Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image RENI MARLINA

Peranan Pesantren Dalam Memajukan Perbankan Syariah di Indonesia

Eduaksi | Sunday, 09 May 2021, 14:29 WIB
sumber: republika.co.id

Perbankan syariah di Indonesia berkembang pesat dari tahun ke tahun terutama sejak terbit dasar-dasar hukum operasional tentang perbankan syariah. Pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang perbankan syariah yang masih kurang menjadi salah satu PR kita semua. Edukasi harus terus dilakukan sehingga masyarakat yang tadinya tidak memiliki minat terhadap perbankan syariah lambat laun mulai tertarik.

Pentingnya kesadaran masyarakat sebenarnya sudah mulai disadari stakeholders perbankan dan keuangan syariah di tanah air. Salah satu lembaga/instansi pendidikan yang berpotensi besar dalam memajukan perbankan syariah yaitu pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan salah satu unsur strategis dalam tatanan masyarakat.

Pesantren merupakan institusi pendidikan Islam tradisional yang didirikan oleh perorangan, yakni kyai. Pesantren akhir-akhir ini masuk atau bahkan menjadi model pendidikan alternatif di tengah pengapnya sistem dan model pendidikan Indonesia yang selalu menuai kritik. Artinya, pesantren kini bukan lagi sebatas menjadi identitas kelompok tertentu, melainkan menjadi milik umat Islam semuanya.

Popularitas pesantren juga dibarengi oleh terbitnya buku-buku yang membahas tentang pondok pesantren. Tidak saja ditulis oleh para ahli Indonesia, melainkan juga para penulis dan peneliti asing. Tidak keliru bila pesantren diidentifikasi sebagai institusi pendidikan Islam yang memiliki kekuatan yang tangguh. Santri merupakan salah satu unsur pesantren yang potensial untuk pengembangan keuangan syariah. Hal ini ditandai dengan jumlah pesantren di Indonesia sampai saat ini sudah mencapai 28 ribu pesantren dengan 18 juta santri di seluruh Indonesia.

Berdasar pada undang-undang no 18 tahun 2019 tentang pesantren yang menyebutkan ada tiga posisi strategis pesantren yaitu sebagai lembaga pendidikan, lembaga dakwah dan lembaga pemberdayaan masyarakat. Dari tiga posisi strategis ini berpeluang besar dalam pengembangan produk-produk bank syariah.

Pertama, sebagai lembaga pendidikan pesantren bukan hanya wajib paham tentang agama saja, namun juga dalam rangka meningkatkan literasi keuangan syariah atau produk-produk bank syariah. Salah satunya adalah larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi, melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan sistem ekonomi syariah yang halal sehingga para santri yang berada di pesantren yang jumlahnya sangat besar ini dapat membedakan transaksi-transaksi yang dilarang dan diperbolehkan, khususnya dapat membedakan perbankan konvensional dan perbankan syariah.

Kedua, sebagai lembaga dakwah. Pesantren yang lekat dengan kalangan masyarakat tentu akan lebih mudah dalam melakukan sosialisasi ekonomi syariah atau produk-produk bank syariah. Beberapa kalangan masyarakat masih mempertanyakan perbedaan antara bank syariah dengan konvensional. Bahkan ada sebagian masyarakat yang menganggap bank syariah hanya trik kamuflase untuk menggaet bisnis dari kalangan muslim segmen emosional. Sehingga perlu adanya kolaborasi atau regulate antara pakar ekonomi syariah dengan pesantren untuk senantiasa sosialisasi mengenai bank syariah ke pesantren karena pesantren merupakan target yang potensial yang melekat dengan kalangan masyarakat.

Ketiga, sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat tentu ini menjadi suatu hal yang potensial dalam memajukan perbankan syariah di Indonesia, kerja sama antara bank syariah dengan pesantren, khususnya dalam kegiatan pembayaran uang sekolah dan kegiatan transaksi lainnya. Kemudian dari sisi pembedayaan ekonomi kerakyatan melalui pesantren ini menjadi suatu hal yang sangat amat potensial dalam rangka melahirkan umkm-umkm berbasis pesantren.

Dengan demikian ketiga posisi strategis pesantren ini dapat dijadikan salah satu instansi yang berpeluang besar dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia. #retizencompetition

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image