Guru Youtuber, Guru Masa Kini
Guru Menulis | 2022-03-31 18:06:24Dimensi teknologi selalu menjadi fokus pembicaraan dalam dunia pendidikan, terutama di saat sekarang ini. Covid-19 yang menyebar di seluruh dunia telah berhasil memorak-porandakan semua sektor. Krisis ini juga nampaknya telah menggiring sektor pendidikan menuju sebuah transformasi besar-besaran. Perubahan cepat sistem pembelajaran telah membawa pembelajaran klasik manual menjadi pembelajaran hibrid digital.
Transformasi ini telah menggiring para guru masa kini menembus batas untuk melakukan digitalisasi pembelajaran. Pembelajaran yang digelar guru masa kini tak dapat lepas dari pemanfaatan tiga hal, yaitu internet of things (IoT), virtual/ augmented reality (VR/AR) dan artificial intellegence (AI) (www.ditpsd.kemdikbud.go.id).
Mari kita bahas mengenai hal yang pertama yaitu internet of things. Pasar Internet of things seperti yang disebutkan oleh republika.co.id, (Kamis, 27 Jan 2022) kini telah mencapai Rp 372 triliun pada 2022. Jumlah yang fantastis. Hasil dari masyarakat yang memanfaatkan teknologi. Besarnya perkiraan jumlah ini, terdiri atas peningkatan di beberapa sektor. Apa saja yang menjadi rincian sektor internet of hings? disebutkan yang pertama adalah perangkat, potensinya meningkat 13 persen menjadi 3,4 miliar dolar AS atau Rp 48,6 triliun. Kedua, jaringan yang juga meningkat sembilan persen menjadi 2,3 miliar dolar AS atau Rp 32,8 triliun. Berikutnya, peningkatan juga terjadi di IoT sektor platform sebesar 33 persen menjadi 8,6 miliar dolar AS atau Rp 122,9 triliun, dan aplikasi sebesar 45 persen, yakni 11,7 miliar dolar AS atau Rp 167,3 triliun.
Bila kita urutkan kembali, sektor internet of things dari yang terbesar prosentasenya adalah: (1) aplikasi yaitu sebesar 45%, (2) platform sebesar 33%, (3) perangkat sebesar 13%, dan (4) jaringan 9%. Dari keempat hal tersebut, nampaknya yang memiliki potensi terbesar dan dapat dimanfaatkan secara leluasa oleh guru sebagai media pembelajaran adalah aplikasi dan platform. Aplikasi dapat dibuat oleh guru, namun membutuhkan biaya tambahan agar memiliki akses sebagai google developer pada playstore sekitar US$25, bila dirupiahkan setara dengan Rp. 356.650,00. Nominal ini dapat dibayar menggunakan kartu debit atau kredit, semisal mastercard. Maka jalan lain adalah memanfaatkan berbagai platform dalam pembelajaran kreatif. Salah satu platform yang paling mudah, dan sangat populer adalah Platform Youtube.
Youtube juga terkenal fleksibel, gratis yang dapat digunakan untuk mengunggah, mengumpulkan, menampilkan, berbagi, melihat, mengamati, dan belajar, baik oleh guru maupun siswa dalam proses belajar mengajar pada abad dua puluh satu ini. atau bahan ajar inovatif berbentuk video di youtube platform. Video pembelajaran mempermudah siswa mendapatkan makna secara efektif.
Tiga pakar video pembelajaran, Thornhill, Asensio and Young, yakin bahwa video digital berbasis web selalu menarik bagi siswa, karena memiliki image atau gambar yang bergerak. Siswa juga memiliki kendali untuk melihat, mengulang bagian video yang belum mereka fahami karena interaktifnya (interactivity) video itu sendiri. Video juga menampilkan presentasi dinamis karena faktor integrasinya (integration).
Nah kemudian muncul pertanyaan mengapa guru sebaiknya mengembangkan sendiri video pembelajaran pada platform YouTube?
Pertama, tidak semua materi dalam bentuk video pembelajaran tersedia dan dapat ditemukan dengan mudah di internet. Pada awalnya, penulis harus menghabiskan waktu lama untuk menelusuri video yang sesuai yang dibutuhkan oleh siswa. Kemudian, karena tidak ada yang tepat sesuai materi yang dibutuhkan, maka penulis memutuskan untuk membuat video pembelajarannya sendiri. Kedua, tidak semua video di internet memiliki tingkat yang sama dengan kemampuan siswa. Terkadang video yang bisa ditemukan di internet terlalu mudah bagi mereka, terkadang terlalu sulit. Ketiga, alasan yang paling tidak kalah pentingnya adalah tidak semua video di internet memiliki konten kontekstual yang sesuai untuk pelajar Indonesia, karena mereka memiliki budaya yang berbeda, atmosfir pembelajaran yang berbeda, lingkungan yang berbeda. Terlebih penulis adalah guru Bahasa Inggris di sekolah daerah. Siswa memiliki ciri khas yang berbeda tentunya.
Hal diatas tentu mendorong para guru menjadi konten kraetor pada youtube. Youtuber adalah profesi bergengsi saat ini. Siapa pun bisa menjadi youtuber, termasuk guru, tanpa harus memandang senioritas, pangkat, guru swasta, guru negeri, dan sebagainya. Semua guru dapat mengembangkan channelnya sendiri dan mendapat penghasilan dari youtube.
Sebab video pembelajaran yang dulunya hanya digunakan di ruang kelas sebelum pandemi, disimpan rapi dalam laptop, diputarkan guru melalui LCD, lalu ditayangkan di dinding kelas, kini memiliki jangkauan luas dan mendadak menjadi bermanfaat luas pula bila kita publikasi pada platform Youtube. Tidak hanya membawa manfaat bagi murid yang membutuhkan video untuk belajar, namun juga membantu guru lain yang membutuhkan media pembelajaran digital.
Pengalaman penulis sebagai konten kreator pada platform youtube ternyata membawa banyak berkah. Salah satunya mendapat monetisasi. Hal ini ternyata membawa efek pada hal lain, yaitu mendapat banyak tawaran menjadi narasumber. Penulis jadi berkesempatan bertemu dengan para guru di berbagai daerah, baik offline maupun online. Baik dalam bentuk seminar maupun workshop. Banyak pertanyaan yang bermunculan dari peserta workshop atau seminar saat materi menjadi Guru Youtuber ini disajikan. Dari A hingga Z, pertanyaan para guru masa kini yang luar biasa bersemangat merintis channel youtube ini dicatat dan dibahas oleh penulis. Tentu ini akan dicetak pada sebuah buku panduan bagi ibu bapak guru dalam proses menjadi guru youtuber. T Bagaimana ibu bapak guru? Siap menjadi guru youtuber, guru masa kini?
#GuruMasaKini
#Retizen
#gurumenulis
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.