
Menjadi Pemimpin Industri Halal Dunia: Potensi dan Tantangan Indonesia
Ekonomi Syariah | 2025-03-15 12:34:05Halal menjadi sebuah keharusan bagi seorang muslim dalam mengkonsumsi sesuatu. Sehingga, permintaan akan produk dan layanan halal meningkat seiring tumbuhnya jumlah penduduk muslim di dunia. Hal ini tentulah menjadi peluang bagi produsen untuk meraih keuntungan. Saat ini industri halal global berkembang melalui berbagai sektor seperti sektor makanan, minuman, media, rekreasi, mode, finansial, kosmetik, farmasi, dan pariwisata. Sudahkah Indonesia mengambil peluang ini?
Indonesia menduduki peringkat ke-3 Global Islamic Economy Indicator, naik dari posisi keempat pada tahun sebelumnya. Perkembangan industri halal di Indonesia yang melatarbelakanginya. Industri halal sangat berperan penting dalam meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) terutama melalui ekspor produk halal. Hal ini menjadi potensi bagi Indonesia untuk bisa menjadi “pemain” dalam industri halal dunia. Tetapi, mampukah Indonesia memimpin industri halal secara global?
Potensi Indonesia dalam Industri Halal
Populasi Muslim di dunia berjumlah sekitar 23% konsumen global atau sekitar 1,8 milyar orang. Angka ini diperkirakan akan mencapai 2,2 milyar pada tahun 2030. Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbanyak memiliki potensi yang lebih besar dalam industri halal. Peluang besar ini perlu disambut baik produsen Indonesia untuk bisa menguasai pasar industri halal global.
Sektor Makanan Halal

Sektor makanan menjadi sektor yang memiliki potensi paling besar. Makanan halal menjadi kebutuhan dasar seorang Muslim. Dengan preferensi ini dan jumlah penduduk Muslim yang banyak, potensi begitu besar sudah ada di tangan Indonesia. Menurut laporan State of Global Islamic Economy tahun 2023, kebutuhan makanan halal di Indonesia mencapai 149,8 milyar USD. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai pasar makanan halal terbesar di dunia. Potensi besar ini disambut baik oleh asing sehingga Indonesia lebih banyak melakukan impor makanan halal.
Menurut laporan tersebut, negara eksportir makanan halal terbesar bukanlah negara berpenduduk mayoritas Muslim. Sangat disayangkan sektor ini belum dikuasai negara Muslim. Padahal di Indonesia sendiri segala sumber daya sudah tersedia, tinggal bagaimana negara bisa mengelolanya. Harus ada yang memulai untuk merebut kekuasaan sektor ini. Indonesia bisa mengambil kesempatan ini dengan menyediakan makanan halal kepada masyarakatnya sendiri sehingga juga berpengaruh positif terhadap perekonomian negara.
Dukungan pemerintah dalam mengembangkan sektor makanan halal menjadi suatu hal yang penting. Hal ini terwujud dalam pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal. BPJPH bertugas untuk memberikan keamanan dan kenyamanan atas kehalalan produk atau layanan kepada konsumen. Sehingga keranjang konsumsi konsumen Muslim bisa lebih besar dan terjamin kehalalannya.
Sektor Keuangan Syariah

Selain sektor makanan, potensi lainnya datang dari sektor keuangan syariah. Pertumbuhan keuangan syariah global sempat mengalami perlambatan akibat fluktuasi harga komoditas dan belum pulihnya rantai pasokan global akibat pandemi Covid-19 yang menyebabkan tingginya inflasi di berbagai negara. Meskipun melambat, pertumbuhannya masih positif. Ini dibuktikan dengan pertumbuhan aset keuangan syariah global sebesar 11% di tahun 2022. Hal ini menunjukkan kalau keuangan syariah bisa bertahan ditengah gempuran ketidakpastian ekonomi secara global.
Keuangan syariah di Indonesia sendiri terus mengalami perkembangan. Ini dibuktikan dengan Indonesia menempati posisi ke-3 untuk negara dengan industri keuangan syariah terbesar di dunia. Selain itu, Indonesia juga menempati posisi ke-4 sebagai negara paling maju dalam keuangan Islam menurut Islamic Finance Development Report 2024. Potensi ini perlu dikembangkan lebih lanjut agar Indonesia bisa memimpin industri halal.
Sektor Busana Muslim
Sektor busana muslim juga menawarkan potensi yang tinggi bagi perkembangan industri halal. Berbagai model busana muslim telah diproduksi desainer lokal untuk memenuhi kebutuhan busana yang sesuai syariat. Salah satu contohnya adalah karya desainer Dian Pelangi. Karyanya pernah dipamerkan di eksibisi internasional, seperti Contemporary Muslim Fashions di San Francisco. Pameran tersebut menunjukkan bahwa desain busana muslim Indonesia tidak hanya memenuhi kebutuhan lokal, tetapi juga memiliki daya saing di pasar global.
Sektor busana muslim Indonesia terus berkembang pesat dari tahun ke tahun. Namun, saat ini pasar global busana muslim masih didominasi oleh negara non muslim seperti Cina, yang memiliki kapasitas produksi masif dan harga yang lebih bersaing. Padahal, jika Indonesia dapat memanfaatkan potensi kreativitas desain lokal dan memenuhi kebutuhan pasar domestik, Indonesia berpeluang besar untuk menguasai industri halal global. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-3 dalam Modest Fashion GIE Indicator Ranking 2023, yang menunjukkan bahwa Indonesia memiliki daya tarik yang kuat di sektor ini.
