Merebut Pasar Industri Makanan Halal Global
Bisnis | 2021-04-24 14:34:05Pasar makanan halal pada level global saat ini sedang booming alias meledak. Mengapa meledak?
Pertama, makanan halal menjadi bisnis dengan pertumbuhan paling cepat di dunia. Kedua, diperkirakan sebesar 17 persen makanan halal mengambil porsi pasar pangan global.
Selama 2018, perdagangan produk halal global telah mencapai 2,8 triliun dolar AS yang mayoritas sebesar 1,4 triliun bergulir di industri makanan minuman.
Di Indonesia, belanja produk makanan dan minuman halal mencapai 170,2 miliar dolar AS. Sektor ini merupakan yang terbesar dari industri halal.
Dari total itu dapat berkontribusi sekitar 3,3 miliar dolar AS dari ekspor Indonesia ke negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan negara-negara lainnya.
Tren ini menjadi peluang bisnis bagi negara-negara penghasil makanan, termasuk negara Muslim. Hanya saja, yang sukses merebut pasar makanan halal ini adalah produsen-produsen dari negara-negara dengan Muslim sebagai minoritas.
Delapan dari 10 pemasok daging halal global terbesar adalah negara-negara yang memiliki populasi Muslim yang relatif kecil. Sebut saja Brasil, Australia, India, dan Belanda.
Bahkan, Selandia Baru adalah pengekspor utama daging sapi halal. Negara-negara dengan mayoritas Muslim sangat bergantung dari daging halal Selandia Baru termasuk di Indonesia.
Namun kini, ada dua negara Muslim yang berlomba ingin masuk gelombang 10 besar produsen makanan halal global. Pertama, tetangga Indonesia, Malaysia.
Perusahaan-perusahaan di Malaysia dengan sokongan negara berusaha untuk mendapatkan bagian yang lebih besar dari pasar halal ini.
Perusahaan makanan Malaysia MyChef yang memasok makanan halal untuk Olimpiade Musim Panas 2020 di Jepang. Malaysia ingin menggunakan Olimpiade sebagai batu loncatan untuk mendorong ekspor halal.
Ahmad Husaini Hassan, direktur pelaksana MyChef, seperti dikutip Insider, mengatakan perusahaannya menawarkan komoditas makanan halal khususnya di Jepang.
Jepang menjadi pilihan Malaysia karena menjadi tuan rumah Olimpiade 2020 --meski kemudian diundur pada 2021.
Malaysia ingin memperkenalkan produk makanan halal kepada peserta dan pengunjung Olimpiade dari lebih 100 negara di dunia.
Ahmad berharap dapat menjual makanan halal kemasan melalui mesin penjual otomatis, supermarket, dan kios selama Olimpiade. Malaysia dipilih sebagai satu-satunya negara penyedia makanan halal selama Olimpiade di Jepang.
Selama Olimpiade dan sepanjang tahun ini, Jepang diperkirakan akan dikunjungi 40 juta turis dan 8 juta di antaranya adalah Muslim.
Malaysia tidak hanya berhenti usai Olimpiade, namun mereka ingin masuk dan merebut kue makanan halal lebih besar lagi. "Kita ingin menggunakan Olimpiade ini sebagai batu loncatan untuk meningkatkan ekspor halal," kata Ahmad.
Namun, wabah coronavirus menyebabkan Olimpiade ditunda. Mimpi Malaysia untuk bisa berkiprah lebih besar di industri makanan halal agak tertahan.
Negara Muslim lain yang serius memperebutkan kue makanan halal ini adalah Bosnia-Herzegovina, yang sekitar separuh lebih populasinya menganut Islam.
Negara di Eropa Tenggara itu menyelenggarakan pameran tiga hari yang didedikasikan untuk makanan halal di ibuko tanya, Sarajevo, pada setiap tahunnya. Ini merupakan upaya Bosnia untuk menangkap kerumunan Muslim lokal dan internasional.
