Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ali Maksum

Coaching, Bukti Pembelajaran dengan Hati

Guru Menulis | 2022-03-29 12:01:58
Foto praktik Coahing di SD Paramount School

Dalam keseharian guru kadang di hadapkan berbagai masalah baik itu dating dari diri sendiri, sesama rekan guru atau bahkan permasalahan yang datang dari siswa sendiri yang membutuhkan motivasi atau stimulus pribadi dari guru. Permasalahan yang tidak teratasi kadanga sangat mengganggu dari diri seorang guru atau siswa karena masalah tersebut tidak terpecahkan sehingga menimbullan konflik batin atau kepentingan. Permasalahan tersbut tidak teratasi bisa di karenakan beberapa hal diantaranya adalah tidak adanya teman berbagi yang menstimulus atau sekedar memabntu memecahkan untuk mencari jalan keluar terbaik.

Dari permasalahan-permasalahan yang terjadi di sekolah tersebut sudah selaiknya seorang guru di berikan keterampilan-ketrampilan tertentu agar dapat membantu permasalahan di sekolah. Hal ini merupakan bukti peran guru telah mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi dan Pembelajaran sosial Emosional. Coaching adalah

Beberapa ahli mengartikan Coaching sebagai berikut:

sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999)kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya (Whitmore, 2003)

Selain definisi-definisi yang diungkapkan oleh para ahli yang telah disebutkan di atas, International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai:

“ bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”

Dari definisi ini, Pramudianto (2020) menyampaikan tiga makna yaitu:

Kemitraan. Hubungan coach dan coachee adalah hubungan kemitraan yang setara. Untuk membantu coachee mencapai tujuannya, seorang coach mendukung secara maksimal tanpa memperlihatkan otoritas yang lebih tinggi dari coachee.Memberdayakan. Proses inilah yang membedakan coaching dengan proses lainnya. Dalam hal ini, dengan sesi coaching yang ditekankan pada bertanya reflektif dan mendalam, seorang coach dapat menggali, memetakan situasinya sehingga menghasilkan pemikiran atau ide-ide baru.Optimalisasi. Selain menemukan jawaban sendiri, seorang coach akan berupaya memastikan jawaban yang didapat oleh coachee diterapkan dalam aksi nyata sehingga potensi coachee berkembang.

Istilah coaching sering digunakan dalam dunia bisnis namun apakah hal tersebut dapat diterapkan dalam dunia Pendidikan?. Pendidikan berdiferensisi yang menghadapi berbagai `corak warna` siswa yang juga menghadapi perbedaan karakter siswa guru dituntut mengetahui pembelajaran sosial emosional. Kedekatan seorang guru dan siswa atau guru dengan guru diharapakan mempunyai rasa empati tentang keberadaan mereka untuk itulah perlu adanya coaching yang membantu permasalahan dan kesulitan yang dialami siswa maupun rekan guru.

Coaching sangat berbeda dengan istilah yang di kenal sebelumnya seperti, konseling dan mentoring. Teknik coaching lebih mengedepankan bagaimana menghidupkan potensi yang dimiliki oleh Coachee. Seorang coach dalam coaching tidak dibutuhkan berbicara terlalu banyak atau bahkan tidak dibutuhkan keahlian skill dan pengetahuan sebelumnya yang dimiliki oleh coach namun coach lebih kepada mengarahkan potensi-potensi yang sebenarnya sudah dimiliki dari awal oleh seorang coachee. Pertanyaan-pertanyaan tersebut berupa:

PERTANYAAN TERBUKA:

1. Bagaimana kamu mendeskripsikan kondisi saat ini?

2. Apa yang menjadi tujuanmu setelah pertemuan kita hari ini?

4. Coba ceritakan apa hambatan yang kamu hadapi?

5. Mengapa kamu berfikir demikian?

PERTANYAAN BERFOKUS PADA TUJUAN: Tujuannya pada akhir diskusi dan tidak berkutat kepada masalah

1. Apa hasil akhir yang diharapkan?

2. Sebutkan hal-hal yang dapat membantu kamu mencapai target tahun ini?

3. Dari semua pilihan yang telah kita diskusikan mana yang ingin kamu pilih?

4. Apa makna kesuksesan bagi kamu?

5. Bisa kamu ceritakan proses yang sudah kamu buat hingga saat ini?

PERTANYAAN REFLEKTIF: Tujuannya mengulang Kembali sebagai dari diskusi baik itu pikiran atau perasaan coachee.

1. Cari proses Kerjasama pada teman apakah ada hal-hal yang yang merupakan keberhasilan bersama?

2. Ceritakan lebih dalam lagi tentang kekhawatiran yang sedang kamu rasakan.

3. Dari evaluasi yang sudah kamu buat coba apa yang bisa kamu tingkatkan dari performamu?

4. Bagiaman Analisa kekuatan dan kelemahan dari program myang kamu buat?

PERTANYAAN EKSPLORASI: Tujuannya menggali hal-hal lain yang belum dungkapkan oleh coachee

1. Dari semua pilihan yang ada apa yang menjadi pembeda dari sebelumnya?

2. Menurutmu darimanakah kita harus memulai?

3. Seberapa yakin kamu mampu meneruskan usaha yang telah dilakukan oleh kakakmu?

4. Masih adakah yang belum kamu ungkapkan?

5. Bagaimana kamu dapat memiliki persepsi demikian? Jelaskan?

6. Apa yang terjadi jika pilihan A kamu ambil?

PERTANYAAN MENGUKUR PEMAHAMAN

Tujuannya agar coachee memahami realitas yang dihadapi

1. Apa yang sudah kamu pahami sejauh ini?

2. Dari hal yang sudah diungkapkan sebelumnya apa yang menjadi tantangan kamu sekarang?

3. Jelaskan lebih lagi apa hal yang diperluakan agar rencanamu berjalan dengan lancer?

4. Bagaimana persepsimu tentang lingkungan kerjamu saat ini?

PERTANYAAN AKSI

Menentukan coachee Langkah maju yang diharapkan yang dinyatakan dalam sebuah Tindakan atau rencana yang relevan.

1. Apa yang sepantasnya kamu berbuat saat ini?

2. Siapa yang akan kamu ajak terlibat saat ini?

3. Kriteria keberhasilanmu saat ini apa?

4. Apa dukungan yang kamu perlukan untuk keberhasilan?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat di gunakan untuk memandu dalam proses coaching yang berlangsung. Dalam tahapan-tahapn Coaching, seorang Coach harus memahami bagaimana tahapan yang benara sehingga tujuan yang telah di rencanakan dapat berjalan dengan baik dan dapat memecahkan persoalan yang sedang dihadapi.

TIRTA dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal sangat luas dan telah banyak diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will. Pada tahapan

1) Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini,

2) Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee, 3) Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi.

4) Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.

Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan pendampingan kepada murid melalui pendekatan coaching di komunitas sekolah dengan lebih mudah dan mengalir.

TIRTA kepanjangan dari

T: TujuanI: IdentifikasiR: Rencana aksiTA: Tanggung jawab

Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Anda, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan.

Tugas seroang guru adalah Anda adalah menuntun atau membantu murid (coachee) menyadari bahwa mereka mampu menyingkirkan sumbatan-sumbatan yang mungkin menghambat perkembangan potensi dalam dirinya.

Lalu bagaimana cara seorang guru menyingkirkan sumbatan-sumbatan yang terjadi? maka jawabannya adalah dengan keterampilan Coaching.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image