RAMADAN SELALU GEMBIRA PENUH TAKWA
Lomba | 2022-03-30 23:27:23Ada anak bertanya pada bapaknya
Buat apa berlapar-lapar puasa
Ada anak bertanya pada bapaknya
Tadarus tarawih apalah gunanya
Lapar mengajarmu rendah hati selalu
Tadarus artinya memahami kitab suci
Tarawih mendekatkan diri pada Ilahi
(“Ada Anak Bertanya Pada Bapaknya”, Bimbo)
***
Setiap menjelang Ramadan, kegembiraan umat Islam terasa dimana-mana. Sambutan tersebut tidak hanya dilakukan orang per orang, tetapi juga keluarga dan masyarakat. Apa maknanya?
Sebagai muslim dan muslimah, giat berpuasa (siam) tidak pernah terhalang oleh sikon apa pun, termasuk Pandemi Covid-19. Ini terbukti ketika awal Pandemi pada 2020 lalu. Walaupun ada “pembatasan” sebagaimana tertera pada Surat Edaran No 6 tahun 2020 Tentang Panduan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441H, umat Islam atas limpahan rahmat Allah, diberikan kemudahan dalam menjalankan bulan penuh rahmat dan ampunan ini.
Ihwal Gembira
Dampak gembira, alih-laih respon umat Islam menyambut datangnya bulan suci Ramadan, merupakan obat bagi raga kita. Apa saja manfaatnya? Dikutip dari laman https://promkes.kemkes.go.id/dengan-gembira-tubuh-tetap-sehat, m anfaat Gembira terhadap kesehatan tubuh mencakup: meredakan respon stres, mengurangi rasa sakit, peningkatan daya tahan tubuh, menstimulasi organ tubuh, dan suasana hati yang baik.
Rasa Gembira menekan energi negatif sehingga meningkatkan energi positif dalam membantu mengurangi gejala stres. Tertawa mampu menekan rasa sakit dan meningkatkan kemampuan organ tubuh untuk melawan rasa sakit. Selalu berpikir positif menekan pikiran yang bersifat negatif sehingga pertahanan tubuh tidak lemah, maka tertawalah. Tertawa mampu meningkatkan fungsi organ tubuh kita. Akhirnya, kunci keberhasilan hidup diawali dengan senyum yang tulus dari dalam hati.
Covid Minggat
Pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga berdampak pada bidang lainnya. Secara sosial budaya, kita tidak dapat lagi berinteraksi semeriah prapandemi. Secara ekonomi, banyak pekerja pada sektor nonformal pendapatannya berkurang. Pengangguran baru bermunculan. Tingkat kemiskinan melonjak drastis. Kondisi ini menimbulkan ketidakpastian pada banyak hal. Kita tidak bisa memprediksi seberapa lama wabah ini berlangsung, seberapa lama kita harus stay home, melaksanakan aktivitas dari rumah. Inilah pentingnya pengendalian diri, yang dalam puasa juga dilatih untuk dibiasakan
Pertanyaan seorang anak pada lagu Bimbo yang dikutip pada awal tulisan ini, secara sederhana menjelaskan tentang puasa. Puasa yang bisanya dimakmai dengan menahan lapar, dijawab oleh sang Bapak dengan bijak: “Lapar mengajarmu rendah hati selalu.”
Hakikat puasa adalah pengendalian diri. Pengendalian pada gilirannya berbuah takwa. Pengendalian diri memerlukan kesabaran yang tinggi. Ketika menghadapi pandemi sejak 2020, hal ini semakin meningkat kesabaran kita. Sabar dalam berpuasa dan keduanya sabar dalam menghadapi pandemi Covid-19. S
Selain dimensi pengendalian diri, mekanisme puasa sebagaimana yang dipahami umat manusia memiliki dimensi positif berupa penyembuhan. Itu sebabnya,kita sering mendengar “berpuasa itu menyehatkan.” Puasa sebagai firman Allah memberikan ruang kepada tubuh kita beristirahat, melakukan perbaikan diri, sehingga dapat menjalani kehidupan pada fase berikutnya dengan lebih baik.
Dampaknya, ketika terjadi pandemi covid-19, secara fisik dan psikis hamba Allah sudah siap. Ini tidak berlebihan,mengingat puasa selain memiliki nilai tambah bagi kesehatan fisik, juga menyiapan mental berupa: sabar, syukur pengendalian diri, dan hidup hanya kepada mengabdi kepada Allah SWT. Sebagaimana ikrar setiap muslim dalam doa iftitah pada setiap solat: “Sesungguhnya solatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan penguasa alam.“
Ada satu hal menarik yang patut kita catat, walau ancaman wabah Omicron melanda, perilaku masyarakat tidak semencekam pada awal pandemi Covid-19, tahun 2020. Kita menyaksikan aktivitas masyarakat dengan budaya baru: prokes sebagaimana yang diterapkan Pemerintah dengan 5M lebih terjaga dan beradab daripada prapandemi.
Kaitannya dengan datangnya Ramadan, umat Islam tentu lebih paham bagaimana berpuasa dengan nyaman, karena berpuasa (siam) merupakan pencapaian derajat takwa. Orang yang bertakwa adalah orang yang imannya senantiasa aktif membentuk dirinya, sehingga dia tetap istiqamah (konsisten) dalam beribadat, berakhlak mulia dan terjauh dari segenap dosa dan maksiat.
Hakikat Puasa
Cendekiawan muslim Quraish Shihab mengatakan, pada Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 183 dijelaskan tentang kewajiban berpuasa di bulan Ramadan yang tujuannya agar kita bertakwa. Hakikat takwa menghimpun segala macam kebijakan. Secara singkat dalam konteks ibadah (puasa) bertujuan mengingatkan manusia akan dua hakekat yang harus dihayati dalam kehidupan ini.
Pertama, manusia adalah makhluk dwitunggal dimensi yang terdiri dari jasad dan roh. Ibadah puasa dan semua ibadah hendaknya juga sebagai pengingat bahwa kita perlu memberi perhatian pada jasmani serta wajib mengasah dan mengasuh rohani.
Kedua, mengingatkan manusia bahwa hidup bukan hanya sekarang dan di sini. Akan tetapi, hidup menuju akhirat. Itu sebabnya, setiap kewajiban dan anjuran yang ditetapkan dalam konteks berpuasa punya makna yang mendalam dan mendapat perhatian. Sekaligus melakukan wawas diri terhadap puasa yang telah kita lakukan sebelumnya. Artinya: hal yang masih kurang, kita sempurnakan. Apa yang baik, mari kita tingkatkan.
***
Takwa adalah pangkalan tempat bertolak
Syukur adalah pelabuhan tempat bersauh
Orang yang bersyukur tidak akan kikir
Karena dia akan membuka diri
dan sakunya untuk diberikan kepada orang lain.
Syukur adalah pengakuan dalam hati
tentang nikmat yang diperoleh
Ia mendorong lidah untuk berterima kasih
dan mengucapkan sikap Alhamdulilah.
Sikap itu mewujud dalam amal perbuatan
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.