Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image publik histori_indonesia

Space Force Republik Indonesia

Info Terkini | 2021-05-09 17:47:30

Hubungan sister cities antara Jakarta -Moskow dan hubungan bilateral Indonesia Rusia semakin kokoh dengan berdirinya Patung Yuri Gagarin di Taman Mataram Jakarta pada tanggal 10 Maret 2021. Ia adalah Kosmonot Uni Soviet yang menjadi manusia pertama di ruang angkasa, Peresmian patung Yuri Gagarin ini menjadi pamungkas rangkaian kegiatan peringatan 70 Tahun hubungan bilateral Indonesia dengan Rusia. Kedekatan ini bisa terus dipupuk untuk menjajaki kemungkinan Transfer teknologi terkait antariksa atau yang sering disebut juga transfer of technology (TOT), adalah proses transfer (diseminasi) teknologi dari tempat asalnya ke distribusi yang lebih luas di antara lebih banyak orang dan tempat. TOT seringkali terjadi karena upaya bersama untuk berbagi keterampilan, pengetahuan, teknologi, metode manufaktur, sampel manufaktur, dan fasilitas di antara pemerintah atau universitas dan lembaga lain untuk memastikan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat diakses oleh lebih banyak pengguna yang kemudian dapat lebih jauh. mengembangkan dan mengeksploitasi teknologi menjadi produk, proses, aplikasi, material, atau layanan baru. Ini terkait erat dengan (dan bisa dibilang dianggap sebagai bagian dari) transfer pengetahuan. Rusia dan Cina menjadi alternatif untuk TOT disaat Amerika yang belum mau terbuka tentang teknologi antariksa. Sikap Amerika seperti itu mendapat kritikan dari Rob Chambers dalam artikelnya.

Tapi saat Cina memperluas jumlah satelit militer dan sipilnya dan dengan demikian menimbulkan kewajiban yang ditanggung luar angkasa yang sama dengan AS, mengapa Cina juga tidak rentan terhadap serangan luar angkasa? seperti pendapat Johnson-Freese, negara-negara jelas tertarik untuk bekerja dengan Cina di luar angkasa, terlepas dari sikap Amerika. Karena itu, Amerika Serikat bisa terlibat dan mempertahankan kontrol melalui kepemimpinan atau mengawasi dari pinggir lapangan. Sudah waktunya bagi Amerika untuk beralih secara permanen dari ambisi hegemonik di luar angkasa, membongkar gagasan senjata berbasis ruang angkasa dan pengendalian ruang, dan sebaliknya beralih ke promosi kerja sama luar angkasa melalui proyek-proyek damai yang benar-benar dapat melayani umat manusia dan melestarikan warisan ruang angkasa sebagai a suaka. Kita tidak lagi memonopoli teknologi luar angkasa, dan keunggulan kita perlahan-lahan menghilang di ruang komersial. Jika Washington menghindari retorika yang menghasut dan menunjukkan kesediaan yang tulus untuk mengantarkan era baru kerja sama luar angkasa, berhati-hati dalam membangun mekanisme verifikasi dan kepatuhan yang memadai, seluruh dunia akan mengikuti jejak kita. Demi kepentingan kita sendiri dan keamanan jangka panjang, duduk di pinggir bukanlah suatu pilihan.

Antariksa Kekinian.

Di era Presiden Joko Widodo, Peraturan Presiden No. 45 Tahun 2017 tentang Rencana Induk Penyelenggaraan Keantariksaan Tahun 2016-2040 (Rencana Induk Penyelenggaraan Keantariksaan Tahun 2016-2040) diterbitkan. Peraturan visioner ini menetapkan 2 target besar pada tahun 2040, yaitu 1) Indonesia harus memiliki kemampuan untuk melayani layanan peluncuran dalam dan luar negeri hingga Low Earth Orbit (LEO) dengan menggunakan roket orbit satelitnya sendiri dari stasiun peluncuran atau stasiun luar angkasa di Wilayah Indonesia. 2) Indonesia harus mampu menyediakan layanan komunikasi satelit melalui satelit komunikasi nasional.

Dari dua target besar dan visioner ini kita dapat melihat bahwa program luar angkasa / industri luar angkasa Indonesia terutama ditujukan untuk tujuan damai dan untuk memfasilitasi kebutuhan negara lain juga (Soft Power). Sasaran terpentingnya, Pemerintah Indonesia menargetkan Indonesia pasti sudah tergabung dalam klub elite antariksa negara di tahun 2040 dengan bisa meluncurkan roketnya sendiri ke LEO (sekitar ketinggian 2.000 km) dari stasiun antariksa sendiri di darat. Meski ilmuwan LAPAN sudah memiliki kemampuan untuk membangun satelit, kemampuan membuat roket harus ditingkatkan. Oleh karena itu, untuk mencapai target masuknya Indonesia ke dalam klub elite antariksa bangsa, saat ini LAPAN sedang gencar mengupayakan kerjasama dengan negara-negara yang memiliki teknologi tinggi dirgantara. Namun saat ini hanya China dan Rusia yang terbuka untuk Indonesia, sedangkan Amerika Serikat dan India masih belum terbuka untuk berbagi ilmu tentang teknologi dirgantara.

Space Force.

Di bulan suci Ramadhan 1442 H ini saya menemukan kajian yang menarik terkait Space Force yang dilakukan oleh saudara-saudara kita di Universitas Brawijaya. Penelitian ini dilakukan oleh Andre Roni Risli Panjaitan dan kawan-kawan dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini bertujuan untuk menganalisis status hukum dan implikasi dari pembentukan pasukan antariksa oleh Amerika Serikat yang dinamai Space Force. Penelitian ini diangkat karena banyaknya kekhawatiran para pihak terhadap adanya kemungkinan dominasi Amerika Serikat di wilayah yang tidak dapat disentuh oleh negara lain. Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa Pasukan antariksa Amerika Serikat, yaitu Space Force, sah dapat dibentuk dikarenakan dalam praktik atau kenyataannya/de-facto, prinsip Peaceful Purpose dalam Outer Space Trearty 1967 diartikan oleh berbagai negara sebagai tindakan yang non-aggressive, serta tidak adanya perjanjian internasional yang dapat diartikan melarang atas tindakan memiliterisasi antariksa atau pembentukan suatu pasukan khusus yang beroperasi di antariksa. Keabsahan Space Force menimbulkan implikasi hukum dimana Space Force sebagai pasukan antariksa dapat bebas melakukan operasi militer pasif di antariksa serta boleh mengembangkan teknologi antariksa yang dapat mendukung operasi militer-nya,serta selalu menaati hukum dan prinsip hukum internasional, baik hukum dan prinsip umum, maupun khusus yang mengatur kegiatan di antariksa.

Di bulan suci Ramadhan ini, semoga dengan adanya Patung Gagarin di Jakarta, mejadi trigger untuk upaya alih teknologi terkait antariksa dengan Rusia dan Space Force baik dengan Rusia maupun negara lainnya. Terbesit kapan negara kita bisa masuk ke dalam klub Elite Antariksa bangsa-bangsa (The Elite Space Club Nations) dan mempunyai Space Force seperti negara lainnya.

Sumber: Murdi Primbani (INDONESIAS SPACE PROGRAM: BUILDING A NEW SOFT POWER,2019). Andre Roni Riski Panjaitan dkk (Status Hukum Pembentukan Pasukan Antariksa (Space Force) Oleh Amerika Serikat Berdasarkan Prinsip-Prinsip Dalam The Outer Space Treaty 1967)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image