
Quo Vadis Pendopo Situbondo
Sejarah | 2022-03-23 20:51:10
Sejak melihat hasil renovasi Kabupaten Situbondo Propinsi Jawa Timur, bangga dan terharu masuk kedalam kalbu. Berbeda dengan desain yang lama, dimana nampak penampilan Pendopo Situbondo terasa tertutup. Pagar yang menutupi halaman depan Pendopo mengakibatkan bentuk pendopo tersebut tidak nampak seluruhnya.
Kesan tertutup itu kemudian berubah di era Bupati Karna ini. Disamping renovasi bagian dalam gedung pendopo, yang juga sempat membawa polemik di masyarakat Situbondo. Hal itu diakibatkan sebuah gedung yang masuk kategori cagar budaya dibongkar oleh pemkab.
Memang renovasi pendopo kabupaten tersebut sangat dibutuhkan. Tampilan lama pendopo tersebut sudah cukup lama, bahkan menurut saya pribadi, tampilan itu sudah cukup kuno dibandingkan dengan desain masa kini. Sebagai tempat pertemuan berbagai macam lapisan masyarakat, pendopo seharusnya berdesain terbuka. Maka jika kita perhatikan konsep pendopo sebagai tempat pertemuan, semua pendopo itu tidak mempunyai tembok di sekelilingnya.
Adapun fungsi utama dari pendopo adalah sebagai tempat menerima tamu. Namun, karena pendopo biasanya luas, bangunan ini difungsikan pula sebagai tempat pertemuan, latihan tari atau karawitan, rapat warga, dan sebagainya.
Berbeda dengan gedung pertemuan pertemuan bersifat privat. Semuanya berada dalam sebuah gedung yang besar. Dimana tempat pertemuan berada dalam sebuah ruangan yang berukuran besar. Tempat pertemuan ini kemudian dinamakan sebagai aula.
Update tampilan Pendopo Kabupaten Situbondo sekarang sudah sangat tepat. Konsep terbuka telah masuk kedalam konsep pendopo itu sendiri. Sekarang, pagar depan pendopo ini bisa digunakan sebagai tempat santai para warga, bahkan saya sendiri sempat berfoto selfie dibawah pohon beringin depan pendopo tersebut.
Masalahnya kemudian adalah nama pendopo tersebut yang menurut beberapa tokoh masyarakat Situbondo kurang sesuai dengan kota Situbondo itu sendiri. Menurut Alm Bapak Badaruz Zaman, salah satu pendiri Forum Pemerhati Aspirasi Masyarakat Situbondo menyesalkan penamaan pendopo tersebut tanpa memperhatikan sisi historisitas Kabupaten Situbondo tersebut.
Penamaan Pendopo Aryo Situbondo sangatlah tidak tepat. Saya kutip dari wikipedia, sebutan Aryo atau "Arya" merupakan kata Sanskerta dan merupakan nama maskulin dan feminin yang bermakna 'terhormat', 'bangsawan', atau 'bijaksana'.
Ketika ditambahkan kepada Situbondo itu berarti yang terhormat Situbondo, bukankah Situbondo itu nama kota, yang tidak merujuk kepada seseorang. Atau bisa jadi juga ada bisikan halus yang mengatakan bahwa ada seseorang bernama Pangeran Aryo Situbondo.
Ada sebuah legenda yang sampai saat ini masih berkembang di masyarakat adalah bahwa nama Situbondo ada kaitannya dengan nama Pangeran Ario Situbondo. Konon ia adalah seorang tokoh yang disegani dan menjadi panutan masyarakat, baik karena perilakunya yang sopan santun, budi bahasanya halus, serta pemberani, tidak mudah menyerah, dan bertekad baja. Itulah sebabnya dia memiliki banyak pengikut, dan memperoleh banyak simpati dari masyarakat.
masukkan script iklan disini
Sekali lagi ini hanya legenda. Tidak ada bukti otentik yang membuktikan keberadaan tokoh ini. Penamaan pendopo dengan Pendopo Arip Situbondo dikhawatirkan bisa menjadi kesalahan kedua pemerintah Situbondo setelah kesalahan dalam menentukan hari jadi Kabupaten Situbondo.
Mengambil nama Ario disebabkan karena sebagian besar nama Bupati Situbondo bernama Aryo juga bukanlah hal yang tepat. Jika merujuk kepada nama asli Bupati situbondo pada masa lalu, tidak ada yang bernama Aryo. Bupati pertama Situbondo itu bahkan bernama asli Kanjeng Pandu.
Beliau merupakan Bupati pertama Panarukan, setelah pada tahun 1850 nama dan tempat kedudukan Kabupaten Besuki dipindah dari Besuki ke Panarukan.
Begitu juga nama bupati kedua adalah Raden Ario Mohammad Saleh yang kemudian bergelar Raden Mas Tumenggung Soerodiputro.
Dari sini memang nampak panggilan Aryo lebih banyak digunakan sebagai nama bupati sebelum kemerdekaan. Akan tetapi yang perlu diperhatikan, Aryo adalah sebutan saja. Bukan nama yang merujuk kepada seseorang. Bahkan Aryo digunakan untuk laki dan perempuan.
Memang tidak kewajiban memberi nama sebuah gedung itu dengan nama tokoh. Akan tetapi juga tidak salah jika memberi nama sesuatu itu dengan sebuah doa. Atau bahkan juga bisa benar jika memberi nama sesuatu dihubungkan dengan sebuah historisitas.
Bukankah sekian banyak nama yang digunakan untuk menamai sesuatu itu merujuk kepada sesuatu yang mempunyai nilai sejarah.
Misalnya untuk menghormati Bupati pertama Situbondo yang telah banyak berjasa yang salah satunya membangun dam sluice di Situbondo. Dimana dam tersebut sampai saat ini sangat dirasakan keberadaannya oleh masyarakat Situbondo.
Sekali lagi ini hanya sebuah nama saja, akan tetapi pemberian nama merupakan salah satu bentuk jati diri kita sebagai sang pemberi nama.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook