Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Meraup Manfaat Puasa dengan Jamu Jabati Jarak (Tamat)

Lomba | Sunday, 27 Mar 2022, 11:46 WIB

Kini sudah banyak bukti-bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa puasa bermanfaat bagi kesehatan fisik dan psikis. Orang-orang yang tidak beragama sekalipun sangat meyakini akan manfaat puasa bagi kesehatan.

Mereka yang nonmuslim pun meyakini bahwa puasa dapat memperbaiki kualitas spiritual. Lebih bijak, mampu mengendalikan diri dari sifat kemaruk, mampu menahan emosi negatif, serta meningkatkan kemampuan berpikir positif merupakan sebagian dari nilai-nilai spiritual yang hendak mereka capai. Tak sedikit dari mereka yang mengadopsi nilai-nilai spiritual ibadah puasa yang sudah lama ada dalam ajaran Islam.

Dalam hal nilai spiritual puasa Stephen Harrod Buhner dalam bukunya The Transformational Power of Fasting (versi e-book, 2012 : 27) mengutip penadapat Imam Al-Ghazali yang mengatakan barangsiapa yang perutnya penuh sesak dengan makanan, maka ia tak akan mampu melihat dunia yang tak terlihat (alam ghaib).

Dunia yang tak terlihat bukan saja kehidupan setelah mati, tetapi termasuk pula di dalamnya kebijakan, ketenangan dan ketentraman hidup, kemampuan memberi dan menolong orang lain, mampu menahan sikap marah, kemampuan memiliki ketenangan dalam mencari solusi dari suatu masalah, dan sikap positif lainnya.

Pernyataan Imam Ghazali yang dikutip Stephen Harrod Buhner tersebut terdapat dalam kitab karya Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Juz II : 115, Kitab Asraru Shaum wa Muhimmatuhu (Penerbit Daarul Minhaj Linnasyr wa Tauji’, Jiddah-Saudi Arabia ).

Bagi umat Islam, puasa bukan sekedar menjaga kesehatan, namun merupakan wujud keimanan dan ketaatan terhadap perintah Allah. Derajat takwa yang pahalanya berupa kebahagiaan di dunia dan akhirat merupakan nilai yang akan diperoleh orang-orang yang melaksanakan ibadah puasa. Sedangkan kesehatan dan nilai-nilai baik lainnya merupakan hikmah dari ibadah puasa.

Nilai-nilai baik dari ibadah puasa baik secara fisik maupun psikis merupakan nilai-nilai universal yang akan diperoleh siapapun yang melakukan puasa, baik dilakukan seorang muslim maupun nonmuslim.

Seperti dikatakan Ilyas Ba-Yunus (1985 : 65) dalam bukunya Islam : Sociology An Introduction, “Islam adalah suatu sikap hidup yang naluriah. Artinya jika seseorang memilih jalan yang bertentangan dengan Islam, niscaya ia akan menuju kepada kehancuran, walaupun ia seorang muslim. Sebaliknya jika seseorang mengikuti ajaran atau aturan Islam, ia akan mencapai kebaikan, meskipun ia merupakan nonmuslim.

Kembali lagi kepada manfaat puasa. Di kalangan para ilmuwan Barat, puasa diistilahkan dengan fasting. Banyak para ahli kesehatan Barat yang menganjurkan agar setiap orang melaksanakan puasa selama 10-12 jam sehari yang mereka istilahkan dengan dry fasting. Disebut dry fasting karena mereka mengeringkan kerongkongannya tanpa sentuhan air dan mengosongkan perutnya tanpa diisi makanan.

Dry fasting sangat bermanfaat bagi kesehatan, salah satunya memberikan kesempatan kepada sistem pencernaan untuk memperbaharui sistem kerjanya. Selain itu, dengan melakukan dry fasting ini dapat meningkatkan autoimun, pertahanan tubuh dari serangan berbagai penyakit.

Betapa tidak, selama ini kita tidak dapat mengontrol makanan yang kita konsumsi. Setiap hari beragam makanan kita masukkan ke dalam perut tanpa lagi memperhatikan nilai gizi dan dampaknya terhadap tubuh.

Dengan melakukan puasa selama 16 jam sehari selama tiga hari saja sangat bermanfaat bagi kesehatan pencernaan. Namun puasa yang dilakukan harus tetap berbuka, tidak boleh melakukan puasa terus menerus seharian tanpa berbuka.

