Sinergi Bank Syariah Indonesia dalam Pemberdayaan Ekonomi Berbasis Pesantren
Bisnis | 2021-05-24 12:17:52Perkembangan market share perbankan syariah selama tiga dekade sejak pertama kali berdirinya (Bank Muamalat), masih terlihat melambat. Hal tersebut dipicu berbagai hal, antara lain kondisi ekonomi yang masih belum stabil, akses yang kurang terjangkau, diferensiasi produk dan layanan yang belum signifikan dibandingkan bank konvensional, serta kurangnya pemahaman masyarakat tentang perbankan syariah. Sampai November 2020, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat market share perbankan syariah baru mencapai angka 6,33%.
Sebetulnya, potensi untuk memperluas pangsa pasar (market share) bagi perbankan syariah sangat terbuka jika melihat tren belakangan ini. Selain jumlah umat Islam yang besar (87,18% dari total penduduk sejumlah 255 juta), kini muncul pula kesadaran masyarakat untuk hidup sesuai tuntunan agama, bersyariah. Mulai dari gaya berpakaian, produk halal, hingga bertransaksi secara syariah. Perbankan syariah dapat berkembang lebih cepat apabila terus didukung oleh pemerintah serta lembaga yang memiliki potensi besar dalam menggunakan produk perbankan syariah.
Salah satu lembaga/instansi yang memiliki potensi besar dalam menggunakan produk perbankan syariah adalah pondok pesantren. Jumlah pesantren di Indonesia menurut data Kementerian Agama RI tahun 2020 berjumlah 28.194 dengan 18 juta orang santri. Sebanyak 44,2% atau 12.469 pondok pesantren memiliki potensi ekonomi, baik pada sektor agribisnis, peternakan, perkebunan, dan sektor lainnya. Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, pondok pesantren berfungsi sebagai lembaga pendidikan, dakwah, hingga pemberdayaan masyarakat.
Bergabungnya tiga bank umum syariah milik negara, yakni Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, dan BRI Syariah menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI) pada 1 Februari 2021, diharapkan dapat mengoptimalisasikan market share perbankan syariah sedikitnya ke angka dua digit. Berkaitan dengan itu, BSI dapat meningkatkan perannya dalam menggarap pesantren sebagai pangsa pasar potensial guna mendorong pemberdayaan ekonomi syariah yang berbasis pesantren/komunitas.
Hal tersebut selaras dengan keinginan pemerintah yang disampaikan Wakil Presiden Maruf Amin dalam video virtual, Kamis (22/10/2020) lalu. "Program akselerasi ekonomi kerakyatan berbasis pesantren dan komunitas diharapkan dapat mendorong kebangkitan UMKM dan mempercepat pemulihan ekonomi nasional," paparnya.
Sinergi lahirkan energi baru
Ada beberapa langkah implementasi yang perlu disempurnakan terkait pemberdayaan ekonomi berbasis pesantren: Pertama, salah satu langkah awal yang dapat dilakukan BSI di pondok pesantren dan masyarakat di sekitarnya adalah dengan melakukan edukasi dan literasi keuangan syariah. Kegiatan edukasi dan literasi harus diberengi pula aksi kolaborasi atau kerja sama antara BSI dengan pesantren, utamanya dalam peningkatan pemahaman ekonomi syariah (bagi BSI) dan pemberdayaan ekonomi masyarakat (bagi pesantren). Sinergi kedua pihak ini akan melahirkan energi baru yang memperkuat engagement jangka panjang.
Sedangkan dalam tataran implementasi produk dan layanan perbankan syariah, beberapa program yang sudah berjalan selama ini seperti pendanaan, layanan pembayaran, dan pembiayaan, dapat dikembangkan. Dalam pendanaan, perbankan syariah menyediakan produk rekening giro, deposito, layanan payroll untuk karyawan pesantren, tabungan untuk santri, hingga tabungan umroh dan haji. Kemudian dalam pembayaran, menyediakan layanan cash management system, layanan pembayaran SPP secara daring melalui virtual account, transaksi non-tunai dengan QRIS, dan kartu santri (pelajar digital). Dalam pembiayaan, menyediakan pembiayaan syariah untuk karyawan pesantren, UMK sekitar pesantren, dan UMK binaan pesantren.
Kedua, keberadaan BSI diharapkan mampu mendorong lahirnya beragam inovasi produk halal dan pemberdayaan ekonomi syariah di pesantren. Hal ini misalnya dilakukan melalui pengembangan lembaga keuangan syariah pesantren yang terdiri dari agen Bank Syariah Indonesia yang terintegrasi dengan Unit Pengumpul Zakat (UPZ), dan Halal Centre Pondok Pesantren. BSI juga dapat menstimulus pengembangan kewirausahaan santri (santripreneur), pengembangan sektor riil dan industri halal baik yang dikembangkan oleh pesantren maupun masyarakat di sekitar pesantren. Pendampingan dan bantuan permodalan serta riset, termasuk magang di BSI, harus menjadi perhatian lebih dari BSI.
Tidak hanya itu, BSI barangkali bisa mengadakan semacam awarding tahunan bagi insan pesantren yang menjadi inspirasi dalam value transmitter (pemancar nilai) ekonomi dan keuangan syariah, atau bagi mereka yang berhasil dalam menjalankan usaha ekonomi syariah.
Ketiga, rekrutmen pegawai BSI lewat jalur pesantren. Salah satu permasalahan di perbankan dari tahun ke tahun adalah kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas, yang dalam beberapa aspek ditemukan kurang islami. Terdapat beberapa kesan konsep syariah masih sebatas tempelen. Realitasnya di lapangan menunjukan masih banyak SDM yang terlibat di dalam istansi syariah, tidak memiliki pengalaman akademis di dalam islamic bangking ataupun pemahaman keilmuan tentang ekonomi syariah. Hal ini pula yang disorot dalam Roadmap Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia 2020-2025 yang diterbitkan oleh OJK, bahwa identitas kelembagaan dan diferensiasi produk perbankan syariah masih kurang siginifikan.
Kendala SDM dalam pengembangan perbankan syariah ini terjadi disamping karena sistem perbankan syariah di Indonesia relatif masih baru, juga terbatasnya lembaga akademik dan pelatihan di bidang perbankan syariah. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, rekrutmen pegawai BSI lewat jalur pesantren menjadi salah satu jalan keluarnya. Sebab, pada umumnya insan jebolan pesantren telah ditempa dan lebih memahami ilmu ekonomi, bisnis, dan hukum ekonomi syariah secara komprehensif dan memadai, serta memiliki integritas tinggi. Rekrutmen jalur pesantren ke dalam BSI secara otomatis selain menyerap tenaga kerja yang paham syariah, juga menjadi jalan pemberdayaan ekonomi insan pesantren dan keluarganya.
Tentu saja, perjalanan BSI masih panjang dan ada banyak waktu untuk meramu berbagai upaya pemberdayaan ekonomi syariah berbasis pesantren yang sangat potensial di masa depan. Namun yang penting digarisbawahi, sebagaimana diungkapkan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Wapres Maruf Amin pada Peringatan Hari Santri Nasional 2020, bahwa kelahiran BSI dapat menjadi energi baru sekaligus momentum untuk mendorong pesantren agar tidak hanya sebagai pusat pendidikan dan pusat dakwah, tetapi juga pusat ekonomi. Sehingga pada akhirnya terwujud kemandirian ekonomi pesantren.
#RetizenCompetition
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.