KETENTUAN PUASA DALAM ISLAM
Agama | 2022-03-29 12:47:12
1. Pengertian Dan Dalil Puasa
Menurut bahasa, puasa (shaum/ الصَوْم ) adalah menahan atau mencegah, sedangkan menurut istilah, puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenam matahari disertai niat dan beberapa syarat tertentu. Pengertian puasa ini telah diterangkan dalam firman Allah: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. (QS. al-Baqarah : 187)
2. Syarat dan Rukun Puasa
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam melaksanakan puasa. Syarat-syarat tersebut terdiri dari syarat-syarat wajib dan syarat-syarat sah. Syarat-syarat wajib adalah syarat yang menyebabkan seseorang harus melakukan puasa, sedangkan syarat-syarat sah adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang agar puasanya sah menurut syara'.
a. Syarat wajib puasa
Syarat wajib puasa adalah segala sesuatu yang menyebabkan seseorang diwajibkan melakukan puasa. Muslim yang belum memenuhi syarat wajib puasa maka dia belum dikenai kewajiban untuk mengerjakan puasa wajib. Tetapi tetap mendapatkan pahala apabila mau mengerjakan ibadah puasa. Syarat wajib puasa adalah sebagai berikut
1) Islam
2) Baligh
3) Berakal sehat,
4) Mampu (kuasa melakukannya),
5) Suci dari haid dan nifas (khusus bagi kaum wanita)
6) Menetap (mukim).
b. Syarat-syarat sah puasa adalah:
1) Islam
2) Tamyiz
3) Suci dari haid dan nifas,
4) Bukan pada hari-hari yang diharamkan.
c. Rukun Puasa
Pada waktu kita berpuasa, ada dua rukun yang harus diperhatikan, yaitu :
1) Niat, yaitu menyengaja untuk berpuasa
Niat puasa yaitu adanya suatu keinginan di dalam hati untk menjalankan puasa semata-mata mengharap ridha Allah swt, karena menjalankan perintah-Nya. Semua puasa, tanpa adanya niat maka tidak bisa dikatakan sebagai puasa. Untuk puasa wajib, maka kita harus berniat sebelum datang fajar, Sementara itu untuk puasa sunnah, kita di bolehkan berniat setelah terbit fajar, dengan syarat kita belum melakukan perbuatan-perbuatan yang membatalkan puasa, seperti makan, minum, berhubungan suami istri, dan lain-lain.
Nabi saw bersabda:
مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ
Artinya: Barangsiapa siapa yang tidak berniat sebelum fajar, maka puasanya tidak sah.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan Nasa’i)
2) Meninggalkan segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar hingga terbenam matahari. Dan yang membatalkannya ada empat macam:
a) Segala sesuatu yang masuk ke dalam rongga melewati mulut, berupa makanan atau minuman yang menjadi konsumsi fisik atau tidak menjadi konsumsi fisik. Sedangkan yang menjadi konsumsi fisik tapi tidak masuk melalui mulut, seperti jarum infus dan sebagainya, dianggap tidak membatalkan puasa.
b) Sengaja muntah, sedang yang tidak sengaja maka tidak membatalkan. Rasulullah saw bersabda:
مَنْ ذَرَعَهُ الْقَىْئُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَمَنِ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ
Artinya: “Barang siapa yang terpaksa muntah, maka ia tidak wajib qadha’ sedangkan yang sengaja maka ia wajib qadha’.” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud).
c) istimna’, yaitu sengaja mengeluarkan sperma, baik karena ciuman dengan istri, atau sentuhan tangan maka hukumnya batal. Sedangkan jika karena melihat saja, atau berfikir saja maka tidak membatalkan. Demikian juga keluarnya madzi, tidak mempengaruhi puasa.
d) al jima’, karena Allah swt. berfirman tidak memperbolehkannya kecuali di waktu malam.
