Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Agil Syafiq Putra Ahmad

Sarjana Vs Vokasi: Mana yang Lebih Dibutuhkan Industri?

Pendidikan | 2025-10-28 21:01:30
Ilustrasi Sarjana vs Vokasi (Sumber : Ilustrasi AI)

Setiap tahunnya, terdapat ribuan lulusan dari sarjana dan vokasi terjun masuk ke dunia kerja. Keduanya sama baiknya, namun terdapat perbedaan orientasi pembelajaran dari masing-masing baik sarjana maupun vokasi. Sarjana, diharapkan menjadi pemikir yang strategis, peneliti, dan berfokuskan pada perancangan. Kemudian vokasi, berorientasi terhadap teori praktis dan fokus terhadap kesiapan kerja. Saat ini, di tengah derasnya arus globalisasi dan revolusi industri yang modern, muncul pertanyaan yang kerap diperdebatkan : mana yang lebih dibutuhkan industri, sarjana atau vokasi?

Apakah kita membutuhkan lulusan sarjana yang mampu merancang, riset, dan mengelola proyek? atau justru kita membutuhkan lebih banyak lulusan vokasi yang siap turun ke lapangan, operator, dan memastikan sistem suatu industri berjalan tanpa hambatan?

Sarjana dianggap lebih "bergengsi", sementara lulusan vokasi sering kali dipandang sebagai "kelas dua". Padahal, industri modern saat ini lebih fokus pada kompetensi yang dimiliki suatu calon pekerja. Dunia kerja tidaklah peduli pada setebal apa skripsi yang kita tulis ataupun seberapa tajam analisis terhadap suatu teori, jika kita tidak mampu menyelesaikan suatu permasalahan di lapangan.

Di sinilah letak urgensi dari pembahasan ini. Pendidikan tinggi seharusnya tidak hanya mencetak lulusan, tetapi juga mencetak pekerja yang menjadi solusi dari kebutuhan industri modern saat ini. Maka dari itu, alih-alih memperdebatkan mana yang lebih baik antara sarjana dan vokasi, akan lebih tepat jika kita bertanya : bagaimana keduanya bisa saling berkolaborasi untuk menjawab kebutuhan industri yang semakin kompleks?

Fakta dan Data Terkini

Menurut BPS (2024) mencatat bahwa tingkat kebekerjaan lulusan vokasi meningkat secara signifikan dikarenakan kurikulum yang semakin selaras dengan kebutuhan industri. Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS, Ali Said, menegaskan bahwa transformasi pendidikan vokasi berorientasi pada pasar kerja telah meminimalisir angka pengangguran lulusan vokasi. Sementara itu, untuk lulusan sarjana masih mendominasi posisi manajerial, riset, dan pengembangan terutama di sektor teknologi, energi, dan industri kreatif.

Analisis Perbandingan

Tabel perbandingan sarjana vs vokasi (Sumber : Ilustrasi AI)

Dari tabel perbandingan diatas, menurut saya sendiri pertanyaan "mana yang lebih dibutuhkan?" seharusnya berubah menjadi "bagaimana keduanya bisa saling berkolaborasi?" Sarjana dibutuhkan untuk merancang, menganalisis, dan mengembangkan inovasi. Kemudian vokasi dibutuhkan untuk memastikan apa yang dirancang, dikembangkan, dan dianalisis oleh sarjana dapat berjalan dengan lancar di lapangan.

Agar sinergi kolaborasi kedua kubu tersebut dapat tercapai, maka diperlukan beberapa elemen :

- Kurikulum pembelajaran yang adaptif terhadap perubahan industri.

-Kolaborasi dari perguruan tinggi dengan dunia usaha/industri yang diperkuat.

-Menyetarakan kedua kubu dalam stigma masyarakat, dapat dimulai dengan mulai mengubah penyebutan Diploma menjadi Sarjana Terapan.

Industri memerlukan ekosistem pendidikan yang saling melengkapi dan kolaborasi. Sarjana dan vokasi adalah dua kubu yang berbeda, namun memiliki visi yang sama untuk mencetak SDM yang unggul di Indonesia. Keduanya harus berjalan beriringan, demi mewujudkan transformasi industri 4.0 dan transisi ekonomi hijau agar lebih mudah tercapai.

Kesimpulannya, pertanyaannya bukanlah "siapa yang lebih unggul?" melainkan "bagaimana kita bisa menyatukan kemampuan teori dan praktik, ruang kuliah dan industri, hingga riset dan implementasi?" dengan sinergi kolaborasi tersebut, pendidikan akan menjadi investasi terbesar bagi masa depan bangsa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image