Menyoal Logo Halal Baru
Agama | 2022-03-17 12:36:46Kementerian Agama (Kemenag) telah menerbitkan logo halal baru yang menggantikan logo halal lama terbitan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hal ini ditetapkan melalui Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal.
Logo baru yang berwarna ungu dengan khat menyerupai gunungan wayang ini menuai kontroversi sejak pertama dirilis ke publik. Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menilai logo halal baru ini lebih mengedepankan seni dibandingkan kata halal berbahasa Arab. Banyak kalangan juga menganggap logo baru ini terlalu Jawa sentris dan tidak merepresentasikan seluruh rakyat Indonesia.
Terlepas dari pro-kontra yang ada, pergantian logo halal ini sebenarnya adalah buah dari ditetapkannya UU Cipta Kerja alias Omnibus Law. Jika sebelumnya, sertifikat halal hanya dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), kini sertifikasi berada dalam wewenang Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementrian Agama. Dengan peralihan wewenang ini, pemerintah berharap akan ada implikasi positif dalam percepatan penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH) demi meningkatkan daya saing dan nilai tambah bagi pelaku usaha. Kebijakan ini adalah satu dari sekian banyak langkah yang ditempuh Pemerintah untuk menunjang investasi di dalam negeri.
Butuh Kejelasan
Perubahan mekanisme, serta peralihan wewenang dalam penentapan kehalalan suatu produk, alangkah lebih bijak jika tidak hanya ditelaah dari aspek investasi bisnis. Kemudahan pengurusan sertifikasi, serta pergantian logo halal, jangan sampai membuat pemeriksaan kehalalan menjadi longgar. Karena bagaimanapun, bagi seorang muslim halal adalah perkara yang tidak bisa ditawar, ia adalah kewajiban yang ditetapkan Allah melalui al-Quran dan as-Sunnah.
“Wahai manusia! Makanlah yang halal lagi baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu” (TQS al-Baqarah: 168)
“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (TQS Al A’raf: 157).
“Setiap tubuh yang tumbuh dari (makanan) yang haram, maka api neraka lebih utama baginya (lebih layak membakarnya).” (HR. At-Thabrani).
Ayat dan hadits diatas telah cukup menggambarkan bagaimana Allah dan Rasulullah memerintahkan setiap muslim menjaga apa yang dikonsumsinya supaya halal dan thayib (baik). Semoga kebijakan yang diambil Pemerintah mampu memberikan jaminan dan kemudahan bagi seluruh umat muslim dalam mengakses produk-produk halal. Wallahualam
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.