Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Neng Nelis

Kepatuhan Syariah pada LAZ dalam Pengelolaan Dana ZISWAF

Agama | Monday, 28 Mar 2022, 16:55 WIB

Nama : Neng Nelis

Prodi : Akuntansi Syariah

Kampus : STEI SEBI

Kepatuhan Syariah pada LAZ Dalam Pengelolaan Dana ZISWAF

Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, hal itu berdasarkan data yang didapat dari world review population yang menyatakan jumlah total muslim di Indonesia mencapai 229 juta atau sekitar 87,2 % pada tahun 2021. Dalam syariat Islam ada yang dinamakan maqashid syariah, yang bertujuan untuk menjaga kemaslahatan umat manusia. Ada 5 maqashid syariah yang salah satunya adalah hifdzu maal (menjaga harta). Yang dimaksud menjaga harta disini ialah agar jangan sampai umat Islam lemah atau miskin, tetapi jangan sampai juga mendapatkan harta dengan cara yang tidak dibenarkan atau diharamkan syariat.

Salah satu syariat Islam yang bertujuan untuk memelihara harta adalah dengan disyariatkannya zakat. Zakat merupakan salah satu rukun Islam, wajib hukumnya bagi setiap muslim untuk membayar zakat. Zakat berasal dari kata zaka yang artinya bersih, suci, subur dan berkembang. Artinya zakat sendiri ini bertujuan untuk membersihkan harta yang kita miliki agar ia menjadi berkah karena pada harta yang kita miliki itu bukan sepenuhnya milik kita, terdapat hak orang lain yang Allah titipkan kepada kita. Selain zakat ada juga syariat yang hampir mirip dengan zakat tapi hukumnya tidak wajib melainkan sunnah muakkad. Ada infak, sedekah, wakaf dan dana sosial keagamaan lainnya seperti hibah, fidyah, kurban, kafarat dan yang lainnya.

Jika semua umat muslim menjalankan syariat diatas maka tentunya potensi dana yang dihimpun akan sangat banyak, namun sayangnya belum semua masyarakat muslim memahami dan menyadari bahwa membayar zakat itu sebuah kewajiban. Menurut data dari pusat kajian strategi BAZNAS (PERBAZNAS) potensi ZISWAF yang ada di Indonesia mencapai 500 triliun lebih namun dana yang berhasil dihimpun hanya mencapai 3 triliun rupiah. Ini disebabkan oleh kurangnya literasi mengenai zakat di masyarakat serta pencatatan atas dana yang disalurkan juga tidak semuanya tercatat.

Tidak semua masyarakat membayar zakat melalui lembaga amil zakat (LAZ) sehingga itu berimplikasi pada pendistribusian dana zakat itu sendiri yang tidak merata. Padahal semua pedoman zakat sudah tertuang dalam UU No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Dalam UU No. 23 tahun 2011 disebutkan bahwa Lembaga Amil Zakat (LAZ) didirikan untuk membantu BAZNAS dalam proses pengelolaan, pencatatan sampai pendistribusian zakat kepada mustahiq. Seharusnya masyarakat membayar zakat melalui Lembaga amil zakat (LAZ) tetapi masih banyak masyarakat yang membayar zakat secara langsung atau melalui mesjid-mesjid.

Masyarakat banyak yang membayar zakat tidak melalui Lembaga amil zakat (LAZ) salah satu alasannya adalah karena rasa percaya terhadap Lembaga amil zakat yang belum dibangun. Rasa belum percaya itu muncul karena ada beberapa faktor seperti kurangnya akuntabilitas dan transparansi laporan serta pelaksanaan atau operasionalnya yang belum sepenuhnya sesuai dengan prinsip syariah (patuh syariah). Kepatuhan syariah dalam Lembaga amil zakat (LAZ) harus diperhatikan karena itu mempengaruhi kepercayaan muzaki dalam membayar zakat pada Lembaga amil zakat tersebut.

Semakin transparan laporan keuangan dan akuntabilitasnya maka akan semakin percaya pula masyarakat (muzaki) dalam membayar zakat terhadap Lembaga Amil Zakat (LAZ). Begitu pula dengan kepatuhan syariah, jika sistem operasional suatu Lembaga Amil Zakat (LAZ) telah sepenuhnya memenuhi prinsip syariah maka masyarakat (muzaki) akan semakin percaya dan mau membayar zakat melalui Lembaga Amil Zakat sehingga penghimpunan dana zakat akan maksimal dan berimplikasi pada kerapihan dalam pencatatannya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image