Ketika Akhlak Dikesampingkan Demi Hawa Nafsu
Agama | 2022-03-27 09:03:36Saat ini kita sering dihadapkan dengan sebuah realita yang membuat kita mengurut dada. Sebagian orang berani melakukan perbuatan tanpa mengedepankan akhlak. Padahal akhlak sendiri adalah satu bagian yang tak terpisahkan dari bangunan yang dinamai Islam. Sangat naif jika kemudian ada yang mengaku dirinya seorang muslim tapi berbuat jauh dari nilai-nilai Islam.
Karena tak mampu menjaga akhlak orang bisa berbuat seenaknya. Seorang ulama besar seperti Kyai Maruf Amien disandingkan dengan Kakek Sugiono bintang porno Jepang yang bernama asli Shigeo Tokuda dalam sebuah kolase. Ini sungguh keterlaluan, tidak beradab dan tak berakhlak. Kita tahu, sah-sah saja kalau ada orang berbeda pandangan atau berbeda pemahaman tapi tidak lantas kemudian melakukan hal yang justeru merendahkan martabat orang lain.
Imam Al Ghazali menjelaskan bahwa akhlak adalah salah satu sifat yang tertanam di dalam jiwa manusia yang dapat menimbulkan suatu perbuatan yang mudah dilakukan tanpa adanya pertimbangan pemikiran lagi
Jadi perbuatan menghina ulama di atas muncul dari hati yang kotor dan menunjukkan jika yang melakukannya tidak lebih baik dari yang dihinanya. Godaan adanya tekonologi yang memudahkan orang untuk menghina sesama muslim membuatnya tak peduli dengan perasaan orang lain. Sungguh kini banyak orang berani melakukan tindakan cetek itu tanpa dipikirkan resiko selanjutnya. Kemudian timbul asumsi jika ada orang melakukan hal itu berarti sama saja orang yang bersangkutan tak memilki keluhuran akhlak.
“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik, maka baiklah seluruh tubuhnya, dan jika segumpal daging tersebut buruk, maka buruklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR Bukhari dan Muslim).
Akhlak dianggap sesuatu yang urgen dan posisinya lebih penting dari ibadah ritual karena hal itu sangat erat dengan eksistensi hubungan manusia yang terjalin. Jikalau kita berbuat dosa tentu hanya dituntut bertaubat di hadapan Allah. Sedangkan berbuat yang menyakiti hati orang lain akan membuat silaturahmi menjadi rusak dan tentu saja membuat orang ada yang tersakiti hatinya. Juga ada tuntiutan yang melakukannya harus minta maaf kepada orang yang melakukannya. Jika tidak selamanya yang bersangkutan tetap akan terus berdosa.
Tak mengherankan jika jauh-jauh hari Rasulullah diturunkan Allah untuk menyempurnakan akhlak karena hal tersebut sangat terkait erat dengan kehidupan sosial manusia itu sendiri. Tanpa akhlak yang baik maka kehidupan manusia akan selalu diliputi dengan beragam konflik. Adanya akhlak terpuji justeru akan menumbuhkan hubungan hidup lebih harmonis dan mampu mengesampingkan sifat buruk sangka ada pada diri setiap orang. Dari hal ini pun akan tumbuh sikap toleransi karena merasa jima orang lain pun setara dengan dirinya dan memiliki perasaan.
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang sholeh”. (HR: Bukhari dalam shahih Bukhari kitab adab, Baihaqi dalam kitab syu'bil Iman dan Hakim)
Orang yang memiliki empati dan selalu menghormati orang lain berarti orang tersebut sangat menjunjung akhlaknya. Keindahan akhlak akan menumbuhkan siakp selalu mau menerima kekurangan yang ada pada orang lain. Bahkan karena selalu berusaha menjaga akhlaknya maka ia akan menepis berita-berita bohong yang bisa menyesatkan. Berita bohong adalah jebakan yang terbukti mampu menghancurkan hubungan manusia yang ada di atas dunia ini.
“Wahai orang- orang yang beriman, jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian.”(QS.Al-Hujurat : 6).
Oleh sebab itu Islam selalu mengedepankan kepada umatnya agar melakukan tabbayun ketika beredar berita yang diyakini tak jelas kebenarannya. Tabayyun adalah mencari kebenaran tentang sebuah berita. Seorang yang memiliki akhlak mulia akan mengedepankan hal ini karena dirinya ingin terjebak dalam sebuah konflik yang bisa merusak hubungannya dengan orang lain.
Sebaliknya orang yang memiliki kerendahan akhlak, ia akan melakukan apa saja tanpa mempedulikan efek negatif yang ditimbulkan dari perbuatannya. Orang seperti ini takkan menjunjung moralitas dan lebih menyukai menciptakan sikap permusuhan kepada orang-orang. Sehingga pada orang-orang seperti ini begitu mudah merasuk radikalisme dan juga intoleransi dalam segala hal.
Sifat seperti ini tak mencerminkan Islam yang rahmatan lil alamien. Dalam hal itu yang terbentuk adalah sikap kebencian sehingga tumbuhlah sikap curiga kepada orang yang dilihatnya. Padahal Islam sangat menekankan agar berbaik sangka itu bukan saja kepada Allah tetapi menekankan pula untuk berbaik sangka kepada sesama manusia. Akan teramat dzalim jika kita hidup di atas dunia tak mau menerima perbedaan yang ada dan menganggap dirilah yang paling benar.
Kita sendiri harus memaklumi jika manusia tak luput dari kesalahan dan kekurangan. Namun lebih tak manusiawi melakukan sesuatu yang menggambarkan seorang ulama dengan bintang porno. Artinya, apa yang dilakukannya jelas-jelas mengesampingkan keberadaan akhlak dan lebih mengutamakan hawa nafsunya agar nama baik seseorang tercemar.
Tentu saja sebagai seorang muslim semestinya tetap terus menjaga akhlak agar tidak tercemari oleh hal-hal yang bisa merusaknya. Dengan kebaikan akhlaknya tentu saja seorang muslim akan dicintai saudara-saudaranya karena jika memiliki kerendahan akhlak maka sebagai manusia ia sudah terjerembab ke dalam bentuk kemaksiatan yang nyata.
“Ya Allah, ampunilah semua dosa dan kesalahanku. Ya Allah, teguhkanlah pendirianku, sempurnakanlah kekuranganku, dan tunjukkanlah kepadaku perbuatan dan akhlak yang baik” (HR. Ibnu Sunni).***
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.