Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Irsyad Hambali

Ada Cerita antara Aku, Bank Syariah, dan Sebuah Harapan Besar

Bisnis | Wednesday, 19 May 2021, 09:40 WIB

Ketika SMA dulu, nama bank syariah masih asing di telinga saya dan uang pun masih saya simpan di bank konvensional. Waktu itu pengetahuan saya tentang bank syariah masih awam, bagi saya semua bank itu sama, tidak ada bedanya antara bank konvensional dan bank syariah, sampai akhirnya suatu saat bank syariah menjadi sesuatu yang saya pelajari setiap hari.

Setelah lulus SMA saya melanjutkan studi ke perguruan tinggi, dan atas kuasa Allah SWT saya diterima di jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, sebuah jurusan yang mempelajari seluk beluk bank syariah. Keterbatasan ekonomi keluarga, membuat orangtua saya harus meminjam uang terlebih dahulu untuk membayar uang kuliah semester pertama, dengan harapan ketika sudah masuk kuliah saya bisa mendapatkan beasiswa. Atas berkat rahmat Allah SWT, saya pun menerima salah satu beasiswa dari pemerintah yang membiayai perkuiahan saya mulai dari biaya hidup sampai uang semester. Ketika awal kuliah saya masih menggunakan tabungan bank konvensional sampai ketika saya mendapatkan beasiswa, dimana pihak beasiswa menyalurkan dana beasiswanya melalui salah satu bank syariah BUMN, yaitu bank Syariah Mandiri yang mana waktu itu belum melakukan merger dengan bank syariah BUMN lainnya, mulai saat itu saya berhenti menyimpan uang di bank konvensional dan berhijrah ke bank syariah. Berdasarkan pengalaman saya menggunakan produk tabungan wadiah bank syariah selama dua tahun terakhir, menurut saya produk bank syariah tidak kalah bagus dengan produk bank konvensional, bahkan bisa dikatakan bank syariah lebih baik karena sesuai dengan syariat Islam yang adil dan amanah.

Duduk di bangku kuliah perbankan syariah selama dua tahun terakhir, membuat saya mempelajari banyak hal tentang bank syariah mulai dari manajemen SDM, pemasaran, akuntansi sampai manajemen resiko bank syariah. Di bangku kuliah juga saya tahu bahwa market share bank syariah masih kecil, hanya 6,48%, sangat jauh bila dibandingkan dengan bank konvensional. Namun hal tersebut tidak membuat saya pesimis, tapi justru sebaliknya, dengan melihat jumlah muslim terbesar di dunia yang ada di Indonesia, serta inklusi dan literasi keungan syariah yang terus meningkat, saya mempunyai harapan besar bahwa perbankan syariah di Indonesia akan terus berkembang dan maju, bahkan bisa memimpin peringkat bank syariah dunia khususnya dan memimpin peringkat ekonomi syariah dunia umumnya. Harapan besar tersebut bukan hanya mimpi semata, buktinya hasil survey menunjukan kinerja bank syariah lebih baik dari bank konvensional di tengah pandemi Covid-19 saat ini.

Harapan saya akan masa depan bank syariah yang lebih gemilang semakin besar, ketika ada sejarah baru di industri perbankan syariah di Indonesia, yaitu adanya konsolidasi atau merger antara 3 bank syariah BUMN yaitu bank Syariah Mandiri , bank BNI Syariah, dan bank BRI syariah yang melahirkan bank syariah raksasa bernama Bank Syariah Idonesia (BSI), dengan aset total 240 trilun yang menjadikan BSI menduduki peringkat bank terbesar ke-7 di Indonesia berdasarkan total aset.

Selain harapan besar untuk bank syariah, saya juga mempunyai harapan besar untuk diri saya nanti, yaitu bisa bekerja di Bank Sayariah Indonesia untuk ikut andil memajukan industri perbankan syariah di Indonesia, agar kebaikan ekonomi syariah dapat dirasakan oleh semua orang baik muslim atau nonmuslim karena sejatinya Islam adalah agama yang rahmatan lil alamiin.

Itulah cerita pengalaman saya dengan bank syariah yang akan terus berlanjut hingga harapan besar saya bisa terwujud dengan izin Allah SWT. Aamiin.

#retizencompetition

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image