Menengok Pasar Loak Astanaanyar Bandung
Wisata | 2022-03-28 17:29:25Jalanan di Kota Bandung pagi menjelang siang itu memang terbilang sepi dan tidak begitu ramai. Angkutan kota yang membawaku, penumpangnya hanya aku sendiri. Mobil itu melaju tanpa halangan hingga maju mulus sampai aku memberhentikannya pada sebuah tempat. Aku menyeberang untuk memastikan di tempat yang kumaksud ramai atau tidak. Aku senang karena rencanaku mendatanginya akhirnya terwujud juga setelah tertunda beberapa waktu.
Nyatanya memang ramai lalu lalang orang. Padahal sejak PPKM diberlakukan jelas membuat para pedagang omzetnya menurun. Aku pun melangkahkan kaki dan tidak berselang lama tampak ada perbedaan dari tempat yang sebelumnya. Kulihat terhampar barang-barang loak (bekas,pen) yang sengaja dijual bagi mereka yang membutuhkan. Di sana, ya aku kemudian berada di Pasar Loak Astanaanyar dan pedagang pun berjejer kurang lebih satu kilometer panjangnya. Sulit aku menghitungnya berapa banyak pedagang yang ada di sana.
Ya aku yakin tempat ini dikenal sebagai pasar loak terbesar di Kota Bandung. Tak heran kalau tentunya mereka para pembeli barang loakan alias barang bekas tentu akan berburu ke tempat ini. Tak sekedar untuk berburu jenis barang seperti itu. Yang mereka cari bukan saja yang mereka butuhkan untuk sesuatu di rumah namun juga ada yang berburu barang antik yang mungkin saja bisa didapati di tempat itu. Namun bisa pula menjadi ajang jalan-jalan karena lokasi mereka menghamparkan barang dagangannya, ya di pinggir jalan. Maka kalau berjalan aku pun bisa melihat orang-orang yang melihat dan memilih barang serta tak luput pula aku melihat dua orang sedang bertransaksi jual beli.
Sungguh pemanadangan yang membuatku semakin mensyukuri akan hidup. Ternyata Tuhan Maha Pemurah dengan rezeki yang diberikan kepada umat-Nya. Dari barang loak itu mampu menghasilkan uang alias cuan yang berguna bagi kehidupan pedagang dan juga keluarganya. Uang yang didapat bukan saja untuk memnuhi kebutuhan makanan hariannya, tapi bisa jadi diperuntukkan bagi bayar cicilan rumah, bayar kontrakan, biaya sekolah anak, ciciln motor dan tidak tertutup kemungkinan saat itu ada pula pedagang yang berjuang untuk mengobati salah satu anggota keluargannya yang sakit.
Saat aku melangkahkan kaki akhirnya terpikir pula, apakah mungkin barang-barang loakan itu mampu untuk menunjang sebuah kehidupan ? Tetapi aku melihat dari wajah pedagang yang terlihat ada semacam harapan yang begitu besar agar apa yang dilakukannya tidak sia-sia. Bisa mungkin pandemi dan PPKM bertubi-tubi memukul ikhtiar mereka dengan menurunnya omzet dan ketidak pastian untuk mendapatkan uang. Tetapi tekad mereka tak pernah surut, terus berjuang untuk mendapatkan uang agar anak isteri di rumah paling tidak bisa makan.
Tak mengherankan jika kulihat banyak orang yang memilih topi-topi bekas yang dijual lima ribu sampai sepuluh ribu rupiah. Tentu saja hal ini menjadi harapan bagi pedagang untuk bisa mendapatkan untung lebih. Di sisi lain aku melihat orang-orang tengah asyik memilih barang dari onderdil alat eletronik, mencari perkakas rumah tangga atau dapur yang dibutuhkan, helm bekas, strika dulu, dispenser kipas angin, magic com, sepeda untuk anak atau sepeda untuk dewasa, batu akik dan semua barang loak lainnya. Jelas bagi pedagang ini sebuah harapan, ya harapan ia bisa bertahan di tengah kehidupan yang tidak pasti.
Tentu saja, aku melihat pula ketika orang tak memiliki uang lebih maka dia akan memilih mencari barang loakan yang dibutuhkan di tempat ini. Bagiku, Pasar Loak Astanaanyar bukan tempat yang tabu untuk didatangi. Harga miring dan terkadang barang bekas yang masih lumayan layak pakai akan mampu meringankan beban mereka. Aku pun tak menjamin jika orang-orang yang datang ke pasar loak ini adalah orang-orang yang memiliki keuangan pas-pasan. Aku malah yakin ada pula orang-orang kaya yang sengaja datang ke tempat ini untuk mencari barang unik dan antik yang dibutuhkannya. Kalaupun ada orang-orang yang sengaja datang ke sana untuk sekedar berjalan-jalan, para pedagang rtakkan pernah memerahinya atau paling banter mereka ditawari mungkin ada barang yang dbutuhkan olehnya.
Inilah realita kehidupan. Bisa jadi mungkin banyak orang memandang buat apa beli barang bekas atau barang loakan jika masih mampu membeli barang yang baru. Benar kupikir pandangan seperti itu, tetapi kedatangan orang-orang yang membutuhkan barang-barang loak tersebut adalah jalan rezeki bagi pedagang yang ada. Aku pun kemudian melihat seorang pedagang yang menghitung uang hasil penjaulannya dan mencium lembaran uang itu bahagia. Jelas nyata sekali, pembeli bagi pedagang barang loak sangat ditunggu karena siapa tahu rezeki besar akan mereka dapatkan saat itu. Kehidupan di pasar loak itu akan bisa selamanya bertahan ketika setiap hari selalu ada pembeli yang datang untuk membeli barang-barang loak tersebut.
Bukan saja para calon pembeli yang datang dengan berjalan kaki namun orang-orang yang datang menggunakan roda dua pun kemudian memamrkirkan motornya dan langsung mendatangi lapak untuk mencari barang yang dibutuhkannya. Ah sungguh bagi semua ityu memiliki arti penting bagiku tentang indahnya berusaha untuk bisa hidup dengan mengais rezeki dari barang loak. Para pedagang mengandalkan barang-barang bekas itu untuk bisa menambah pundi uang-uangnya. Namun bagiku aktivitas mereka adalah sumber inspirasi tulisan yang kemudian bisa ditulis dan dibagikan kepada pembaca.
Perjalananku akhirnya sampailah di penghujung tempat berjualan itu. Terlihat begitu nyata Taman Tegallega Kota Bandung. Saat itu aku tak membeli barang loak di pasar tersebut namun kehadiranku semakin menguatkan keyakinanku ternyata hidup harus diperjuangkan. Para pedagang loak itu adalah orang-orang inspiratif dan dengan barang-barang loak itu mereka tetap memiliki mimpi yaitu mimpi untuk mengubah kehidupannya dengan apa yang telah dijalaninya selama ini. Aku pun terus melangkah dengan membawa mimpi yang kumiliki.***
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.