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 187)
Semua hal yang membatalkan ini disyaratkan harus dilakukan dengan ingat jika ia sedang berpuasa. Maka jika ia makan, minum, istimna’ atau muntah, atau berhubungan suami istri dalam keadaan lupa maka tidak membatalkan puasanya, baik dalam bulan Ramadhan atau di luar Ramadhan. Baik dalam puasa wajib atau puasa sunnah, karena Rasulullah saw bersabda
مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ
“Barang siapa lupa ia sedang puasa, lalu ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya, karena Allah yang memberinya makan dan minum.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Amalan Sunnah Pada Waktu Puasa
Selain melaksanakan puasa wajib, kita juga dianjurkan melaksanakan amalan-amalan sunnah untuk menggapai kesempurnaan ibadah kita. Adapun amalan-amalan sunnah puasa antara lain:
Makan sahur. Sudah dianggap sahur meskipun hanya dengan seteguk air. Waktu sahur dimulai dari sejak tengah malam sampai terbit fajar, dan disunnahkan mengakhirkannya.Menyegerakan berbuka setelah terbukti Maghrib, disunnahkan berbuka dengan kurma segar atau kurma matang dengan bilangan ganjil. Jika tidak ada maka dengan air putih, kemudian shalat Maghrib, setelah itu dilanjutkan dengan meneruskan makanan yang diinginkan, kecuali jika makanan sudah tersaji maka tidak apa-apa jika makan dahulu baru kemudian shalat.Memberi buka puasa (tafthir shaim), Hendaknya berusaha untuk selalu memberikan ifthar (berbuka) bagi mereka yang berpuasa walaupun hanya seteguk air ataupun sebutir korma Meninggalkan hal-hal yang akan menghilangkan nilai puasa seperti berdusta, bergunjing, adu domba, berbicara sia-sia dan jorok, serta larangan-larangan Islam lainnya sehingga terbentuk ketaqwaan, inilah tujuan puasa. Memperbanyak amal shalih terutama tilawah al Qur’an dan infaq fii sabilillah. Rasulullah adalah orang yang paling dermawan, dan lebih dermawan lagi jika di bulan Ramadhan, ketika berjumpa dengan Jibril, yang menemuinya setiap malam bulan Ramadhan untuk mengulang bacaan Al Qur’anI’tikaf adalah berdiam diri di masjid untuk beribadah kepada Allah. Rasulullah Saw. selalu beri’tikaf terutama pada sepuluh malam terakhir dan para istrinya juga ikut I’tikaf bersamanya. Dan hendaknya orang yang melaksanakan I’tikaf memperbanyak zikir, istigfar, membaca Al-Qur’an, berdoa, shalat sunnah dan lain-lain
4. Hal-Hal yang Makruh Ketika Puasa
Ketika kita sedang berpuasa, ada hal-hal yang makruh dilakukan yaitu:
a. berkumur-kumur yang berlebihan,
b. menyikat gigi, bersiwak,
c. mencicipi makanan, walaupun tidak ditelan,
d. memperbanyak tidur ketika berpuasa, dan
e. berbekam atau disuntik
5. Hal-Hal yang membatalkan Puasa
Ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa, yaitu :
a. Makan dan minum dengan sengaja
b. Murtad (keluar dari agama Islam)
c. Bersetubuh atau melakukan hubungan suami istri pada siang hari
d. Keluar darah haid atau nifas
e. Keluar air mani atau mazi yang disengaja
f. Merubah niat puasa.
g. hilang akal karena mabuk, pingsan, gila.
6. Hal-hal yang tidak membatalkan puasa
Masuk ke air, berendam di dalamnya, mandi. Rasulullah saw.pernah menuangkan air ke atas kepalanya sedang ia berpuasa karena haus dan panas. Jika masuk air ke dalam rongga tanpa sengaja, maka puasanya tetap sah, menyerupai orang yang lupa.Mengenakan sipat mata dan meneteskan obat mata, meskipun ada rasa pahit di tenggorokan, sebab mata bukanlah saluran ke dalam rongga. Demikian juga tetes telinga. Sedang yang masuk melalui mulut dan telinga maka itu membatalkan.Berkumur dan mengisap air hidung dengan tidak ditekan, dan jika ada air yang tanpa sengaja masuk rongga tidak membatalkannya, karena serupa dengan orang yang lupa.Mencium istri bagi orang yang mampu menahan diri. Tidak dibedakan antara orang tua atau muda, sebab yang penting adalah kemampuan mengendalikan diri, barang siapa yang biasanya tergerak nafsunya ketika mencium maka makruh baginya. Menggunakan suntikan untuk mengeluarkan kotoran tubuh, karena yang masuk ke dalam tubuh adalah obat bukan makanan, di samping masuknya juga bukan dari saluran yang normal.Diperbolehkan bagi yang berpuasa menghirup sesuatu yang tak terhindarkan seperti keringat, debu jalanan, sebagaimana aroma sedap yang lain. Diperbolehkan pula dalam keadaan darurat untuk mencicipi makanan, kemudian mengeluarkannya sehingga tidak masuk ke dalam rongga.Diperbolehkan pula bagi orang yang berpuasa bangun tidur dalam keadaan junub karena mimpi atau hubungan suami istri. Namun yang utama mandi terlebih dahulu setelah berhubungan sebelum tidur.Diperbolehkan meneruskan makan sehingga terbit fajar, dan ketika sudah terbit fajar dan masih ada makanan di mulut maka harus dikeluarkan. Jika demikian sah puasanya, namun jika dengan sengaja ia telah yang ada di mulutnya maka batal puasanya. Dan yang lebih utama berhenti makan sebelum terbit fajar
7. Hikmah Puasa
Apabila ditinjau secara mendalam, akan tampak bahwa puasa mengandung hikmah yang amat besar bagi manusia baik untuk kesehatan tubuh atau badan, maupun untuk jiwa atau mental manusia.
