Seri Pendidikan Pembangunan Sosial: Pacaran, dan Sejumlah Dampak Buruknya
Eduaksi | 2023-02-12 13:49:06
Indonesia kembali dihebohkan dengan kasus pembunuhan wanita muda oleh (mantan) pacarnya. Dugaan kuat yang mencuat adalah bahwa pembunuhan dilatarbelakangi oleh rasa sakit hati yang mendalam, sehingga pelaku tega membunuh menggunakan kepingan keramik kloset.
Sungguh mengenaskan dan memprihatinkan. Inilah jaman dimana nyawa manusia seakan sangat murah harganya, dan aktivitas membunuh seakan sudah biasa dan perlu dilakukan (sebagai solusi) untuk menyelesaikan masalah
Isu aktivitas pacaran, bukan kali ini saja menjadi sumber aksi keji, kejam dan mengenaskan. Peristiwa Pandeglang kali ini sekali lagi menegaskan bahwa perilaku pacaran mengandung banyak sekali potensi keburukan dan mudharat, bagi kedua belah pihak. Sehingga seluruh pihak, baik orang tua, keluarga besar, pihak sekolah, kampus, dinas pendidikan, Kantor Agama dan pihak-pihak lainnya perlu turun tangan dan tidak menganggap ini kasus biasa.
Pembunuhan antar remaja, apalagi disebabkan oleh sakit hati, jelas bukan kasus ringan dan remeh. Sangat mungkin ini adalah gunung es dari ribuan peristiwa lain yang tidak tersorot media. Kita tidak boleh lengah untuk mencegah dan memproteksi agar kasus pembunuhan antar generasi muda nusantara terjadi di kemudian hari.
Hindari Pacaran
Apakah asumsi klasik bahwa ”pacaran adalah ajang untuk saling mengenal?” masih relevan hari ini? Apakah dalih ’untuk saling memahami satu sama lain’ harus dilakukan dengan pergia berdua, tidak didampingi orang tua, dan bahkan sering kali pulang malam?
Jika ternyata, upaya saling mengenal calon pasangan hidup dapat dilakukan dengan sejumlah strategi lain, maka hal tersebut perlu menjadi arus utama, untuk menghindari hal-hal yang mengerikan di kemudian hari. Orangtua dan keluarga besar dapat berperan aktif membantu anak mencari dan mengenal lebih dalam calon pasangan hidupnya kelak. Pihak praktisi pendidikan dapat turut berperan aktif mensosialisasikan bahaya dan mudharat dari pacaran, serta juga berkontribusi untuk mengenalkan varian strategi untuk mengenal calon pasangan tanpa harus pergi berduaan tanpa didampingi mahramnya.
Berikut kami ulangi pertanyaan dimuka, apakah pacaran memberikan kebahagiaan? Sehingga perlu diperjuangkan, mulai dari mencari pacar, memperjuangkan agar ybs dapat menjadi pacar kita, mentraktir pacar, mengumumkan pacar pada dunia dan lain-lain. Jawabannya tentu harus berbasis rasa, logika dan tuntunan agama. Sehingga mari para pemuda mempertimbangkan ulang sebelum melakukannya, dan mari para orang tua berpikir ulang sebelum mengizinkan putra-putrinya berpacaran.
Peringatan bagi orang tua
Bagi para orang tua, tentunya hal ini merupakan ’early warning’ ataupun sinyal penting untuk berpikir ribuan kali sebelum membolehkan putrinya berpacaran, ataupun pergi berduaan dengan bukan mahram-nya. Ini nasihat penting bagi orang tua untuk tidak terlalu mudah percaya pada ’orang lain’ yang membawa putri remajanya pergi berduaan, apalagi sampai malam hari.
Orang tua perlu memberikan ekstra proteksi kepada putrinya terutama, dan juga putranya untuk berpikir ulang sebelum mengajak putri orang tua lain pergi berdua. Orang tua laki-laki juga harus tidak pernah bosan untuk menasehati putranya bahwa sebaiknya tidak mengajak pergi berdua putri orang tua lain sebelum secara sah menikah.
Nasihat Agama
Menutup tulisan ini, penulis kutipkan nasihat dari Al Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, terkait larangan pacaran dalam Islam.
Cinta yang dibungkus dengan pacaran pada hakikatnya hanyalah nafsu belaka, bukan kasih sayang sesungguhnya, dan jauh dari cinta yang sebenarnya. Orang yang melakukannya tidak akan mengalami ketenangan, karena selalu berada dalam perbuatan dosa dan laknat Allah. Berduaan antara dua insan yang berlainan jenis termasuk perbuatan yang dilarang. Hukumnya haram menurut Islam, terkecuali suami istri atau saat bersama mahramnya. Hal ini sesuai dengan Hadist Shahih riwayat Ahmad (I/222) ”Jangan sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita, kecuali wanita tersebut bersama mahramnya”
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.