Sektor Wisata Halal
Wisata halal memiliki prospek yang menjanjikan dalam kancah internasional. Sebagaimana laporan Global Travel Market Index (GTMI) 2019, diprediksi akan ada sekitar 230 juta wisatawan muslim pada tahun 2026 mendatang.
Pengembangan sektor ini memerlukan beberapa aspek utama diantaranya; ketersediaan makanan dan minuman halal, fasilitas beribadah yang memadai, kegiatan yang bebas dari aktivitas non halal, area rekreasi terpisah bagi perempuan dan laki-laki, serta penginapan yang sesuai aturan Islam.
Kementerian Pariwisata sudah memprioritaskan sektor ini sejak tahun 2015. Sehingga, konsep wisata halal ini sudah diterapkan di beberapa daerah di Indonesia seperti Aceh, Sumatra Barat, Lombok, Kepulauan Riau, dan Jakarta. Potensi ini perlu dikembangkan lagi agar bisa menarik lebih banyak wisatawan asing ke Indonesia.
Tantangan Indonesia dalam Industri Halal
Terlepas dari berbagai potensi yang dimiliki, pastilah ada tantangan yang harus dilewati. Berikut tantangan yang harus dilewati Indonesia untuk bisa menjadi pemimpin industri halal dunia:
Ketergantungan Bahan Baku Halal Impor
Dalam sektor makanan, produsen Indonesia masih bergantung pada bahan baku impor. Implikasi ini berakibat pada beberapa hal yang justru menghambat perkembangan industri halal Indonesia. Salah satunya adalah tingginya harga. Dalam membeli bahan baku impor, produsen bukan hanya membayar atas produk yang dibelinya saja, tetapi juga biaya pengirimannya. Hal ini menyebabkan besarnya biaya produksi dan berakibat kenaikan pada harga produk. Tingginya harga produk halal produksi Indonesia menimbulkan kekhawatiran saat bersaing dengan produk di pasar global.
Selain tingginya harga, penggunaan bahan baku impor akan mempersulit proses sertifikasi halal di BPJPH. Dengan bahan baku impor tersebut, Lembaga Pemeriksa Halal harus merunut rantai pasok sampai ke luar negeri. Hal ini tidak seefisien jika bahan bakunya berasal dari lokal.
Oleh karena itu, kita perlu bahu membahu mengolah sumber daya di Indonesia agar bahan baku yang digunakan produsen Indonesia sepenuhnya berasal dari lokal. Dengan harapan hasil produknya bisa dijual dengan harga bersaing di pasar internasional.
Kurangnya Kesadaran Masyarakat Indonesia Akan Produk Halal
Berbagai potensi memimpin industri halal di tangan Indonesia tidak akan berarti apa-apa manakala masyarakat belum sepenuhnya peduli akan produk halal. Banyaknya masyarakat yang beragama Islam belum tentu membuat mereka peduli terhadap barang yang dikonsumsinya apakah halal atau tidak. Hal ini berkaitan erat dengan tingkat religiusitas masing-masing individu. Sehingga perlu pendalaman aspek halal lifestyle kepada masyarakat luas. Salah satu strateginya bisa dengan menggunakan media massa sebagai platform edukasi halal lifestyle bagi masyarakat. Selain itu, pemerintah juga bisa mengadakan sosialisasi khusus bagi UMKM terkait dengan sertifikasi halal. Dengan begitu, kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi sesuatu yang halal akan tumbuh dan lama kelamaan akan menjadi kebiasaan.
Aksesibilitas Produk dan Layanan Halal yang Masih Terbatas
Peralihan masyarakat dari tidak peduli menjadi peduli akan produk halal perlu diimbangi dengan ketersediaan produk dan layanan yang halal juga. Masih banyak pelaku usaha yang belum mencantumkan sertifikasi halal karena prosesnya yang rumit dan biayanya tidak sedikit, sehingga permintaan akan produk dan layanan halal belum tercukupi sepenuhnya. Pemerintah perlu turun tangan mengatasi ini untuk mendukung industri halal Indonesia.
Selain itu, distribusi yang belum merata antara desa dan kota juga membuat aksesibilitas produk dan layanan halal terbatas. Sehingga diperlukan pemberdayaan masyarakat setempat untuk menutupi kebutuhan akan produk dan layanan halal.
Kesimpulan
Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin industri halal dunia, didukung oleh populasi Muslim yang besar, sumber daya alam yang melimpah, serta sektor industri halal yang terus berkembang. Sektor makanan halal, keuangan syariah, busana Muslim, dan wisata halal menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, memberikan peluang bagi Indonesia untuk memperluas pangsa pasar baik domestik maupun global.
Namun, tantangan yang dihadapi masih cukup besar. Ketergantungan pada bahan baku impor membuat harga produk halal Indonesia kurang kompetitif. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya produk halal juga menjadi hambatan dalam pertumbuhan industri ini. Selain itu, aksesibilitas produk dan layanan halal yang masih terbatas, terutama di daerah terpencil, perlu segera diatasi.
Untuk mengoptimalkan potensi ini, diperlukan dukungan pemerintah dalam bentuk regulasi yang mempermudah sertifikasi halal, insentif bagi produsen lokal, serta edukasi masyarakat mengenai gaya hidup halal. Dengan strategi yang tepat, Indonesia berpeluang besar untuk menjadi pusat industri halal global yang tidak hanya menjadi pasar, tetapi juga produsen utama bagi dunia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.