Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fitrianto

Merger Bank Syariah Indonesia

Bisnis | Monday, 10 May 2021, 13:30 WIB

Awal tahun 2021 tepatnya pada 1 Februari 2021 menjadi babak baru bagi sektor perbankan syariah di Indonesia. Meski masih berada di tengah pandemi Covid 19 yang belum usai, tidak menyurutkan langkah sektor perbankan syariah Indonesia untuk terus melaju. Tiga Bank Umum Syariah (BUS) membuat kesepakatan untuk bergabung menjadi satu (merger). Ketiga bank tersebut adalah Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI Syariah (BNIS) dan BRI Syariah (BRIS). Hasil merger membentuk Bank Syariah Indonesia, Tbk (BSI) yang diharapkan menjadi Bank Syariah terbesar di Indonesia. Dengan status sebagai bank syariah milik negara (BUMN), BSI diharapkan ke depannya dapat masuk ke dalam 10 bank syariah terbesar di dunia.

Sumber: Infobanknews.com

Wacana penggabungan bank syariah di Indonesia dengan status sebagai BUMN sebenarnya sudah cukup lama bergulir sejak tahun 2014 hingga 2015. Salah satu alasan penggabungan (merger) bank syariah ini adalah menjamurnya pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia dan keinginan Indonesia masuk dalam Top 10 bank syariah terbesar dunia. Berdasarkan laporan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perbankan syariah Indonesia mencatatkan total asset senilai Rp. 561,8 T per September 2020. Ini merupakan jumlah yang sangat besar. Namun, jumlah sebesar itu merupakan akumulasi aset dari puluhan bank syariah yang berstatus Bank Umum Syariah (BUS) maupun Unit Usaha Syariah (UUS). Sampai akhir 2020, Indonesia belum memiliki satu bank syariah yang besar. Pada akhirnya setalah melalui jalan panjang dan berbagai pertimbangan dan masukan dari pemerintah maupun pihak terkait lain, per 1 Februari 2021 diresmikanlah Bank Syariah Indonesia, Tbk (BSI) hasil merger oleh Presiden Joko Widodo.

Merger bank syariah ini memiliki makna yang sangat penting bagi negara kita, mengingat hingga akhir 2020 Indonesia belum memiliki bank syariah yang besar apabila dilihat dari sisi asset. Menurut menteri BUMN Erick Tohir, tujuan dari merger bank syariah antara BSM, BNIS dan BRIS adalah menjadi satu bank syariah yang besar. Dengan mimiliki bank syariah terbesar di Indonesia, harapannya adalah Indonesia dapat menjadi pusat keuangan syariah di dunia ke depan. Berdasarakan laporan The Asian Banker, pada 2020 lalu bank syariah terbesar di dunia masih dikuasai oleh negara-negara di kawasan Timur Tengah (Arab Saudi, UAE, Kuwait, Qatar dan Bahrain). Satu-satunya negara di luar kawasan Timur Tengah yang menempati Top 10 bank syariah terbesar di dunia adalah Malaysia dengan menempati posisi 4 (Maybank Islamic) dengan total aset USD 57, 951 M dan posisi 10 (CIMB Islamic Bank) dengan total aset USD 26, 068 M. Sementara posisi pertama diduduki oleh Arab Saudi (Al Rajhi Bank) dengan total aset USD 111,338 M.

Hadirnya Bank Syariah Indonesia,Tbk (BSI), sebagai bank syariah terbesar di Indonesia diharapkan akan semakin meramaikan persaingan keuangan syariah global mengingat saat ini Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Lebih jauh ke depan, dengan penyatuan bank syariah melalui merger akan semakin memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat keuangan syariah di dunia. Bukan hal yang mustahil Indonesia bakal menjadi pusat keuangan syariah, karena dengan merger total aset BSI saat ini (2021) menjadi Rp. 214,78 T. Kontribusi aset terbesar berasal dari BSM sebesar Rp. 114,4 T, kemudian disusul oleh BNIS sebesar Rp. 50,78 T dan terakhir BRIS sebesar Rp. 49,6 T.

Arti Penting Merger Bank Syariah Indonesia

Berbagai masalah yang dihadapi bank syariah terutama dari segi jumlah aset, mendorong Menteri BUMN Erick Tohir membuat gebrakan baru yang sudah lama dinantikan yaitu merger bank syariah. Merger bank syariah ini merupakan salah satu langkah cita cita Indonesia untuk menjadi pusat keuangan syariah dunia. Tidak tanggung-tanggung, tiga bank syariah papan atas dilebur menjadi satu (BSM, BNIS, BRIS) yang menjadi Bank Syariah Indonesia, Tbk (BSI) berstatus milik negara (BUMN). Merger bank syariah ini memliki peranan yang sangat penting, diantaranya; Pertama, dengan merger bank syariah diharapkan akan mengatasi kendala modal yang dihadapi bank syariah selama ini, yaitu aset yang masih kecil. Penggabungan (merger) dari ketiga bank syariah akan meningkatkan jumlah aset BSI (Rp. 214, 78 T saat ini dan diperkirakan terus meningkat) sekaligus menjadi bank dengan kriteria BUKU IV yang dapat bersaing dengan bank konvensional di dalam negeri. Selain itu, dengan meningkatnya jumlah aset akan semakin membuat percaya diri BSI untuk masuk dalam Top 10 bank syariah terbesar dunia.

Kedua, lahirnya BSI dari hasil merger juga akan semakin memperkuat posisi BSI dalam melakukan perluasan pelayanan ke seluruh lapisan masyarakat baik dari segi pendanaan maupun pembiayaan. Ketiga, merger bank syariah juga akan lebih menyederhanakan jumlah bank syariah di Indonesia. Ini sangat penting karena masyarakat sebelumnya terkesan bingung mau memilih bank syariah dikarenakan jumlahnya yang begitu banyak. Keempat, pengaruh merger bank syariah berdampak pada meningkatnya transaksi di pasar saham syariah. Bank hasil merger yang menjadi BSI akan melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode BRIS sebagai survivor entity yang mana BRI Syariah sebelum merger merupakan satu-satunnya bank yang sudah melantai di BEI. Dengan adanya bank syariah terbesar yang melantai di BEI, diharapkan semakin tumbuh sektor keuangan syariah di Indonesia.

Keempat, BSI sebagai bank hasil merger dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat untuk beralih ke keuangan syariah. Masyarakat akan semakin percaya dan merasa aman kepada BSI karena milik negara. Selain itu, promosi mengenai keuangan syariah serta halal life style di masyarakat melalui iklan maupun media sosial secara masif akan semakin menjadikan BSI sebagai bank syariah terdepan pilihan masyarakat yang tersebar dari Sabang hingga Merauke.

#retizencompetition

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image