Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rochma Ummu Satirah

Puasa Mengantarkan Pada Taqwa

Agama | Saturday, 02 Apr 2022, 10:56 WIB

Rochma Ummu Arifah

Surat Al-Baqarah ayat 183 yang berbunyi, "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa".

Ayat inilah yang mashyur kita kenal sebagai dasar diwajibkannya puasa Ramadhan bagi umat muslim. Mengacu pada pembahasan ayat ini, yang diseru adalah orang-orang yang beriman. Sehingga, modal untuk menjalankan ibadah puasa adalah keimanan. Terlebih, ibadah puasa yang identik dengan tidak adanya aktivitas makan dan minum ini tak banyak bisa diindra orang lain di sekitar kita, layaknya ibadah ruhiyah lannya seperti sholat atau pun membaca Al-Qur'an.

Dengan keimanan inilah, umat muslim bisa meninggalkan segala hal yang dilarang dalam syariat puasa di mana notabene semua itu adalah kehalalan atau boleh dilakukan. Sebut saja makan, minum dan berhubungan suami istri adalah hal yang boleh dilakukan, namun khusus di bulan ini, dengan adanya syar'iat puasa maka semua hal ini dilarang untuk dilakukan.

Ujung akhir ayat ini membawa pada kata taqwa di mana dikatakan bahwa dengan puasa inilah, orang-orang beriman akan menjadi taqwa. Sehingga dapat dipahami bahwa taqwa ini adalah hasil yang akan didapatkan dari ibadah puasa yang dijalankan. Salah satu definisi taqwa adalah menjalankan semua perintah Allah Swt. dan menjauhi atau meninggalkan sebuah apa yang dilarang.

Ketaqwaan sebagai hasil akhir puasa menjadi satu hal yang make sense di mana dengan berpuasa, umat muslim dilatih untuk taat pada ketentuan yang dihadirkan Allah SWT dalam berpuasa, seperti yang disebutkan di atas yaitu menghindari segala bentuk yang awalnya diperbolehkan.

Seakan puasa menjadi satu arena latihan bagi muslim untuk bisa meraih ketaqwaan ini. Dilatih untuk meninggalkan segala hal yang awalnya dibolehkan. Dilatih untuk tidak tergoda pada kebolehan yang awalnya bisa dilakukan. Sampai akhirnya mampu untuk menghadirkan ketaatan pada Tuhan Maha Pencipta dan Pengatur kehidupan.

Hanya saja, ketaqwaan ini juga harus didudukan di posisi yang tepat. Taat tanpa tapi atau nanti. Taat yaitu patuh pada semua hukum yang sudah diturunkan dan digariskan Allah SWT bagi kehidupan manusia tanpa menimbang-nimbang untung rugi. Atau pun tanpa pula melihat mana syari'at yang mendatangkan manfaat atau tidak.

Inilah ketaatan utuh kepada syari'at Islam. Layaknya ketaatan para sahabat Muhajirin yang diminta untuk berhijrah ke Madinah dengan meninggalkan seluruh harta dan perdagangan mereka di Mekkah. Tanpa menimbang untung rugi atau pun pertimbangan manfaat atau mudhorot yang akan didapatkan. Taat seratus persen tanpa ragu karena merupakan ketentuan yang diturunkan Allah SWT untuk manusia.

Ketaatan ini juga bermakna mengambil dan menjalankan semua hukum Islam tanpa memilih dan memilah mana yang dirasakan dibutuhan dan mana yang dirasakan tidak dibutuhkan. Pemikiran dan otak manusia sangatlah dangkat karena sejatinya manusia sendirilah yang membutuhkan syari'at ini dalam hidup mereka.

Inilah hakikat puasa yang ingin diraih dalam prosesi ibadah ruhiyah yang tak visible ini. Ke-invisible-an puasa-lah yang malah mampu mengantarkan pada terciptanya satu kualitas tertinggi dalam kehidupan manusia yaitu ketaqwaan pada hukum dan ketentuan Sang Ilahi Rabbi sebagai Pencipta dan Pengatur Kehidupan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image