Zainab binti Jahsy Radhiyallahu ‘Anha, Ketika kekayaan menjadi ketakwaan
Agama | 2022-03-23 17:31:55Tulisan Ini Sebagai Pemenuhan Tugas Mata Kuliah Komunikasi Dakwah
Keadaan setiap manusia berbeda-beda satu sama lain. Ada yang hidup serba kecukupan. Ada pula yang bergelimang harta benda. Bahkan adapula yang hidup dalam keterbatasan dan kekurangan, namun penilaian Allah tidak tertuju pada hal-hal yang sekedar tampak dari tubuh dan terkesan mewah di mata kebanyakan manusia melainkan dari segi ketakwaannya.
Ketakwaan tidak hanya tentang hubungan vertikal antara seorang hamba dan Tuhannya, tetapi juga relasi horizontal sesama manusia secara seimbang. Takwa adalah konsep yang mudah diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, lebih jauhnya sejatinya takwa adalah paradigma hidup sehingga manusia dapat konsisten melakukan amalan kebaikan. Sebagai paradigma hidup, takwa membimbing setiap manusia benar-benar superior dalam nilai dan ajaran islam. Dalam hal ini manusia harus memiliki tekad dan kesungguhan untuk mengimplementasikan dalam keseharian mulai dari lingkup keluarga, ibadah, muamalah dan lainnya guna untuk kemaslahatan umat manusia.
Maka dari itu muncullah sosok sahabiyah yang sekaligus beliau adalah istri Nabi Muhammad sallahu ‘alaihi wasallam yang mendapat julukan panjang tangan yang Artinya tangan dan hatinya sangat mudah tergerak untuk memberi, beliau pula meninggalkan teladan baik. Sikap penyayang serta dermawannya merupakan teladan yang harum hingga masa kini.
Ummul mu’minin Zainab binti jahsy radhiyallahu ‘anha adalah seorang Wanita bangsawan ditengah kaumnya. Nama lengkap beliau adalah Zainab binti Jahsy bin Ri’ab al-Asadiyyah. Beliau dilahirkan di Makkah pada tahun 33 sebelum Hijriah dan wafat di Madinah pada tahun ke-20 Hijriah. Ibunya adalah bibi Nabi Muhammad sallahu ‘alaihi wasallam Umaimah binti Abdil Muththalib. Dengan demikian, dari sisi nasab Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam dan Zaiban binti Jahsy radhiyallahu ‘anha adalah sepupu.
Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam memiliki anak angkat yakni Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, sebelumnya Zaid bin Haritsah adalah seorang budak milik khodijah radhiyallahu ‘anha. Beliau radhiyallahu ‘anha memilih Zaid bin Haritsah menjadi budaknya karena dilihatnya ia anak yang pintar dan cerdik. Kemudian Khodijah radhiyallahu ‘anha menghadiahkan budaknya tersebut kepada Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam dan beliau sallahu ‘alaihi wasallam membebaskannya. Karena telah cukup usia, akhirnya Rasaulullah sallahu ‘alaihi wasallam mencarikan seorang wanita yang pantas untuk mendampingi anak angkatnya ini. Beliau sallahu ‘alaihi wasallam temui Zainab binti Jahsy radhiyallahu ‘anha dan kemudian meminangnya untuk anak angkatnya. Zainab radhiyallahu ‘anha menjawab “Aku tidak tertarik untuk menikah dengannya” lalu Rasulullah sallahu ‘alaihi wassalam bersabda “Tidak menikahlah dengannya”. Setelah mendengar perkataan tersebut Zainab radhiyallahu ‘anha bertanya “Apakah Engkau memerintahkanku Wahai Rasulullah?” Saat mereka berdua sedang berdiskusi, maka turunlah wahyu yang tertuang dalam Qur’an Surah Al-Ahzab ayat 36
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَّلَا مُؤْمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗٓ اَمْرًا اَنْ يَّكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ اَمْرِهِمْ ۗوَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا مُّبِيْنًاۗ
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.
Melalui perjodohan ini Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam ingin mengajarkan bahwa nilai persamaan. Beliau sallahu ‘alaihi wasallam hendak mendobrak tradisi lama dan mengubahnya menjadi kemoderenan tidak ada beda antara bangsawan dan seorang bekas budak. Islam mengajarkan bahwa tidak ada perbedaan dalam seorang hamba kecuali pada sisi ketakwaannya. Kita ketahui bahwasannya Zaid radhiyallahu ‘anhu adalah bekas seorang budak sedang Zainab radhiyallahu ‘anha adalah seorang bangsawan Quraisy, mereka setara dalam pandangan islam. Beliau sallahu ‘alaihi wasallam hendak mengajarkan bahwa perbedaan kelas sosial bukanlah menjadi pertimbangan dalam sebuah pernikahan. Tetapi agama dan ketakwaanlah yang menjadi acuan namun sayangnya, pernikahan Zainab radhiyallahu ‘anha dengan Zaid radhiyallahu ‘anhu ini tak berjalan lama sehingga Zaid radhiyallahu ‘anhu kerap berkonsultasi kepada Rasulullah untuk menceraikan istrinya. Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam sempat melarang itu, namun akhirnya Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam mengizinkan Zaid menceraikannya setelah turun wahyu Allah ‘azza wa jalla atas perceraian sekaligus sah bagi seorang ayah angkat mengambil istri dari mantan istri anaknya. Dan nasab Zaid radhiyallahu ‘anhu kembali kepada nasab ayah kandungnya.
