Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Deffy Ruspiyandy

Manisnya Colenak Legendaris Murdi Putra

Kuliner | Thursday, 24 Mar 2022, 06:29 WIB

Sedikitnya, orang Bandung sudah pasti mengenal kuliner colenak. Colenak adalah singkatan dari dicocol enak. Tentu saja kuliner yang terbuat dari tape singkong yang dilumuri oleh saus parutan kelapa dicampur gula merah ini telah menjadi makanan legendaris. Colenak Murdi Putra sendiri telah hadir sejak tahun 1930 dan disajikan pula pada pergelaran Konferensi Asia Afrika tahun 1955.

Toko tempat menjual colenak yang rasanya manis (FOTO : Deffy Ruspiyandy)

Dalam sejarahnya, perintis awal usaha colenak ini berjualan di pinggir jalan. Namun karena banyak orang melihat tape itu dibakar di pinggir jalan dengan aroma yang khas maka secara spontan memberi nama colenak dan Murdi Putra adalah nama pemiliknya. Lambat laun usahanya berkembang semakin maju karena banyak dikenal orang dari berbagai pelosok. Saking terkenalnya akhirnya menjadi suguhan bagi orang-orang asing yang menghadiri KAA tersebut. Jelas hal ini merupakan kebangaan bagi bangsa Indonesia saat itu.

Colenak sendiri adalah salah satu makanan khas yang ada di tatar Sunda dan tetap ada sampai saat ini. Tetapi jika mencari colenak yang telah punya nama tentunya colenak yang dijual di jalan Ahmad Yani 733 Kota Bandung. Saya beruntung karena secara turun temurun usaha colenak itu tetap dipertahankan oleh anak cucu Abah Murdi Putra ini. Tentu saja makanan khas ini tetap eksis dan masih banyak penggemarnya yang berusaha untuk tetap menikmartinya.

Tentu saja, saya pun kini berkesempatan untuk menikmatinya. Perjuangan untuk menikmati kuliner ini membuat saya harus menggunakan bis Damri dalam kota jurusan Cicaheum-Cibeureum berwarna biru dan merogoh kecek Rp 4000,- untuk ongkosnya . Lokasi tempat penjualan colenak ini mengecil yang tadinya seperti toko makanan besar kini justeru bentuknya seperti kios yang ditunggui oleh seorang wanita. Saat aku bingung bagaimana untuk bisa menikmatinya sementara tempatnya tak ada. Namun demikian gedung yang sudah berubah fungsi sebagai tempat penjualan kuliner lain masih bisa dimanfaatkan untuk makan penganan ini.

Saya melihat di atas etalase terlihat bungkusan-bungkusan yang yang berisi colenak. Tiga varian yang ditawarkan kepada pembeli adalah rasa original, nangka dan juga duren. Saat itu saya memilih yang rasa original saja. Harganya terjangkau satu bungkus hanya Rp 10.000,-. Tetapi karena makan di tempat itu akhirnya saya membayar Rp 13.200,-. Saya tidak merasa rugi karena sajiannya yang memang manis.

Colenak pun disajikan di atas meja dengan menggunakan piring kecil. Tape yang didatangkan dari sentra industri tape di Cimenyan, Kabupaten Bandung ini tampak terlihat kenyal. Dengan menggunakan tusukan kecil sayma pun dapat menikmatinya. Benar saja, tape yang dibakar itu sungguh begitu menggoda langsung kunikmati. Tape yang sudah tercampur parutan kelapa dan gula merah langsung saya santap. Benar-benar terasa manis di lidah. Pantas saja banyak orang yang penasaran menikmati colenak ini karena rasa manisnya yang tiada tara.

Tadinya saya ingin meminta untuk kembali dibungkus karena dalam beberapa suapan saja dirasa dirasa sudah cukup untuk menikmatinya. Tetapi saat itu saya tetap memaksakan untuk bisa dihabiskan. Saya pikir tanggung jika tidak menghabiskannya, sebab untuk oleh-oleh yang dibawa ke rumah saya bisa membelinya lagi ke depan. Dapat dibayangkan betapa manisnya colenak yang dinikmati saat itu. Dengan jumlah uang sepuluh ribu ternyata di Kota Bandung masih bisa menikmati colenak yang sudah terkenal kemana-mana.

Ternyata colenak yang terbungkus kertas bermerk dan didobel dengan potongan kertas bungkus nasi memiliki aroma yang khas. Saya memesannya dua bungkus untuk dibawa ke rumah. Saya mengetahui dari wanita penjaga tadi walaupun berbentuk kios ternyata tempat itu merupakan pusat penjualan colenak itu sendiri dan merupakan tempat bersejarah yang tak bisa dilupakan oleh pemiliknya. Sementara masih menurutnya, ada tiga tempat lagi yang menjual colenak ini dan semua masih berada di Kota Bandung. Ternyata colenak ini bisa juga dijadikan sebagai oleh-oleh dari luar kota yang datang ke ibukota Propinsi Jawa Barat. Maka jika bertanya tentang colenak maka banyak orang akan segera menyebut colenak Murdi Putra.

Saya masih beruntung di tengah banyaknya makanan khas Sunda yang tergeser dengan makanan impor, ternyata colenak masih menjadi primadona di hati para penggemarnya. Ya jika menyebut colenak Murdi Putra tentu dapat dikatakan sebagai ikon Kota bandung sendiri. Kata colenak pun sangat kental ke-Sundaannya. Pastilah jika menyebut colenak pasti yang terpikir di benaknya adalah Kota Bandung atau Jawa Barat. Maka tak ada salahnya jika jenis makanan ini tetap harus dilestarikan karena sudah masyhur ke mana-mana. Jangan sampai nama colenak justeru lenyap di kemudian hari.

Sebelum saya meninggalkan kios colenak tersebut, saya meminta pelayan Wanita itu membungkuskan dua bungkus colenak dengan rasa original. Uang dua puluh ribu pun kuserahkan kepadanya. Bukannya pelit, karena dua bungkus pun siapapun yang menikmatinya di rumah, saya meyakini takkan menghabiskan semuanya karena rasanya yang manis. Benar saja, isteri saya, ibu saya dan anak saya pun mengatakan jika colenak ini sungguh sangat manis dan mencicipi sedikitnya katanya sudah cukup.

Kemudian sebuah bis kota yang akhirnya dihentikan oleh saya di tengah cuaca panas yang menyengat tubuh mampu memberi kesejukan karena ber-ac. Perjalanan yang dihibur dengan hiburan music di dalam bis membuat perjalanan tak begitu terasa hingga turun di daerah yang dekat ke tempat tingga saya. Saya pun melanjutkan dengan menggunakan angkutan kota dan kemudian turun sambal menenteng kantong kresek bertuliskan colenak Murdi Putra yang sampai kapanpun tetap rasanya manis.***

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image