Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image isna sofiatun

Refleksi Guru Terhadap Kebijakan Baru

Guru Menulis | Monday, 14 Mar 2022, 14:42 WIB

Beberapa waktu lalu saya iseng buka internet dan mencari beberapa soal PISA. Saya mencoba menyelesaikan soal-soal tersebut dan sedikit terkejut dengan jawaban yang sangat sederhana. Padahal permasalahan yang ditawarkan begitu kompleks. Seketika saya langsung bercermin pada diri saya sendiri.

Bukankah selama ini soal-soal yang disajikan dalam kelas adalah soal-soal sederhana dengan penyelesaian yang rumit? Bukankah soal-soal yang selama ini disajikan hanya sebatas teori hingga anak-anak bingung apa korelasinya dengan kehidupan mereka?. Ini bertolak belakang dengan apa yang saya lihat tadi. Lalu saya bertanya dalam hati, bisakah guru-guru di Indonesia menyajikan permasalahan di kelas menjadi permasalahan kompleks yang relevan dengan kehidupan siswa? Bisakah permasalahan-permasalahan tersebut diselesaikan dengan konsep sederhana?

1. Kebijakan Pemerintah

Menilik sejenak pada kebijakan pemerintah melalui Kemdikbud, di tahun 2020 menteri pendidikan telah meniadakan UN dan menggantinya dengan asesmen diagnostik berupa AKM (Asesmen Kompetensi Minimum). AKM adalah suatu asesmen yang mengukur kemampuan dasar siswa dalam hal literasi dan numerasi. Hal ini menjadi angin segar bagi pendidikan di Indonesia. Sekian tahun siswa bergelut dengan pemadatan materi UN ditambah drilling soal agar mendapatkan nilai tinggi di UN yang menjadikan nilai UN sebagai penentu standar bagus tidaknya sekolah, kini telah berubah. Asesmen sumatif yang hanya menentukan level penguasaan kompetensi siswa telah berganti menjadi asesmen diagnostik yang akan merancang strategi pembelajaran di sekolah. Hal ini sesuai dengan peran asesmen sebagai salah satu kerangka segitiga belajar (Asesmen, Kurikulum, Pembelajaran). Dimana peran asesmen sangat penting sebagai penyelaras segitiga tersebut dalam proses pembelajaran.

Baru-baru ini pemerintah juga telah menerbitkan kurikulum baru yang dirasa sesuai dengan kondisi pandemi saat ini, bernama kurikulum merdeka. Menurut saya adanya AKM juga menjadi salah satu sebab kurikulum ini diluncurkan karena hasil AKM akan menentukan strategi pembelajaran yang dilakukan setiap sekolah. Dalam kurikulum merdeka materi yang disajikan lebih esensial dan kontekstual. Guru juga dibebaskan memilih banyak jenis pendekatan pembelajaran, tidak hanya pendekatan saintifik.

Salah satu model pembelajaran yang paling ditekankan adalah inquiry atau project based learning. Model ini akan membuat siswa lebih kritis dan kreatif dalam berfikir dan menyelesaikan masalah. Pada kurikulum baru, kelas di desain berorientasi pada tujuan pembelajaran bukan pada performa. Siswa akan dibimbing sesuai dengan kesetaran dalam pembelajaran bukan pada persamaan pembelajaran. Tinggal bagaimana para guru di sekolah merencanakan dan merancang pembelajaran dengan kreatif dan menarik.

2. Kualitas Guru Indonesia

Guru menjadi kunci bagi kemajuan pendidikan. Guru sebagai pelaku lapangan haruslah mempunyai kecakapan dalam mengelola pembelajaran. Empat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru adalah pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial. Saat ini kompetensi guru dibuktikan dengan adanya sertifikat penddidik (serdik) yang diperoleh melalui proses pendidikan profesi guru (PPG).

Namun, kenyataan di lapangan tidak semua guru yang belum maupun telah memiliki serdik mampu terus belajar dan mengembangkan potensinya. Beban kurikulum yang berat dan kegiatan yang menumpuk seringkali membuat kemampuan guru stuck pada kondisi awal bahkan mengalami penurunan. Padahal jika kita tarik kembali pada pertanyaan awal, permasalah yang kompleks dan kontekstual hanya akan bisa disusun oleh guru dengan kemampuan literasi dan minat belajar yang tinggi.

Misalkan pada soal yang saya temui, soal matematika dengan permasalahan tentang lichen. Tentu permasalahan ini memerlukan wawasan pada bidang lain, yaitu sains. Tanpa membaca guru tidak akan bisa menyusun permasalahan seperti ini. Salah satu cara mendukung guru berliterasi tinggi adalah adanya upaya dukungan bagi guru melakukan penelitian dan pelatihan secara kontinu. Guru harus sadar bahwa pendidikan selalu berkembang. Apa yang saat ini kita pelajari belum tentu akan dipraktekan kemudian hari, namun bisa menjadi pembanding bagi kebijakan baru.

Semua teori dan kebijakan yang disusun sangat baik tidak akan terwujud jika pelaksanaannya tidak sesuai. Kebijakan pemerintah secara bertahap dari adanya peniadaan UN hingga kurikulum merdeka akan memberikan hasil yang baik jika guru sebagai pelaku lapangan mampu mengoptimalkan diri untuk selalu belajar. Saya jadi ingat, salah satu ciri sekolah yang baik dapat dilihat dari seberapa sering guru-gurunya melakukan pelatihan. Semoga akan ada kebijakan baru dari pemerintah bagi guru sebagai pelaku langsung proses pembelajaran agar terjalin keselarasan pada tiga segitiga belajar yakni asesmen, kurikulum, dan pembelajaran.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image