
Isu Radikalisme Diobral Lagi, Pertanda Ada Kasus Besar Yang Ditutupi
Politik | 2022-03-15 21:57:51
Lagi-lagi kegaduhan terjadi. Kali ini gegara imbauan presiden untuk tidak mengundang penceramah terindikasi radikal (Sindonews, 1 Maret 2022). Beliau luar biasa, masih punya waktu untuk mengintip isi wa grub emak-emak kemudian menjadikan pembicaraan tersebut sebagai bahan dalam sambutan di acara rapim TNI-Polri.
Publik kembali diarahkan harus menengok soalan tentang radikal, seolah hal itu adalah urusan terbesar bangsa ini. Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Ahmad Nurwakhid menjelaskan bahwa kelompok radikal bertujuan menghancurkan Indonesia melalui berbagai strategi yang menanamkan doktrin dan narasi ke tengah masyarakat (Detik, 8 Maret 2022).
Saya jadi berpikir lebih lanjut. Bahaya menghancurkan negeri itu yang seperti apa? Apakah sudah jatuh korban jiwa seperti aksi teror KKB yang telah menembaki dengan brutal warga sipil hingga tentara di Papua? Apakah pihak yang dituding berpaham dan berideologi radikal itu telah mengkorupsi uang negara bertriliunan? Apakah mereka itu yang menimbun minyak goreng di tengah kelangkaan minyak dan kebijakan memperbesar aliran CPO untuk sektor industri biodiesel?
Apakah mereka yang dituding merongrong stabilitas negara itu yang membuka lahan tambang besar-besaran sehingga hutan menjadi gundul, satwa-satwa kehilangan rumah, dan banjir menghanyutkan rumah pemukiman warga? Apakah mereka itu yang memilih tidak menaati kebijakan DMO batubara di 2021 sehingga kita se-negara sempat terancam gelap gulita di awal 2022 akibat pasokan bahan bakar untuk listrik mengalami kesulitan?
Apakah mereka itu yang mengusulkan pemindahan ibu kota di tengah kesulitan ekonomi dan di saat masa pandemi corona belum berakhir? Apakah mereka yang bermain di sektor investasi pembangunan berbagai jalan tol dan bandara yang menyedot anggaran negara sehingga akhirnya mangkrak serta tidak terasa manfaatnya bagi rakyat kecil?
Apakah mereka itu yang menaikkan berbagai harga komoditas pangan, minyak goreng dan LPG? Apakah mereka itu yang tidak becus mengurus harga pupuk sehingga petani kesulitan? Apakah mereka itu yang bikin gaduh dengan kebijakan JHT yang kemudian direvisi? Apakah mereka itu dalang aksi diskon masa tahanan para pelaku koruptor? Apakah mereka itu bagian dari oknum penegak hukum yang baru mau mengurus tindak kejahatan setelah diviralkan dulu di media sosial?
Bukankah sesungguhnya yang jadi problematika bangsa adalah berbagai urusan ruwet tersebut (bukan radikalisme)?
Kalau radikalisme dimaksudkan untuk menjegal dakwah yang mengoreksi kesalahan kebijakan penguasa, saya kira ini sudah menjadi bentuk ketakutan mereka terhadap suara kebenaran. Sebagai rakyat, wajib bagi kita untuk meluruskan pemerintah yang sudah salah urus negara. Sebagai penguasa, wajib bagi mereka untuk tunduk pada kebenaran yang ditunjukkan para ulama yang ternyata bersumber dari keyakinan ilahiyah.
Jangan diteruskan memalingkan rakyat dari biang masalah yang perlu diperbaiki dengan terus menerus menjual narasi radikalisme. Kalau tetap begitu, wajar bagi kami untuk menganggap bahwa penguasa sedang ketakutan lantaran ego kepentingan-kepentingan oligarkinya sendang ditelanjangi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.