Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ali Maksum

Apa Kabar Pendidikan Agama di sekolah?

Guru Menulis | Tuesday, 15 Mar 2022, 17:02 WIB
Ilustrasi: Penanaman Nilai Moral pada Anak.

Beberapa tahun belakangan ini negara kita muncul gejala-gejala menuju meredupnya nilai moral di tengah masyarakat.

Fenomena ini muncul semakin kencangnya di tengah masyarakat kita bebas bersuara dan dibukanya kran kebebasan berpendapat melalui berbagai media sosial.

Di masa lalu mungkin fenomena ini tidak terlihat karena pada waktu itu tidak ada media sosial seperti sekarang ini.

Bahkan berita waktu itu sudah di atur sedemikian rupa sehingga yang diterima masyarakat sudah merupakan `paket` jadi yang seakan tinggal diikuti.

Sarana protes maupun perasaan tidak setuju belum sebabas sekarang ini. Masyarakat hanya dapat memberikan suaranya lewat corong toa melalui demo atau menulis di media yang harus menunggu ferivikasi penerbit laik atau tidaknya.

Namun hal itu sangat berbeda dengan kondisi sekarang.

Masyarakat begitu bebasnya seperti tanpa aturan berbicara, mencaci maki dengan pandangan pribadi tanpa data bahkan sampai menjurus isu agama yang dulu hanya para ulama sekarang orang-orang awam yang tidak tahu agamapun berbicara agama dengan mengeluarkan dalil-dalil kitab suci tanpa tahu tafsir, tinjauhan bahasa dsb.

Tidak hanya agama semua bidang yang sebenarnya bukan keahliannya juga ikut `nimbrung` berpendapat dan ujungnya menjustifikasi tanpa tanpa rasa bersalah karen amungkin merasa hanya di dunia maya dan tidak berdekatan dengan orang tersebut.

Dari persoalan pelik diatas yang mengancam persaudaraan di tengah masyarakat kita anehnya di pendidikan para pendidik belum di bekali literasi yang berhubungan persoalan tersebut.

Tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat juga produk dari pendidikan dan kurikulum yang kita bentuk. Keadaan dan moral mereka sedikit banyak juga hasil resapan pendidikan yang mereka serap dari sekolah.

Meskipun akhir-akhir ini pendidikan sudah mulai menggeliat ke arah yang lebih baik namun implementasinya perlu ada penegasan bagaimana nilai moral yang diterapkan kepada siswa juga berbasis projek nyata.

Pendidikan agama yang yang mengajarkan isi kitab suci dan ajarannya selama ini hanya berdasarkan teori dan doktrin namun minim implementasi.

Siswa-siswi yang diberikan pertanyaan tentang agama nilai mereka sangat bagus karena mungkin mereka menghafal dan itu mudah dilakukan, namun apakah hal itu juga berbanding lurus dengan moral dan akhlak yang mereka punya? jawabannya tentu saja tidak.

Pendidikan agama hanya di pandang jika berhubungan dengan dalil dan kitab suci namun pengamalannya justru kadang jauh dari ajaran esensinya.

Sebagai pertanyaan pemantik, apakah menaati peraturan lalu lintas bagian dari ajaran agama? antre di mall? mempersilakan orang tua duduk di kursi dikendaraan umum? membayar pajak? menyeberang di sebrakros? korupsi? hal-hal yang dipandang sebagian orang urusan keduniaan seperti itu kadang tidak dianggap persoalan agama padahal itulah esensi sebenarnya nilai moral kitab suci.

Pernahkah kita melihat orang dengan simbol dan pakaian tertentu pergi ke tempat ibadah naik sepeda motor tanpa memakai helm? atau justru `tokoh agama` tertentu justru mencaci maki di ruang yang seharusnya sebagai tempat nasehat agama.

Tentunya hal ini merupakan keprihatinan dari negara besar yang bernama Indonesia bahkan orang-orang yang menganut agama tertentu juga membanggakan dirinya dan agamanya namun tidak turut andil dalam perubahan moral masyarakat.

Tuhan mungkin tidak bangga dengan simbol yang kita kenakan yang kita `tenteng` kesana-kemari namun jauh dari nilai moral dan berpendidikan. Kita bandingkan dengan Jepang yang konon katanya penduduknya tidak mengenal agama namun mengapa begitu `beragama` dibanding mereka yang lantang mengatakan dirinya beragama.

Mereka begitu taat antre, menghormati orang lain, santun dalam berbicara bahkan terkenal dengan sikap disiplinnya atau pejabat dengan kesalahan yang kita naggap remeh justru mereka berani mengundurkan diri karena malu? apa kabar indonesia?

Antara Isi dan Simbol

Jika kita berani koreksi kembali di sekolah-sekolah atau mengkritik isi buku agama di dalamnya kental dengan berbagai materi yang hanya bisa dihafal dalam bentuk doktrin namun kurang dalam hal esensi projek.

Sebagai contoh jika seorang guru menanyakan tentang materi tertentu dan mereka hafal hampir dipastikan mereka mendapatkan nilai yang baik namun apakah yang mereka jawab diamalkan dan di realisasikan dalam kehidupan mereka? mungkin saja iya dan mungkin juga tidak karena hal tersebut abstrak, tidak bisa diukur dan guru tidak bisa mengamati mereka terus menerus.

Yang bisa dilakukan adalah bagaimana proses pengajaran agama itu di arahkan pada basis projek dalam implementasi sehingga pengamalannya bukan hanya hafalan dan teori namun juga penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Basis projek yang dimaksud adalah misalnya dengan mengajak anak mempraktikkan bagaimana menyeberang jalan? mengantre di mall dan etika berkomunikasi di media sosial, membuat kporeasi sekolah dengan menerapkan nilai kejujuran, membuang sampah pada tempatnya dsb.

Itu meruapkan moral yang dapat direalisasikan dan juga meruapkan bagian dari ajaran agama dari sisi menghormati orang lain, toleransi, kejujuran dan nilai baik yang lainnya.

Yang terjadi saat ini masyarakat kita di pertontonkan dengan pentingnya simbol daripada isi. Kita sibuk bagaimana cara berpakaiannya namun lupa bagaimana akhlaknya, sibuk bagaimana bagusnya membaca kitab suci namun disisi lain juga dia sibuk mencaci maki saudara sendiri yang justru bertentangan dengan yang di baca.

Kuatirnya hal pemikiran tersebut diajarkan dalam kurikulum sekolah yang nantinya akan melahirkan generasi bangsa ini yang mementingkan citra namun sesungguhnya di dalamnya mulai membusuk.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image