank BTN, Bank BRI Syariah, dan lain-lain.
Dari sini tentunya menjadi sinyal, bahwa keberadaan dan progresnya dinilai impresif, karena rata-rata aset perbankan syariah mengalami peningkatan lebih dari 65%, sejak 5 tahun terakhir.
Dilansir dari Otoritas Jasa Keuangan, Perbankan syariah Indonesia telah memiliki 14 Bank Umum Syariah (BUS), 20 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 162 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), yang berkontribusi pada pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia.
Selain itu, perbankan syariah memiliki total aset yang mencapai Rp575,85 triliun. Pertumbuhan aset perbankan syariah ini tumbuh sebesar 14,32% (yoy), yang ditopang oleh pertumbuhan Pembiayaan yang Disalurkan (PYD) dan Dana Pihak Ketiga (DPK), yang masing-masing mengalami pertumbuhan sebesar 8,68% (yoy) dan 15,58% (yoy).
Melalui data tersebut menunjukkan, bahwa perlahan namun pasti, gradasi perbankan syariah Indonesia, mendapatkan perhatian yang optimal dalam tatanan sektor perbankan nasional, serta disambut hangat oleh masyarakat Indonesia.
Namun, terlepas dari perkembangannya yang komprehensif, bank syariah juga mengalami beberapa permasalahan yang cukup signifikan, yakni isu kepatuhan syariah dan landasan filosofis perbankan syariah.
Permasalahan ini menjadi sorotan bagi pegawai yang harus menanamankan prinsip syariah, dan pemahaman masyarakat terhadap fungsi bank syariah.
Karena selain menjadi lembaga dalam memenuhi permintaan jasa keuangan, bank syariah juga menghindari sistem perbankan dan praktik-praktik yang tidak sesuai dengan prinsip syariah, seperti riba, maysir, gharar, dan sebagainya.
Serta melakukan aktivitas ekonomi, yakni Falah/ mencapai kemashlahatan ummat, dengan tuntunan syariah dan menjaga nilai-nilai maqasid syariah, terdiri dari menjaga keimanan dan ketakwaan (ad Din), keturunan (an Nasab), jiwa dan keselamatan (an Nafs), harta benda (al Maal), dan pikiran (al Aql).
Tentunya, hal ini menjadi pola yang menggambarkan, bahwa maqasid syariah memiliki kesinambungan dengan pembangunan berkelanjutan pada 5P yaitu People, Planet, Prosperity, Peace, dan Partnerships.
Lantas, bagaimana bank syariah mampu mendominasi, serta memiliki konsistensi dalam meningkatkan pembangunan berkelanjutan di masa mendatang, khususnya di bidang keuangan berbasis syariah ?
Bank syariah sebagai platform sharing
Lahirnya Bank Syariah Indonesia (BSI) sebagai bank syariah terbesar di Indonesia, yang menggabungkan 3 bank syariah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni Bank BRI Syariah (BRIS), Bank BNI Syariah (BNIS), dan Bank Syariah Mandiri (BSM).
Hal ini menjadi salah satu cara bagi perbankan syariah untuk berperan dalam mencapai keuangan yang bersifat global, dengan melihat sisi syariah dari sudut kapitalisasi pasar.
Sehingga, fungsi perbankan syariah bisa menjangkau secara menyeluruh dalam life cycle masyarakat, serta menjadi platform sharing yang didukung sesuai dengan penerbitan POJK oleh OJK No. 28 /POJK.03/2019, tentang Sinergi Perbankan dalam Satu Kepemilikan untuk Pengembangan Perbankan Syariah.
Potensi inilah, memungkinkan perbankan syariah untuk bisa meningkatkan kualitas produk dan layanannya. Konsep platform sharing bank syariah, dinilai mampu bersinergi dengan bank lain dalam satu kepemilikan usaha agar dapat memberikan dukungan, melalui kerja sama baik dalam bidang SDM, TI, jaringan kantor, dan infrastruktur lainnya.
Dengan menghubungkan aktivitas ekonomi melalui 4 sektor utama, yakni Industri halal, jasa keuangan syariah, keuangan sosial Islam, dan sektor religius. yang diharapkan menjadi sinergi dan intergrasi penguatan ekosistem ekonomi syariah.
Relasi bank syariah dan tujuan pembangunan berkelanjutan
Rencana aksi global yang terfokus pada isu ekonomi, sosial, dan lingkungan yang dikenal dengan Sustainable Development Goals (SDGs) ini, telah disepakati oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
Bertujuan untuk mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan melindungi lingkungan. Yang dimulai di tahun 2015 dan diharapkan tercapai di tahun 2030.
SDGs memiliki 17 tujuan namun, yang menjadi fokus utamanya adalah People, Planet, Prosperity, Peace, dan Partnerships.
Hal inilah yang menjadi aspek yang sama, dengan prinsip-prinsip perbankan syariah yang terefleksi dari maqasid syariah jauh sebelum SDGs ini disepakati.
Sehingga, dengan adanya bank syariah yang berfungsi menjaga prinsip syariah, juga menjadi platform sharing yang berguna mencapai tujuan SDGs tersebut. Serta diprediksi mendorong prinsip keuangan berkelanjutan yang efektif dan semakin kuat.
Dikutip dari pernyataan Ketua National Center for Sustainability Reporting (NCSR), Ali Darwin yang menjelaskan bahwa, bank syariah menghadirkan dampak postif terhadap penerapan keuangan berkelanjutan, sehingga mampu terealisasi, diikuti dengan tenaga kerja yang mengimplementasikan nilai-nilai sustainable finance.
Perbankan syariah diprediksi menjadi roda penggerak serta penghubung di berbagai sektor, seperti sektor riil, keuangan komersial, keuangan sosial, dan sektor keagamaan pada ekosistem ekonomi syariah,
Selain itu, industri perbankan syariah yang terdepan mampu mengambil peran, dalam memberikan layanan keuangan yang berkontribusi pada pencapaian SGDs juga menerapkan prinsip Creating Shared Value (CSV), yang sejatinya merupakan esensi dasar dari penerapan maqashid syariah dalam ekonomi syariah, sehingga sinergi dan semangat berjamaah dapat terbangun dengan baik.
Yakni melibatkan dan meyakinkan segenap pelaku usaha dan masyarakat, bahwa mendapatkan keuntungan dengan mempertimbangkan lingkungan dan sosial, akan jauh lebih baik, dan dinilai lebih bertahan sifatnya secara jangka panjang, bagi kehidupan masyarakat.
#retizencompetition
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.