Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yuli Saputri

Harga Kebutuhan Pokok Serba Naik, Lengkap Sudah Penderitaan Rakyat

Info Terkini | 2022-04-14 22:36:22

Bulan ramadhan ini emak-emak lagi dan lagi dikejutkan dengan naiknya harga-harga kebutuhan pokok. Jika beberapa waktu lalu hanya minyak goreng yang naik drastis, kali ini harga bumbu-bumbu dapur, telur, daging, dan sembako lain tak mau kalah juga. Bagi kalangan emak-emak naiknya harga kebutuhan pokok ini cukup membuat pusing dan gelisah.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, menjelang ramadhan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Maret 2022 mengalami inflasi sebesar 0,66 persen secara bulanan (month-to-month/mtm). Menurut BPS, inflasi Maret 2022 merupakan tertinggi sejak Mei 2019. Sedangkan secara tahunan, inflasi pada Maret 2022 mencapai 2,64 persen (year-on-year/yoy) dan secara tahun berjalan mencapai 1,20 persen (year-to-date/ytd)

Meski hampir setiap tahunnya, akan tetapi kenaikan harga-harga kebutuhan pokok ini bukanlah sesuatu yang wajar. Justru kenaikan yang terus-menerus dan berulang terjadi ini perlu menjadi perhatian serius negara. Pasalnya jangan sampai hal ini membawa dampak buruk ke depannya. Apalagi jika sudah mengancam stabilitas ekonomi. Daya beli masyarakat yang melemah, pergerakan ekonomi menurun dan akhirnya pendapatan juga menurun, jika dibiarkan terus-menerus maka tak mustahil akan seperti yang terjadi di Sri Lanka, yang mengalami kekacauan dan krisis ekonomi.

Tentu negara adalah pemeran utama yang paling bertanggung jawab akan hal ini. Negara lah yang harusnya peka terhadap setiap penderitaan yang dialami oleh rakyatnya. Bagi masyarakat menengah ke bawah, kenaikan harga-harga kebutuhan pokok ini semakin membuat kehidupan mereka yang susah makin terhimpit. Bukannya mengurangi angka kemiskinan, berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah akhir-akhir ini dalam masalah harga-harga kebutuhan pokok, harga BBM, kenaikan PPN, dll justru akan menambah tingkat kemiskinan. Apalagi sebuah lembaga yakni Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memprediksikan tingkat kemiskinan Indonesia pada 2022 berpotensi melonjak menjadi 10,81 persen atau setara 29,3 juta penduduk.

Tentu negara kapitalis akan merasa berat atau bahkan enggan untuk serius menangani hal ini. Berbeda dengan negara yang menggunakan sistem Islam. Dalam Islam penguasa menempatkan dirinya sebagai pelayan rakyat. "Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya" (HR. Muslim). Dengan begitu setiap penguasa akan mengoptimalkan dirinya dalam melayani umat.

Dalam sistem Islam kebutuhan-kebutuhan pokok akan dipastikan oleh negara dapat tersedia dengan mudah dan harga terjangkau. Secara teknis, Islam memiliki rangkaian aturan terkait dengan muamalah/aktivitas ekonomi, layaknya sistem ekonomi

1. Islam mengatur jenis kepemilikan, kepemilikan individu, umum dan negara, dengan aturan ini rakyat bisa punya kepemilikan pribadi tapi pada saat yang sama dibatasi, kepemilikan umum hanya boleh dikelola negara tidak untuk dimiliki pribadi atau swasta, dengan aturan ini memungkin negara punya pendapatan negara yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya dan kebutuhan-kebutuhan negara. Tanpa aturan kepemilikan Islam, pertumbuhan di sektor rill tidak akan berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat, yang ada sumber daya alam pun dikuasai oleh pemilik modal.

2. Islam juga mengatur bagaimana rakyat mengelola harta miliknya, Islam mendorong individu untuk mengembangkan harta miliknya, hanya diatur dengan cara-cara yang tidak membahayakan individu ataupun masyarakat. Negara pun menerapkan peraturan dengan hukum-hukum Allah untuk mengatur kegiatan ekonomi dan bisnis yang dijalankan oleh individu, sebagai upaya mencegah aktivitas ekonomi yang dzalim, tidak transparan dan menyengsarakan umat manusia.

3. Islam mempunyai aturan yang bisa menjaga distribusi harta yang merata, seperti aturan zakat ataupun larangan menimbun barang. Dalam menunaikan zakat ada manfaat besar yang dirasakan oleh kamu muslimin. Mempererat silaturahmi dan solidaritas dan juga menipiskan gap antara orang kaya dan miskin. Begitu juga dengan larangan menimbun barang, dalam larangan tersebut terdapat maslahat bagi masyarakat yang mana masyarakat akan tercegah dari kelangkaan barang dan kenaikan harga-harga barang.

Dengan mekanisme yang jelas seperti itulah maka kesejahteraan dan kemakmuran rakyat bukan hal yang mustahil dicapai oleh negara dalam sistem Islam. Wallahu'alam.

Yuli Saputri, Muslimah Jakarta

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image