Setelah bercerai dengan anak angkatnya, Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam meminta Zaid radhiyallahu ‘anhu untuk mendatangi Zainab radhiyallahu ‘anha dan meminangnya untuk Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam. Maka, pernikahan atas perintah Allah itu pun berlangsung.
Semasa hidupnya, Zainab radhiyallahu ‘anha dikenal sebagai perempuan yang banyak menciptakan lapangan kerja, terkhusus bagi masyarakat kurang mampu. Beliau juga seorang yang pandai dalam memproduksi sesuatu seperti melakukan produksi di bidang kerajinan tangan. Dari hasil produksi tangannya, beliau mendapatkan rezeki kemudian menyisihkan rezekinya tersebut kepada fakir miskin. Bagi beliau harta yang dimiliki tidak boleh dinikmati sendiri sedang diluar sana ada orang yang sangat membutuhkan. Bahkan beliau menolak atas pemberian siapapun.
Pada masa kepemimpinan Sayyidina Umar bin khattab radhiyallahu ‘anhu misalnya, suatu ketika beliau mendapatkan jatah dari Baitul Mal yang dikelola pada saat pemerintahan khalifah Umar. Namun tak seperti orang pada umumnya, Zainab radhiyallahu ‘anha memiliki rasa zuhud dan kerap menjadikan hartanya ini sebagai ladang amal untuknya.
Sikap kedermawanan Zainab radiyallahu ‘anha kerap diceritakan dari setiap kalangan terutama pada kalangan Wanita. Sebagaimana yang diceritakan suatu ketika Sayyidina Umar radhiyallahu ‘anhu hendak mengirim harta kepada Zainab radhiyallahu ‘anha yang telah menjadi haknya. Namun, sayangnya beliau mengira bahwa istri-istri Nabi yang lain lebih berhak untuk mendapatkan harta tersebut. Karena dipaksa untuk mengambil harta tersebut, akhirnya Zainab radhiyallahu anha mengambil secarik kain dan mengantongi harta tersebut.
Kemudian beliau menyuruh Barzah binti Rafi untuk membagikan harta tersebut kepada sanak famili, anak yatim, dan kaum dhuafa yang berada disekitar rumahnya. Barzah binti Rafi pun tak luput dari pemberian harta milik Zainab radhiyallahu ‘anha. Sikap dermawan Zainab radhiyallahu ‘anha yang enggan menerima hak dari harta hasil jerih payahnya ini pun didengar oleh Khalifah Umar bin Khattab dan beliau mendoakannya. Kedermawanan Zainab radhiyallahu ‘anha tidak pudar bahkan kerap mendapat pujian dari semua kalangan. Berkat kedermawanannya tak sedikit dari kaum dhuafa dan yatim terbantu atas uluran tangannya.
Demikianlah ketika kekayaan menjadi jalan bagi orang yang beriman untuk membuktikan ketakwaan dan kecintaanya kepada Allah ‘azza wa jalla. Mereka sangat berhati-hati dalam mengeluarkan dan memperoleh hartanya dan tidak menggunakan kecuali untuk ketakwaan. Mereka menyadari bahwa harta yang dimiliki hanyalah titipan semata. Maka tidak seharusnya seorang sombong dengan yang sejatinya bukan miliknya. Kekayaan bisa saja menjadi kebaikan yang mendatangkan rahmat dan ridho allah subhanahuwa ta’aala, namun bisa menjadi keburukan yang membuat si penerima kian jauh dari rahmat allah dan dekat dengan Azab – Nya.
Referensi :
/Zainab%20Binti%20Jahsy,%20Istri%20Nabi%20Muhammad%20yang%20Dermawan%20_%20Republika%20Online_files/x55y4.html, di akses pada tanggal 1maret 2022, pada pukul 15.35 WIB
https://www.uin-antasari.ac.id/antara-fisik-dan-amal/, di akses pada tanggal 1maret 2022, pada pukul 15.35 WIB
https://republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/19/03/12/po92ym458-ketika-kekayaan-menjadi-jalan-ketakwaan, di akses pada tanggal 1maret 2022, pada pukul 15.35 WIB
https://tafsirweb.com/7648-surat-al-ahzab-ayat-36.html, di akses pada tanggal 5 Maret 2022 pada pukul 21.22 WIB
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.