a. Membentuk manusia yang bertaqwa
b. Puasa sebagai benteng atau perisai dari segala macam tipu daya setan.
c. Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah.
d. Membina kejujuran dan kedisiplinan.
e. Mendidik rasa belas kasihan terhadap sesama sehingga, muncul kasih sayang dan persatuan yang diikat oleh kesamaan akidah dan praktek keagamaan.
f. Dapat memelihara kesehatan.
g. Dapat mengendalikan hawa nafsu.
h. Diampuni dosa-dosanya.
B. HALANGAN (UDZUR) PUASA
8. Halangan (Udzur) Puasa
Berpuasa Ramadhan merupakan kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan. Meninggalkan puasa dengan sengaja adalah perbuatan dosa besar. Namun sebagian orang ada yang tidak dapat melaksanakannya atau banyak menemui kesulitan jika melaksanakannya. Kesulitan-kesulitan yang menghalangi puasa ini disebut udzur Syar'i. Orang yang mendapat halangah (udzur) boleh mengganti puasa Ramadhan dengan qadha atau fidyah, sesuai dengan jenis udzurnya
Halangan yang menyebabkan puasa Ramadhan diqadha pada hari-hari lain yaitu:
a. Boleh tidak berpuasa tetapi harus mengqadha Puasanya, yaitu :
1) Orang yang sedang sakit yang jika dipaksakan berpuasa, sakitnya akan bertambah parah maka mereka boleh berbuka.
2) Dalam perjalanan jauh, sehingga jika berpuasa yang bersangkutan akan menemui kesukaran. Jarak perjalanan yang membolehkan meninggalkan puasa Ramadhan sama dengan jarak yang membolehkan mengqashar shalat (masafah qashar) yang ukurannya diperselisihkan ulama (lihat kembali uraian tentang shalat qashar).
Allah swt berfirman:
“Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) : memberi makan seorang miskin. barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 184)
3) Khusus bagi wanita, haidh dan nifas juga merupakan halangan berpuasa yang mewajibkan qadha. Bahkan orang yang sedang haidh atau nifas haram baginya berpuasa. Dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Aisyah, ia berkata:
كُنَّا نَخِيْضُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ ص م فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ
Artinya: "Kami sedang haidh di masa Rasulullah saw, maka kami disuruh mengqadha puasa, tetapi tidak disuruh mengqadha shalat. (HR. Bukhari)
b. Boleh tidak berpuasa tetapi harus mengganti dengan membayar fidyah, yaitu yaitu semua halangan yang membuat seseorang tidak sanggup melaksanakan puasa, antara lain:
1) Orang tua yang berumur lanjut atau terlalu tua.
2) Sakit menahun, sehingga tidak mungkin dapat mengqadha puasa di hari-hari lain.
3) Hamil.
4) Menyusui anak.
5) Orang yang pekerjaannya tidak memungkinkan dapat berpuasa Ramadhan dan tidak dapat mengqadha di hari-hari lain
Firman Allah swt:
. . . وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ . . .
"Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya, (jika mereka tidak berpuasa) metnbayar fidyah (yaitu) memberi makan seorang miskin ". (Al Baqarah 184).
Kadar fidyah yang diberikan ialah semisal dengan kebutuhan makan selama satu hari yaitu sekiatr 3/4 liter, diberikan pada hari puasa yang ditinggalkan, sesudah terbit fajar.
Khusus bagi wanita hamil atau menyusui anak, ulama dalam madzhab Syafi'i berpendapat sebagai berikut :
1) Kalau mereka takut puasa akan mengganggu kesehatan dirinya sendiri, wajib qadha seperti orang sakit.
2) Kalau mereka takut puasa akan mengganggu kesehatan dirinya dan anaknya, wajib qadha seperti jika hanya takut tergangu kesehatan dirinya sendiri.
3) Kalau mereka takut puasa akan mengganggu anaknya, wajib qadha dan membayar fidyah.
Orang yang meninggalkan puasa Ramadhan karena udzur, tetapi sebelurh sempat mengqadhanya ia meninggal dunia, maka keluarganya wajib menggantinya dengan qadha. Sebagian ulama berpendapat diganti dengan fidyah dari harta peninggalannya. Sebagian lagi berpendapat tidak perlu diqadha dan tidak perlu fidyah, sebab yang wajib diganti oleh keluarganya adalah puasa nadzar. Sedangkan puasa Ramadhan yang ditinggalkan karena udzur dan yang bersangkutan belum sempat mengqadhanya, orang lain tidak dapat menggantikannya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.