Hidup Mukti, Jalan Hidup Raja Jawa HB X
Gaya Hidup | 2021-05-23 21:36:05Jalan hidup yang mau kita tempuh itu pilihan begitupun Raja Jawa HB X. Pemimpin tradisi dan budaya Jawa dari kesultanan Yogyakarta ini memilih hidup Mukti.
Kenapa Raja Jawa HB X lebih memilih hidup Mukti dibandingkan dengan hidup Mulyo / Mulia ? ternyata hal ini karena ajaran dari sang Ayah yang menjadi raja Jawa sebelumnya.
Sri Sultan Hamengku Buwono memilih Mukti dibandingkan Mulyo terdokumentasikan dari wawancara antara Kumparan dengan Raja Jawa ini, pada 11 April 2018 dengan judul "Sri Sultan HB X, Menjaga Keraton di Tengah Arus Perubahan"
Video tersebut menggambarkan ketika Ngarso Dalem menceritakan pada saat Bapaknya ( Sri Sultan HB IX) bertanya kepada dirinya mengenai pilihan jalan hidup.
Sri Sultan HB IX bertanya "Mas Jun, Kowe pengin urip mukti apa urip mulyo?" (Mas Jun, dalam hidup, kamu ingin mukti atau mulia?)
Sri Sultan HB X menjawab yang saat itu masih menjadi Pangeran Mangkubumi (Pangeran Mahkota) "Saya memilih Mukti tidak ingin Mulyo"
Sri Sultan HB X menjelaskan kenapa dirinya memilih Mukti kepada HB IX "Dengan hidup Mukti itu saya bisa saja kaya atau tidak bisa kaya, tapi dapat bermanfaat bagi orang banyak sehingga saya masih bisa hidup, karena dihargai orang. Saya tidak mau Mulyo, karena dengan hidup Mulyo, saya mungkin bisa kaya tapi belum tentu memberi manfaat bagi orang lain, bisa saja malah memberi mudorot bagi orang lain"
Mendengar pilihan dan penjelasan Pangeran Mangkubumi (HB X) kemudian Sri Sultan HB IX pun meminta janji dari Sri Sultan HB X "kalau kamu ingin hidup mukti, saya ingin kamu berjanji, apakah kamu sanggup ?".
Sri Sultan HB X pun membalas pertanyaan HB IX dengan menyatakan sanggup.
Pertanyaan berupa janji itu pun dlayangkan oleh Sri Sultan HB IX kepada HB X ;
Pertama, kamu harus berjanji sama saya ; kamu harus bisa mengayomi semua orang walaupun orang tersebut tidak senang dengan diri kamu, kamu sanggup mengayomi dia ?
Kedua, kamu harus berjanji, jangan melanggar aturan negara.
Ketiga, kamu berjanji bisa lebih berani menyatakan yang benar itu benar, yang salah itu salah. Sri Sultan HB IX menceritakan bahwa dirinya mengalami kepemimpinan 2 (dua) Presiden RI yaitu Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto.
Pada saat itu, Sri Sultan HB IX jika berbeda pendapat lebih memilih diam. Diamnya Sri Sultan HB IX karena tidak ingin rakyat Indonesia itu hancur. Tapi dirinya merasa keliru, karena diamnya Sri Sultan HB IX membuat dirinya masih melihat masyarakat bodoh dan miskin.
Keempat, kamu berjanji untuk tidak berambisi apapun kecuali hanya demi mensejahterahkan rakyat.
Setelah meminta janji dari Sri Sultan HB X, terucap dari mulut Sri Sultan HB IX "kalau 4 hal itu kamu jaga untuk meraih mukti, kamu tidak perlu mencari saya karena saya akan selalu ada disamping kamu".
Sri sultan HB X pun menyanggupi janjinya kepada HB IX. Dengan janjinya itu HB X sampai mati akan tunduk kepada 4 (empat) janji tersebut.
Janjinya ini yang menjadi patokan HB X dalam mengabdi dan memimpin Daerah Istimewa Yogyakarta baik sebagai Raja maupun sebagai Gebenur DIY.
Bisa kita simpulkan dari apa yang disampaikan oleh Sri Sultan HB X sepertinya Mukti menunjuk kepada hidup berguna bagi orang lain tidak selalu tetang kepemilikan harta.
Sedangkan Mulyo menurut pandangan Raja Jawa HB X merujuk pada kekayaan atau derajat. tentunya ini berbeda sekali dengan pengertian hidup Mulia bila dilihat dari kacamata agama.
Memang sebuah kata acapkali memiliki arti yang berbeda disetiap daerah atau bangsa walaupun diucapkan atau terdengar sama. Kita acapkali mendengar pernyataan ulama bila ingin masuk surga lakukan jalan hidup mulia.
Tentunya yang dimaksud Raja Jawa tentang kata 'mulia' mungkin ada kesamaan apabila seorang Raja / Ratu / Pangeran diberbagai belahan dunia dipanggil dengan sebutan Yang Mulia.
Dapat diartikan orang Mulyo yang berdasarkan pandangan Sri Sultan HB X, mungkin orang yang hidupnya memiliki kekayaan atau derajat / jabatan tinggi.
Itu kenapa Kesultanan Yogyakarta untuk Sultan di panggil dengan sebutan Ngarso Dalem (Didepan Raja) bukan Yang Mulia.
Gambaran Mulyo berdasarkan pengertian Jawa lebih tepat untuk menunjuk kepada hedonisme.
Hedonisme yang mengagungkan tujuan atau kepuasan pribadi memperoleh kekayaan. Hidup Mulyo ini akan mendapatkan tantangan duniawi 'Tahta-Harta dan Wanita'.
Tetapi hidup Mulyo juga bukan berarti tidak peduli kepada orang lain. Mungkin saat ini bila dihubungkan dengan gaya hidup modern ialah orang yang mengejar karir / usaha yang berujung pada kepemilikan harta benda dan jabatan.
Hidup Mulyo bukan sesuatu yang jahat hanya saja lebih mengejar cita-cita pribadi. Seperti bagaimana seseorang yang mengejar keinginan menjadi seorang Presiden atau orang terkaya.
Adapun hidup Mukti menurut pandangan kebudayaan Jawa membantu kita untuk memahami apa artinya hidup berarti bagi orang lain. Mukti tidak pernah membuat orang hanya berpikir tentang dirinya sendiri.
Itulah sebabnya orang yang masuk kategori menjalani hidup Mukti yang mendalam adalah orang yang semakin mudah peduli kepada orang lain.
Hidup Mukti membantu kita untuk menyadari bahwa kebahagiaan hidup tidak pernah hanya menjadi milik pribadi. Di dalamnya diberi ruang untuk orang lain.
Disekitar kita, sejatinya kita dapat melihat individu-individu yang menjalankan Mukti. Ternyata tidak hanya ahli agama yang menjalankan Mukti.
Contohnya mengumpulkan sampah plastik yang digunakan untuk bank sampah. Ada individu yang sebagai penggerak aksi sosial, pengurus temnpat ibadah, dan ada warga yang ringan tangan membantu tetangga yang membutuhkan tenaga.
Paling tidak sebagai pribadi, tulisan ini menjadi pengingat diri bagi penulis bagaimana hidup kita tak semata-mata untuk mencari "Mulyo/Kaya" tetapi "Mukti/Berarti."
"Orang Mukti dalam pengertian Jawa bukanlah orang yang mencari / mengejar surga, mereka orang yang terpilih masuk surga"
--
Salam hangat Blogger Udik dari Cikeas - Andri Mastiyanto
Instagram I Twitter I Email: [email protected]
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.