Ancaman Politik Identitas dalam Konstelasi Pemilu
Politik | 2022-04-17 18:02:41Pemilu diselenggarakan sebagai bentuk pemenuhan hak-hak politik warga negara yang dijamin oleh undang-undang. Merupakan agenda penting yang ditunggu-tunggu oleh setiap warga negara, karena suatu momentum untuk merubah tatanan kehidupan kebangsaan. Didalam pelaksanaan pemilu, warga negara mempunyai kesempatan untuk berperan aktif serta menjadi bagian dari proses demokrasi.
Akan tetapi, ruang kebebasan tersebut kerap dipolitisasi oleh elite-elite politik atas dasar identitas di masyarakat. Hal ini berpeluang melemahnya nilai-nilai demokrasi serta mengarah pada perpecahan yang menimbulkan terbentuknya instabilitas politik. Pada dasarnya politik identitas merupakan identitas yang dipolitisasi melalui pendekatan dan interpretasi, yang bertujuan untuk mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa sama, baik secara ras, etnis, agama, ataupun elemen yang lain.
Etnis dan agama adalah bagian dari identitas yang seringkali menjadi alat untuk dipolitisasi oleh sekelompok orang untuk kepentingannya. Di Indonesia, sebuah negara yang menempatkan urusan agama sebagai bagian dari urusan negara, agama seringkali menjadi sumber kekuatan dalam melaksanakan tekanan-tekanan terhadap kelompok berbeda.
Terlebih, fenomena terbentuknya politisasi identitas berbasis agama dan etnis terus menguat menjelang pemilu di Indonesia. Isu-isu yang berkaitan dengan etnis, agama, ataupun ideologi semakin gempar digunakan oleh sebagian elite politik untuk membangun citra negatif lawan-lawan politiknya. Kubu-kubu pendukung kandidat silih membentuk poros untuk melawan satu sama lain melalui identitas yang melekat pada karakter personal kandidat yang kemudian diteruskan pada aktor-aktor politik yang lain.
maraknya pertumbuhan politik identitas dalam pemilu di Indonesia sepatutnya diperhatikan lebih dalam, sebab praktik tersebut bisa berpotensi mengarah pada akibat yang bertentangan dengan tujuan demokrasi. Bila dibiarkan akan terus tumbuh serta berefek pada keretakan sosial di masyarakat dan akan berdampak panjang bagi kehidupan sosial. Tidak hanya itu, buruknya pendidikan politik dari para elite, kengototan mempertahankan nilai-nilai kebenaran versi sendiri, kian memperparah jarak sosial antar masyarakat serta menimbulkan golongan masyarakat fanatik baru.
Namun, keadaan semacam ini seolah-olah dipelihara oleh elite-elite politik agar tetap menjadi opini publik. Elite politik cenerung abai untuk mengarahkan bagaimana seharusnya berkompetensi secara baik dan elegan. Para elite politik sepatutnya lebih berfokus kepada narasi poitik sehat yang mempersatukan dan mendamaikan para pendukungnya dengan mengedepankan rasionalitas bukan emosionalitas maupun kepentingan kelompok agama tertentu.
Bahkan, elite-elite politik seharusnya lebih mengedepankan isu-isu nasional yang membangun secara progresif dan substantif terhadap narasi-narasi politiknya. Tidak hanya itu, masyarakat Indonesia juga harus mulai mampu berfikir rasional dan kritis, lebih aware terhadap isu-isu politik dan agama yang cenderung dimanipulasi oleh elite-elite politik.
Oleh: Nisa Anggraeni
Mahasiswa Ilmu Politik FISIP UMJ
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.