Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhamad Arfan Septiawan

Menelusuri Efek Berantai BSI: Memulihkan UMKM Hingga Mengerek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Bisnis | Sunday, 23 May 2021, 08:02 WIB
Logo PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk / Dok Kementerian BUMN

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memikul beban berat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini tampak dari kontribusi UMKM terhadap Pendapat Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang mencapai 60% pada 2019.

Tulang punggung perekonomian Indonesia ini, secara ironis, ambruk pada 2020. Pandemi COVID-19 yang berimplikasi terhadap pembatasan mobilitas membuat banyak pelaku UMKM kewalahan mengatur arus kas (cash flow) hingga penurunan omzet pada tahun lalu. Data Asosiasi UMKM Indonesia menyebut kontribusi terhadap PDB mengalami penurunan 25% menjadi hanya 37,3% year on year (yoy) pada 2020.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan krisis Finansial Asia 1997-1998 di mana UMKM berhasil mengambil celah keuntungan di kondisi tersebut. Menurut riset Pusat Analisis Sosial AKATIGA, UMKM Indonesia, terutama yang sudah berorientasi ekspor, justru mengalami peningkatan pada krisis Finansial 1997-1998 lalu.

Di masa ini, UMKM tidak berdaya setelah dihantam pandemi COVID-19. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan sebanyak 85% pendapatan pelaku Usaha Mikro dan Kecil anjlok pada 2020. Bagai efek domino, ekonomi Indonesia pun langsung terkontraksi hingga 2,07% yoy pada tahun lalu.

Padahal, pemerintah sebetulnya tengah mendongkrak jumlah pelaku UMKM untuk mengerek pertumbuhan ekonomi dengan coba meningkatkan aspek permodalan di perbankan. Apa boleh buat, pandemi COVID-19 membuat arus kredit permodalan seret, tidak sedikit UMKM yang gulung tikar akibat pandemi COVID-19.

Industri Keuangan Syariah Dilirik UMKM

Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pun mengeluarkan jurus baru mengungkit aspek permodalan UMKM.

Tiga perbankan pelat merah, meliputi PT Bank Mandiri Syariah (Persero), PT Bank BNI Syariah (Persero), dan PT Bank BRI Syariah (Persero) Tbk melakukan manuver besar dengan bertransformasi menjadi PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk atau BSI.

Direktur Utama BSI Herry Gunadi mengungkapkan perbankan syariah terbesar di Indonesia ini memiliki fokus segmen di kelas menengah ke bawah.. Menurut Herry, BSI mesti sejalan dengan visi industri keuangan syariah yang berorientasi ekonomi ummat, termasuk para pelaku UMKM.

BSI memang punya cakupan luas untuk menjangkau lebih banyak pelaku UMKM di Indonesia. Sejak resmi merger pada Februari 2021, BSI langsung melesat ke kategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) III dengan modal inti Rp22,6 triliun.

Selain itu, BSI memiliki total aset Rp240 triliun. Tidak hanya itu, lembaga pemeringkat kredit internasional Fitch Rating memberikan peringkat A+ yang berarti kualitas kredit BSI sudah masuk kategori tinggi (high credit quality).

Sejumlah indikator itu membuat BSI punya kemampuan tinggi mengangkat rasio kredit UMKM di Indonesia yang masih rendah. Pasalnya, Kementerian Koperasi dan UKM mencatat rasio kredit UMKM Indonesia baru mencapai 19,7%. Angka itu masih jauh lebih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia (50%), Thailand (51%), Jepang (66%), hingga Korea Selatan (82%).

BSI punya keuntungan tambahan dibandingkan perbankan konvensional dalam menyasar UMKM. Seperti diketahui, Indonesia memiliki 227 juta orang penduduk muslim atau setara 87% dari populasi.

Selain itu, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menyebut prinsip keuangan syariah memiliki prinsip keterampilan yang tinggi sehingga lebih mudah diakses oleh UMKM. Menurut Destry, prinsip keuangan syariah bahkan telah dilirik oleh berbagai negara yang mayoritas penduduknya non-muslim.

Langsung Moncer

Sejumlah indikator itu terbukti di lapangan bisa mengangkat aspek permodalan UMKM. BSI melaporkan pertumbuhan pembiayaan mikro pada kuartal I-2021 melesat 116% yoy. Penyaluran itu setara dengan Rp2,32 triliun.

Perusahaan pelat merah ini menjadi entitas utama yang mengungkit industri keuangan syariah di Indonesia.Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut 69% total aset perbankan syariah berasal dari BSI.

Di sisi lain, pertumbuhan aset perbankan syariah memang tengah melaju kencang sejak tahun lalu. Pertumbuhan aset perbankan syariah pada 2020 mencapai 10,9% yoy atau lebih tinggi dibandingkan bank umum konvensional yang hanya 7,7%.

Kemampuan BSI menjangkau pelaku UMKM punya implikasi positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Riset bertajuk BRI Microfinance Outlook 2021: Adapting Through Innovation & Synergy mengungkapkan pulihnya UMKM menjadi pemcu utama ekonomi Indonesia berada di zona positif mulai kuartal II-2021.

Pemulihan UMKM itu ditopang oleh daya beli masyarakat yang mulai merangkak naik pada tahun ini. Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) yang menembus 101,5 atau masuk zona optimis pada April 2021. Kombinasi membaiknya akses permodalan UMKM melalui BSI dan masyarakat yang sudah mau konsumsi dapat mengeskalasi pemulihan ekonomi Indonesia.

Menopang Masyarakat Ekonomi Lemah

Efek berantai BSI tidak hanya bisa dirasakan pelaku UMKM. Lebih dari itu, perbankan syariah terbesar kedua di Asia Tenggara ini bisa menopang kesejahteraan masyarakat miskin di Indonesia.

Potensi itu datang karena BSI dan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) bisa mengkonsolidasikan adanya penerimaan zakat yang optimal. Potensi zakat di Indonesia sendiri ditaksir bisa mencapai Rp300 triliun pada 2021. Potensi tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp233,84 triliun.

Menguatnya potensi zakat di Indonesia tidak terlepas dari adanya entitas BSI yang bisa mengkonsolidasikan penerimaan zakat. Dana zakat yang terhimpun di BSI, memungkinkan adanya integrasi dan optimalisasi zakat yang berguna untuk membantu perekonomian ummat.

Mendorong BSI Naik Kelas

Meski BSI sudah menunjukan taringnya dalam mendongkrak perekonomian Indonesia, bukan berarti pengembangan perusahaan pelat merah ini harus berhenti. Di level regional, BSI masih tertinggal dari segi pengelolaan aset dari CIMB Islamic Bank Malaysia. Bank asal Negeri Jiran itu tercatat sudah mengelola aset hingga US$26 miliar atau setara Rp373,56 triliun (asumsi kurs Rp14.367 per dolar Amerika Serikat).

Upaya naik kelas BSI bisa ditempuh dengan mengoptimalisasi penggunaan layanan digitalnya. Layanan digital merupakan keharusan di tengah penetrasi telepon pintar yang semakin masif di Indonesia. Seperti diketahui, riset Statita pada 2020 menyebut pengguna telepon pintar di Indonesia telah mencapai 89% dari total populasi.

Selain itu, layanan digital yang optimal berpotensi membuat BSI dilirik oleh penduduk non-muslim sekaligus. Hal ini juga sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo yang menegaskan layanan BSI harus mudah diakses dan universal bagi seluruh masyarakat Indonesia.

#retizencompetition

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image