Tentang Merasa Sendirian dan Kesehatan Mental
Gaya Hidup | 2021-05-20 20:21:40Semenjak sekolah dasar, kita sudah diajarkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial. Makhluk sosial yang mana manusia tidak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Namun bagaimana jadinya kalau seorang manusia berada pada titik merasa sendirian? dimana hal tersebut sangat mungkin dirasakan ataupun dialami setiap orang.
Rasa merasa sendiri ini bisa muncul dari depresi yang sedang dialami. Depresi merupakan kata yang sangat banyak digunakan masyarakat sekarang, terutama di media sosial. Menurut Dr. Namora Lumongga Lubis dalam bukunya Depresi: Tujuan Psikologis, menyebutkan bahwa depresi merupakan gangguan mental yang berawal dari stres yang tidak teratasi lalu berujung pada depresi.
Depresi dapat mempengaruhi beberapa sektor kehidupan manusia, antara lain motivasi, emosi, dan juga semangat hidup. Poin terakhir merupakan salah satu yang berbahaya, karena ditakutkan bisa memunculkan kecendrungan untuk mengakhiri hidup.
Merasa sendirian tadi ditambah tidak ada dukungan dari orang disekitar tadi dapat menjadi salah satu pemicu memburuknya depresi. Anisya Legipermatasari, seorang perawat yang pernah menangani pasien Orang Dengan Gangguan Jiwa menceritakan hal yang sama. Legi mengatakan bahwa depresi dapat memburuk jika tidak terdapatnya dukungan dari orang-orang disekitar.
Pentingnya Pengetahuan Kesehatan Mental dan Dampaknya
Dina (bukan nama sebenarnya) seorang penyintas bunuh diri menuturkan cerita mencoba bunuh diri. Dikutip dari BBC News, Dina bercerita bahwa hal itu terjadi dimasa ia kuliah, dimana Dina merasa sendirian dan tidak mendapatkan dukungan dari lingkungan sekitarnya.
Stigma dan pengetahuan di lingkungan keluarga dan masyarakat tentang bantuan profesional mental yang masih tabu, dianggap gila atau kurang iman menjadi alasan Dina tidak menceritakan kondisinya. Namun pada akhirnya ia tersadar untuk mencari bantuan profesional setelah percobaan bunuh dirinya gagal.
Bukan hanya Dina, menurut Global School-Based Health Survey ditahun 2015, sebanyak 4,4% remaja pria melakukan percobaan bunuh diri, sedangkan untuk remaja putri sebanyak 3,4%.
Legi juga mengatakan hal yang sama dengan yang diceritakan Dina. Depresi yang telat menerima penangan dapat berdampak buruk kepada kesehatan mental. Namun disatu sisi, pengetahuan masyarakat seputar kesehatan mental masih rendah, sehingga jika mencari bantuan profesional sering kali menerima cap gila dari masyarakat.
Membantu Menjaga Kesehatan Mental Orang Disekitar
Kepada BBC, Benny Perwira selaku psikolog dan pendiri Into the Light yang merupakan komunitas pencegah bunuh diri mengatakan bahwa gangguan jiwa dapat meningkatkan pemikiran bunuh diri berkali-kali lipat. Walaupun pemikiran bunuh diri juga dapat muncul tanpa pemicu depresi ataupun gangguan jiwa.
Ia menambahkan peran orang disekitar menjadi sangat penting untuk menjaga kesehatan mental. Dukungan keluarga, lingkungan sosial bisa sangat berdampak signifikan untuk mencegah orang merencakan tindakan bunuh diri.
Jika kita melihat ke website Into the Light, kita juga dapat melakukan pertolongan kepada diri kita sendiri disaat muncul pikiran bunuh diri. Hal paling penting tentu menghubungi profesional untuk mendapatkan pertolongan yang tepat, namun juga terdapat beberapa cara yang dapat kita lakukan.
Self-care menjadi cara pertama. Merawat diri sendiri, melakukan hal yang kita anggap menyenangkan dapat menjaga keseimbangan pikiran serta jiwa, ditambah menjaga kesehatan fisik dan pengendalian emosi. Selain self-care, melakukan kegiatan fisik dan relaksasi dapat menjadi pilihan untuk merawat kesehatan mental.
Setelah mengetahui bagaimana menyelamatkan diri sendiri, kita juga dapat membantu orang di sekitar kita. Jika ada teman atau keluarga yang memiliki kencendrungan depresi atau bahkan bunuh diri, segera arahkan untuk mendapatkan bantuan profesional dan terus damping. Mengajak orang-orang untuk menjalankan self-care, kegiatan fisik, serta relaksasi juga dapat menjadi langkah untuk menjaga kesehatan mental kita dan orang di sekitar kita.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.