Lagi-lagi LPG Langka, Bagaimana Solusinya?
Ekonomi Syariah | 2025-02-10 09:47:12Lagi-lagi LPG Langka, Bagaimana Solusinya?
Oleh Nina Marlina, A.Md
Aktivis Muslimah Sudah berhari-hari LPG mengalami kelangkaan di berbagai daerah, rakyat sulit untuk mendapatkan si melon ini. Lantas mengapa kelangkaan ini terus berulang, termasuk setiap berganti kepemimpinan? Dikutip dari CNBC Indonesia, 30/01/2025 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menata mata rantai penjualan Liquefied Petroleum Gas (LPG) khususnya LPG 3 Kg yang bersubsidi. Dengan penataan ini, penyaluran LPG 3 Kg dinilai bisa tepat sasaran. Salah satu yang akan dilakukan dalam kebijakan ini adalah mendorong pengecer atau penjual LPG 3 Kg menjadi pangkalan resmi milik PT Pertamina (Persero).
Caranya dengan mendaftarkan kegiatan usahanya melalui OSS agar mendapatkan NIB (nomor induk berusaha) sehingga mata rantai distribusi LPG lebih singkat dan harga diterima masyarakat sesuai harga yang ditetapkan pemerintah, Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung. Sementara itu, menurut Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pemerintah terus berupaya menjaga daya beli masyarakat dengan memberikan subsidi pada berbagai kebutuhan pokok.
Salah satunya adalah subsidi pada LPG 3 kg. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa harga LPG 3 kg yang dibeli oleh masyarakat selama ini bukanlah harga yang seharusnya. Pasalnya, LPG 3 Kg tersebut disubsidi oleh pemerintah. Menurutnya, LPG 3 Kg yang dibeli oleh masyarakat masih dibanderol sebesar Rp 12.750 per tabung. Padahal harga jual seharusnya adalah Rp 42.750 per tabung. LPG Langka, Rakyat Sengsara Kebijakan pemerintah yang mewajibkan pengecer beralih menjadi pangkalan resmi agar bisa menjual gas melon tentunya akan menyulitkan masyarakat.
Kebijakan ini dapat mematikan bisnis pengecer bermodal kecil, sementara bisnis pemilik pangkalan semakin membesar. Belum lagi dengan sistem dan birokrasi yang selama ini banyak membuat ribet. Masyarakat akan sulit menjangkau ke pangkalan resmi jika jaraknya jauh sehingga harus mengeluarkan biaya lebih untuk ongkos atau transportasi. Ditambah harus mengantre lama dan terkadang setelah sampai, di pangkalan juga kosong atau tutup. Namun, sayangnya Pemerintah tetap mengelak bahwa tidak terjadi kelangkaan LPG.
Masyarakat khususnya netizen pun dibuat geram dengan hal ini. Begitulah saat kita diatur dengan sistem ekonomi kapitalisme. Kelangkaan bahan pokok dan perubahan berbagai aturan demi kapitalis adalah keniscayaan dalam sistem ini. Pasalnya, salah satu sifat sistem ini adalah memudahkan para pemilik modal besar untuk menguasai pasar dari bahan baku hingga bahan jadi. Sistem ini juga telah mengakibatkan liberalisasi (migas) yang memberi jalan bagi korporasi untuk mengelola SDA milik rakyat.
Bahkan hari ini penguasaannya dari hulu hingga hilir. Padahal negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan migas ini pada perorangan/perusahaan. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, pasal 33 ayat 3 bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun, ironinya liberalisasi migas justru merupakan syarat pemberian utang oleh Bank Dunia.
Negeri yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) ini semestinya tidak akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya termasuk bahan bakar. Namun, karena sistem distribusi yang bermasalah sering menyebabkan terjadinya kelangkaan dan tidak meratanya penyebaran ini hingga sampai ke tangan konsumen. Bahkan pemerintah sering berdalih bahwa selama ini subsidi tidak tepat sasaran atau subsidi telah membebani APBN sehingga menjadi alasan untuk menaikkan harga BBM termasuk membatasi distribusi gas hanya di pangkalan resmi saja.
Apakah ini pertanda bahwa LPG 3Kg akan mulai ditarik dari pasaran sehingga yang dijual di pasaran adalah gas non subsidi? Pengaturan Migas dalam Islam Islam menetapkan bahwa migas merupakan salah satu dari kepemilikan umum, sehingga mewajibkan negara untuk mengelola sumber daya tersebut demi kepentingan rakyat. Hal ini karena negara dalam Islam berfungsi sebagai raa’in atau pengatur urusan rakyatnya. Negara memudahkan rakyat dalam mengakses berbagai kebutuhannya dalam layanan publik, fasilitas umum dan sumber daya alam yang merupakan hajat publik, termasuk migas.
Alhasil seharusnya negara mampu menyediakan harga bahan bakar seperti gas LPG dengan harga murah atau terjangkau. Negara tidak akan menyerahkan pengelolaannya kepada swasta untuk meraup keuntungan dari rakyat. Rasulullah saw. bersabda dalan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam Ahmad, "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.”
Dari hadits tersebut menunjukkan bahwa ketiga unsur di atas tidak boleh dimiliki oleh individu termasuk api yang merupakan sumber energi. Kaum muslim berserikat dalam memanfaatkannya sehingga tidak boleh dikuasai oleh seseorang atau sebagian saja. Pasalnya ketiganya merupakan harta bersama atau kepemilikan umum. Selain itu, karena jumlahnya yang besar dan pengelolaannya membutuhkan dana yang besar pula, maka hanya negara yang akan mampu untuk mengelolanya untuk kesejahteraan rakyat.
Khatimah Dalam Islam, negara harus mengatur urusan rakyatnya dengan baik karena seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt. atas kepemimpinannya. Maka saatnya Islam hadir mengatur urusan kehidupan kita secara menyeluruh termasuk dalam pengelolaan SDA sehingga mewujudkan kesejahteraan rakyat. Inilah solusi hakikinya. Wallahu a'lam bishawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
