Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Komunitas Ujung Pena

Harga LPG Meroket, Rakyat Kian Menjerit

Politik | 2022-03-17 12:51:43

Penulis: Ninis Ummu Qonita ( Aktivis Muslimah Balikpapan)

Sudah jatuh tertimpa tangga, nampaknya itu yang dirasakan masyarakat saat ini. Belum selesai masalah kebutuhan pokok yang terus meningkat dan langka, pendapatan berkurang di masa pandemi. Sayangnya, pemerintah justru mengambil opsi menaikkan harga nonsubsidi rumah tangga untuk jenis Bright Gas 5,5 kg, Bright Gas 12 kg, dan Elpiji 12 kg terhitung mulai hari Minggu (27/2). Sementara harga LPG 3 kg yang disubsidi tidak mengalami kenaikan. (Kumparan.com).

Ninis Ummu Qonita

Padahal jamak diketahui selama pandemi kondisi ekonomi rakyat makin memburuk dikarenakan perekonomian sedang lesu. Menaikan sejumlah kebutuhan pokok termasuk LPG, tentu saja menjadi keputusan yang tak bijak. Karena pasti rakyat akan semakin "menjerit" dengan meroketnya harga kebutuhan pokok secara "jor-joran"

Penolakan kenaikan LPG juga diutarakan oleh Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto bahkan secara tegas menolak kenaikan harga LPG nonsubsidi yang dilakukan Pertamina. Apalagi, pada akhir tahun lalu Pertamina juga baru saja melakukan penyesuaian harga LPG nonsubsidi. (Kontan.co.id).

Namun, perlakuan pemerintah berbeda untuk korporasi yakni mendukung berdirinya Industri 'raksasa' di Batam. Dan industri ini pun mulai menggeliat sejak tahun 2018 dimana PT McDermott Batam Indonesia dapat megaproyek. Nilai proyek pertama, 'Tyra Redevelopment Project' mencapai USD 500 juta atau sekitar Rp 7,5 triliun (kurs Rp 15.000 per dolar) hingga USD 750 juta (Rp 11 triliun). Platform tersebut berguna untuk meningkatkan suplai gas di negara Skandinavia itu. Proyek ini merupakan hasil kerjasama McDermott bersama kliennya Total S.A yang berbasis di Prancis. (Batam news.co.id).

Kenaikan LPG diklaim pemerintah karena defisit transaksi dari impor migas. Faktanya penerimaan negara dari ekspor batubara dan CPO pada tahun 2021 sebesar USD 55 milyar. Sementara defisit transaksi berjalan sektor migas, karena impor BBM dan LPG, pada tahun 2021 hanya sebesar USD 13 milyar. Seharusnya, kenaikan penerimaan ekspor batubara dan CPO mestinya dapat mengkompensasi kenaikan defisit transaksi dari impor migas. (Bisnis.com).

Di sisi lain, Indonesia kaya akan sumber daya gas alam yang bisa dimanfaatkan sebagai pengganti LPG. Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), jumlah cadangan terbukti gas alam RI hingga 31 Desember 2021 tercatat mencapai 42,93 triliun kaki kubik (TCF). (CNBC.com).

Dengan jumlah sumber daya gas yang berlimpah, namun mengapa Indonesia justru "kecanduan" impor Liquefied Petroleum Gas (LPG), yang selama satu dekade terakhir ini terus menanjak. Bahkan, pada 2020 tercatat porsi impor mencapai 80% dari total kebutuhan LPG nasional.

Pengelolaan SDA Ala Kapitalistik

Dalam alam kapitalis seperti saat ini, individu baik itu swasta dalam negeri ataupun asing diberikan kebebasan dalam menguasai Sumber Daya Alam (SDA) dari hulu hingga hilir. Pastinya jika sudah dikuasai swasta orientasinya adalah mencari profit sebesar-besarnya. Tak peduli apakah rakyat terbebani ataukah tidak.

Miris, Indonesia termasuk penghasil minyak gas (migas) terbesar namun tidak kelola semaksimal mungkin oleh negara dan didistribusikan secara merata kepada rakyat. Justru ladang-ladang migas diberikan pengelolaannya kepada swasta (diprivatisasi). Seolah-olah dalam negeri tak mampu memenuhi pasokan migas, sehingga Impor menjadi pilihan padahal pasokan dalam negeri cukup jika dikelola mandiri oleh negara.Hal ini terjadi karena negara memposisikan dirinya hanya sebagai regulator. Nampak dari berbagai kebijakan yang pro terhadap korporasi dengan memberikan izin SDA diprivatisasi, dibandingkan optimal memenuhi kebutuhan dasar rakyat.

Pengelolaan SDA Dalam Islam

Islam memandang SDA adalah termasuk kepemilikan umum (publik) tidak boleh diprivatisasi. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah SAW :

"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Maknanya negara yang bertanggung jawab dalam pengelolaannya dari hulu hingga hilir. Pemanfaatannya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat secara merata. Negara tidak boleh (haram) memberikan ladang-ladang migas untuk diprivatisasi. Apalagi jika ladang-ladang tersebut memiliki deposit yang besar ibarat air mengalir. Sebagaimana dimasa Rasulullah pernah menarik kembali tambang garam yang pernah diberikan pada Abidh bin Hambal, setelah mengetahui bahwa tambang garam itu jumlah depositnya sangat banyak. (Kitab Al Amwal fii Daulah Islam).

Selain itu, negara juga mengatur proyek-proyek pembangunan sesuai dengan kebutuhan negara semata-mata untuk kemaslahatan rakyat bukan demi korporasi. Demikianlah pengelolaan SDA dalam Islam terpenuhinya pasokan LPG dengan biaya terjangkau bahkan gratis karena negara berorientasi untuk melayani rakyat bukan mencari keuntungan.

Wallahu A'lam Bi showab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image