Hamid Kurjakovic, pakar kualitas makanan Bosnia, mengatakan, "Selama 10 tahun terakhir, kami telah melihat peningkatan tamu dari Timur Tengah mengunjungi Bosnia-Herzegovina. Begitu banyak restoran sekarang termasuk menu makanan halal."
Bagi umat Islam, memiliki akses ke makanan halal tentu sangat penting. Dari total populasi 1,8 miliar Muslim dunia, sebagian mereka datang dan pergi ke banyak negara baik untuk bekerja, bisnis, sekolah, maupun wisata.
Spanyol Makin Serius Masuk Makanan Halal
Spanyol adalah satu negara di Eropa yang menyeriusi bisnis makanan halal. Selain keterkaitan sejarah dengan Islam, Spanyol menyadari keuntungan besar seiring perkembangan pasar halal dunia.
Saat ini, Spanyol berada di posisi ke-8 sebagai eksportir daging halal ke negara-negara mayoritas Muslim. Di bawah Spanyol ada Somalia dan Turki.
Direktur Umum Fundacion Agropolis de Cordoba Spanyol, Antonio Fernandez Ranchal, mengatakan produsen makanan halal di Spanyol kini melayani hampir dua juta konsumen.
Spanyol dalam pandangan Fernandez harus menjadi pelopor industri makanan halal di Eropa karena menjadi pintu gerbang strategis bagi perkembangan populasi Muslim Eropa.
"Spanyol harus ambil bagian dalam industri halal. Negara ini didukung industri pertanian yang kuat dan sejarah Islam dari masa keemasan Andalusia," paparnya kepada Bernama.
Kini, Spanyol tumbuh menjadi negara dengan swasembada pangan dengan infrastruktur dan industri pertanian paling maju di Eropa.
"Terlepas dari Islam di masa lampau Spanyol, kami kini memiliki semua jaringan pendukung, termasuk jaringan transportasi bagi industri ini," ungkap Fernandez.
Andalusia yang beribu kota Cordoba merupakan pusat pertanian Spanyol. Kota ini terletak tidak jauh dari Madrid dan dekat dengan Pelabuhan Malaga.
Spanyol memang menjadi salah satu negara produksi pangan untuk negara-negara di Eropa. Spanyol juga menjalin kerja sama yang baik dengan negara di Afrika Utara, seperti Maroko dan Aljazair serta Amerika Latin.
Posisi Indonesia pada Industri Makanan Halal
Industri sebetulnya ingin menjadi pemain utama di sektor makanan dan minuman halal. Pasalnya, ini merupakan sektor dengan potensi paling besar untuk dikembangkan.
Sektor ini memiliki pertumbuhan 8,67 persen, melebihi pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, sektor makanan dan minuman sudah memiliki infrastruktur manufaktur yang maksimal sehingga untuk pengembangannya cenderung lebih mudah.
Jika dibandingkan dengan sektor halal lainnya seperti fashion, makanan halal masih jauh lebih potensial sebagai net eksportir.
Apalagi, pasar konsumen global untuk sektor makanan halal sendiri menunjukkan proporsi yang besar. Belum lagi pasar di Indonesia.
State of Global Islamic 2018 menunjukkan, total konsumsi makanan halal global mencapai 817 miliar dolar AS. Indonesia mengambil persentase besar hingga 87 persen atau sekitar 170 miliar dolar AS.
Besarnya angka konsumsi makanan halal ini menjadi peluang sekaligus tantangan. Sebab, Indonesia belum masuk ke-10 besar produsen makanan halal.
Urgensi Indonesia sebagai produsen makanan halal kini terbilang tinggi. Salah satunya dikarenakan jumlah masyarakat Muslim dunia yang terus meningkat, yakni dari 1,84 miliar pada 2017 menjadi 2 miliar jiwa pada 2030.
Dengan potensi yang besar itu, tak heran negara-negara lain sangat gencar mengembangkan industri halalnya. Amerika, Jepang, Korea Selatan, hingga Israel pun ingin merebut kue lezat industri makanan halal global ini.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.