Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rut Sri Wahyuningsih

Maunya Ilmiah, Akal Sehat MalahTeraniaya

Gaya Hidup | Wednesday, 30 Mar 2022, 20:37 WIB

 

Rara sang pawang Sirkuit Mandalika masih renyah dibicarakan hingga hari ini, tak hanya keajaibannya bisa masuk dan ber"laga" di sirkuit yang katanya area terlarang untuk dimasuki kecuali official resmi. Juga tak hanya booming ceritanya yang bisa mengalihkan hujan namun faktanya dia sendiri basah kuyup karena hujan tetap turun. Juga soal remote langit yang dimilikinya, mengingatkan pada seorang ulama yang juga punya bisnis tol langit.
Atau tentang bayarannya yang fantastis, 5 juta perhari, sementara di sisi lain ada seorang ibu yang meregang nyawa karena kelelahan berebut minyak, atau cerita plafon sebuah SD yang runtuh saking lapuknya, lelah melapor kepada pemerintah tak juga turun perintah perbaiki apalagi dana.
Cerita berlanjut dengan sangat memayahkan karena berasal dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang berusaha mengilmiahkan kesyirikan. Di akun resmi Instagram @kemdikbud.ri menyebutkan bahwa tradisi pawang hujan ada pada banyak budaya di dunia sejak berabad lalu. Disebutkan juga pawang hujan bekerja menggunakan gelombang otak Teta untuk 'berkomunikasi' dengan semesta ketika sedang melaksanakan tugasnya. Di akhir ada pertanyaan, "Apa sebutan pawang hujan di daerah mu? Yuk, bagikan di kolom komentar," (seputartangsel.com,25/3/2022).
Ustaz Felix Siauw menanggapi melalui akun @felixsiauw dengan mengatakan,"Coba pikir, kalau selevel kementrian pendidikan aja udah posting begini, lalu mau diharap apa dari pendidikan Indonesia?." Beliau tidak setuju bahwa klenik dianggap bagian pendidikan. Karena menurutnya, klenik bukan bagian pendidikan yang menjadi urusan Kemdikbud. "Klenik kok dianggap pendidikan, sepertinya memang kementrian pendidikan temannya Rara di langit, bareng pekerja dan para pembalap, yang ada AC besar dan remote-nya ada di Rara," ujar Felix.
Sekulerisme Ciptakan Kesyirikan

Jelas-jelas apa yang dilakukan Rara sang pawang hujan adalah kesyrikan nyata. Mungkin memang ia bekerja atas undangan panitia motoGP, namun tetap saja pilihan ini membuktikan seberapa dangkal keimanannya. Hal yang jelas dilarang dalam agama malah dijadikan komoditas, untuk pemasaran katanya, supaya lebih dikenal di mancanegara.
Yang terjadi justru menjadi bahan tertawaan dunia, di era revolusi industri 5.0 klenik masih dipraktikkan, di negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia pula. Apa kata akhirat? Demikian pula dengan pernyataan kemendikbud, dampaknya bisa menyesatkan publik karena mendorong kesyirikan dan mematikan nalar atau logika.
Apakah ini terjadi begitu saja? Jelas tidak, mana mungkin kemusyrikan terpelihara dengan baik bahkan diraih "manfaatnya" jika ada aturan kehidupan yang melarang bahkan mengharamkannya? Namun karena aturan kehidupan hari ini asasnya sekuler, yaitu memisahkan agama dari kehidupan, maka inilah yang kita temui sehari-hari. Dari rakyat jelata hingga penguasa mempraktikkannya. Masih hangat berita Presiden Jokowi memulai pembangunan IKN dengan kemping dan gelar acara mengumpulkan tanah dan air se Indonesia dalam kendi Nusantara. Sama kleniknya.
Lantas, mengapa Islam tidak berdaya jika keberadaannya adalah agama yang paling banyak dipeluk penduduk Indonesia? Sekali lagi karena sekulerisme ini telah sukses membelah Islam menjadi dua, jika untuk mengatur ritual ibadah individu tak masalah, namun jika digunakan untuk mengatur ranah sosial, ekonomi, hukum, pendidikan, keamanan dan lainnya akan dicap radikal, terorisme, ideologi sesat, ideologi asing dan lain sebagainya.
Bagaimana dengan demokrasi? Semua orang tak akan menyangkal jika sistem politik ini berasal dari Yunani, namun juga tak protes ketika dalam kenyataannya demokrasi berkolaborasi dengan kapitalisme yang sama-sama sekuler. Inilah watak rezim neolib dan politisi sekuler dalam demokrasi. Mereka hanya mementingkan urusan perut masing-masing, tak peduli jika cara yang mereka tempuh berbau klenik dan mengundang azab Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda, ''Siapa yang mendatangi para dukun peramal nasib, lalu ia membenarkan apa yang mereka katakan, maka ia telah kafir terhadap apa yang turun kepada Muhammad (Alquran).'' (HR Ahmad dari Abu Hurairah). Sungguh, kafir adalah sebutan dari Allah SWT yang konsekwensinya tidak main-main. Yaitu neraka. Mungkinkah karena surga dan neraka hari ini tak bisa dilihat secara mata telanjang lantas melemahkan keberadaannya?
Islam Pelihara Akal Sehat
Cita-cita menjadi bangsa yang mandiri dan maju, sebagaimana yang dikehendaki dalam pembangunan IKN. Besar harapan menjadi ikon ibukota masa depan yang ramah lingkungan dan berteknologi canggih. Namun, jika departemen pendidikan yang bertanggungjawab kepada kualitas generasi tak bisa memilah mana sains dan mana kesyirikan akankah tujuan itu terwujud?
Menyamakan pawang hujan sebagai bentuk praktik ilmiah, lantas apa gunanya berkutat dengan pelajaran fisika, kimia, geologi, dan lainnya? Kemajuan teknologi tak akan bisa dihandle oleh mereka yang lemah akal, bahkan lebih percaya kerjasama dengan jin dan setan. Atau mungkin inilah jawaban kemana arah pendidikan Indonesia? Yang dari kurikulumnya mengarah kepada penyediaan tenaga terampil siap kerja, bukan mufakirun apalagi ilmuwan. Sekolah Vokasi lebih penting daripada perbaikan kurikulum yang berbasis penguatan akidah dan kepribadian kokoh.
Bukankah saatnya kita speak up, mensosialisasikan perubahan? praktik klenik yang menganiaya akal sehat harus segera dihentikan. Namun hanya Islam yang memiliki solusi hakiki. Mereka yang mempraktikkan klenik akan mendapatkan sanksi. Sedangkan kurikulum pendidikan wajib berlandaskan akidah Islam. Mata pelajaran serta metodologi penyampaian pelajaran seluruhnya disusun tanpa adanya penyimpangan sedikitpun dalam pendidikan dari asas tersebut. Wallahu a'lam bish showab.

 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image