Masih banyak manfaat dari dry fasting bagi kesehatan fisik dan psikis. Manfaat lengkap dari manfaat dry fasting ini dapat pembaca kaji lebih lanjut dalam buku yang ditulis Luko Countiho, The Dry Fasting Miracle from Deprive to Thrive.

Betapa luhurnya ajaran Islam yang telah mewajibkan kita melaksanakan ibadah puasa. Di dalamnya sarat dengan manfaat bagi kehidupan kita di dunia dan tentu saja sebagai bekal kehidupan kita kelak di akhirat.

Ibadah puasa Ramadhan maupun puasa sunat yang kita lakukan, rata-rata 12-16 jam per hari. Kita melakukannya selama satu bulan penuh diawali dengan sahur dan diakhiri dengan berbuka. Islam mengharamkan puasa terus menerus tanpa berbuka (shaum wishal) atau dalam istilah para ahli kesehatan disebut prolonged fasting. Menurut para ahli kesehatan, shaum wishal atau prolonged fasting tidak baik bagi kesehatan.

Ibadah puasa dalam Islam memiliki konsep puasa yang lebih sempurna dibandingkan dengan konsep puasa yang diyakini orang-orang nonmuslim. Karenanya kita harus dapat meraih manfaat puasa lebih baik daripada mereka. Namun harus jujur diakui, kita belum mampu menjaga dan menahan diri dari mengkonsumsi makanan ketika kita berbuka dan selepas melaksanakan ibadah puasa atau ketika Idul Fitri tiba.

Karenanya, untuk memperoleh manfaat puasa secara mental, sosial, dan spiritual kita harus benar-benar menghindari sikap rakus dari mengkonsumsi makanan. Dengan cara seperti itulah kesehatan fisik dan psikis sebagai salah satu manfaat dari ibadah puasa akan dapat kita raih.

Berkenaan dengan Pandemi Covid-19, apakah ibadah puasa tidak akan melemahkan pertahanan tubuh dari serangan virus yang mematikan tersebut?

Secara Imani yakinkan saja, mustahil perintah Allah akan mencelakakan hamba-hamba-Nya. Lalu adakah bukti ilmiah bahwa ibadah puasa aman dilaksanakan selama masa Pandemi Covid-19 ?

The American Journal of Medicine yang terbit pada tahun 2021 mengangkat sebuah hasil penelitian Ramadan Intermittent Fasting, Physical Activity, and COVID-19 Pandemi in Patients with Chronic Diseases (Puasa Ramadhan, Aktivitas Fisik, dan Pandemi COVID-19 di Kalangan Pasien yang Memiliki Penyakit Kronis).

Kesimpulan dari penelitian tersebut menyebutkan, meskipun harus dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh puasa Ramadhan, vaksinasi, dan aktivitas fisik selama masa pandemi COVID-19, namun setidaknya dapat diketahui bahwa melaksanakan puasa dapat meningkatkan imunitas tubuh dari berbagai infeksi yang disebabkan bakteri. Namun semua ini kembali kepada keyakinan dan pengetahuan setiap individu dalam menjalankan puasa tersebut.

Seperti dikatakan dalam kutipan jurnal tersebut, hikmah puasa yang akan kita raih sangat tergantung kepada diri kita masing-masing. Bagi orang yang beriman, keyakinan atau keimanan saja yang menjadi dasar dalam melaksanakannya seraya benar-benar menjaga nilai-nilai ibadah puasa baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah dipastikan akan dapat meraih kebaikan dari ibadah puasa.

Untuk meraih kebaikan puasa secara maksimal yang bersifat batiniah kita harus menjaga kondisi hati dari sikap berburuk sangka dan sikap negatif lainnya dan menjaga mulut (jamu) dari berbagai perkataan kotor. Sedangkan untuk meraih kebaikan puasa yang bersifat lahiriah kita jangan banyak tidur (jabati) terutama pada siang hari, dan jangan rakus (jarak) dalam mengkonsumsi makanan dan minuman sekalipun halal hukumnya.

Ilustrasi : Puasa pada masa pandemi COVID-19 (sumber gambar : https://pwmu.co)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image