PAUD : Gerbang Awal Pendidikan Kolaborasi
Eduaksi | 2022-03-30 11:20:40Beberapa waktu lalu, saya melihat sekumpulan anak-anak usia dini bersama orang tuanya di salah satu alun-alun di Jawa Barat yang saya kunjungi. Begitu rapi mereka berbaris dan menunggu wahana bermain yang tersedia di alun-alun itu.
Bagi saya sangat menarik melihat anak usia dini bisa mengantre sedemikian rapi tanpa merengek untuk meminta lebih dulu untuk bermain di wahana permainan. Saya jadi berpikir betapa hebatnya pengajar dibalik karakter anak-anak yang hebat itu.
Para pengajar dan anak-anak yang sedang menunggu giliran bermain di alun-alun, saya yakin mereka sudah beberapa kali melakukan pembelajaran dan praktik sehingga saat mengantre untuk bermain
Menurut Dadan Suryana (2014) Anak membutuhkan lebih banyak pengetahuan dan pengalaman yang berkesinambungan dan mendapatkan pengalaman yang baru untuk menambah kemampuannya.
Sehingga semakin sering anak-anak diberikan pembelajaran dan juga praktik dalam kehidupan semakin dapat membentuk karakter mereka. Tidak terkecuali jika terus menerus diberikan pemandangan yang negatif di keluarga maka akan terbentuk pula karakter si anak.
Maka dari itu pelembagaan pendidikan anak usia dini sangat penting dilakukan mengingat usia emas anak-anak adalah anak-anak yang sedang dalam usia dini, dan tentu harus dimaksimalkan agar mereka memiliki potensi di masa depan.
Menurut Bredekarnp & Coonle Pendidikan anak usia dini melayani pendidikan anak yang berada pada rentang usia lahir sampai usia delapan tahun (1997).
Pendidikan Anak Usia Dini sebagai Gerbang Awal
Dalam usia anak dari lahir hingga delapan tahun yang disebutkan di atas, sebetulnya menjadi titik awal masa depan anak. Anak akan melangkah ke mana dibimbing oleh orang-orang yang tepat agar tidak sampai salah jalan.
Memang, pendidikan keluarga sebagai institusi awal yang dapat mengajarkan anak-anak, tapi tidak sedikit orang tua yang memang sibuk dengan domain-domain pekerjaan sehingga pengawalan pendidikan hanya sampai usia 3 tahun saja.
Maka dari itu, Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD menjadi solusi agar perkembangan anak-anak rentang usia tiga hingga empat tahun dapat maksimal sehingga mereka bisa menjadi bibit unggul di masa depan.
Hasnida (2014:167) “Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal”
Namun sayang, belum semua sudut di Indonesia memiliki PAUD ini, bahkan terkesan menumpuk di beberapa daerah saja. Padahal PAUD memiliki peran penting dalam mendidik anak-anak Indonesia yang masih berusia sangat dini.
Menurut DAPODIK 2021, masih terdapat sekitar 19.000 desa yang belum mempunyai satuan PAUD. Angka yang masih banyak dan menjadi pekerjaan rumah seluruh pihak agar perjalanan bonus demografi ini menjadi nyaman karena anak-anak usia dini mendapatkan pendidikan yang layak.
Program Kemendikbud dan stakeholder yang ada di daerah untuk membangun satuan pendidikan PAUD di seluruh sudut di Indonesia. Menurut saya ini menjadi langkah penting mempersiapkan anak-anak untuk masa depan.
Belum lagi, Bantuan Operasional Pendidikan untuk satuan pendidikan PAUD, memang angkanya belum terlalu besar, akan tetapi ini untuk mendukung agar guru-guru lembaga pendidikan paling dasar ini untuk tetap semangat mendidik pemimpin masa depan.
Mengawali Pendidikan Kolaborasi
Melihat proses anak-anak yang mengantre menunggu giliran bermain di alun-alun memiliki nilai plus bagi saya, karena biasanya anak usia seperti itu bisa terjadi tantrum dan menangis ketika ingin bermain sesuatu.
Saya jadi berpikir, pendidikan anak usia dini juga bisa menjadi sarana awal untuk meningkatkan pendidikan kolaborasi. Proses-prosesnya sama seperti membentuk karakter anak menggunakan metode yang sama seperti di PAUD.
Contohnya, membiasakan anak-anak untuk saling menolong dan membantu temannya yang kesusahan, dengan dicontohkan oleh para tenaga pendidik yang saling tolong-menolong sehingga anak-anak mencontohnya.
Berikutnya, meminimalisir apresiasi yang menjurus kepada kompetisi, misalnya “Yang bisa mengisi boleh pulang dulu-an,” diganti dengan “Semua boleh pulang, jika teman-teman lainnya sudah menyelesaikan tugasnya,”
Sehingga tidak akan ada hasrat untuk saling mengalahkan, akan tetapi akan muncul saling membantu dalam satu komunitas tersebut.
Ada cara lainnya agar anak-anak dapat didik menjadi orang yang kolaboratif, yaitu dengan cara memilih permainan yang membangun kerja-sama. Ada banyak contoh permainan kolaborasi di internet yang bisa dilakukan.
Semoga, dengan adanya program Bantuan Operasional Pendidikan, lalu pemerataan satuan pendidikan PAUD dapat meningkatkan konsistensi tenaga pendidik untuk membiasakan atau memunculkan karakter kolaboratif bagi anak-anak usia dini.
Jika sudah konsisten dalam jangka puluhan tahun, saya yakin anak-anak Indonesia di masa depan akan terus saling membantu dalam membuat kebaikan.
Salam Damai
Fathin Robbani Sukmana, Wakil Ketua Pemuda Muhammadiyah Kab. Bekasi Bidang Pendidikan dan Kaderisasi
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.