Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image AZZURA ZAHRA ALILIYAH

Pancasila dalam Praktik Dunia Kedokteran Modern

Sastra | 2025-12-26 19:36:18

Kemajuan dalam dunia sains dan teknologi di sektor kesehatan telah menghasilkan transformasi signifikan dalam cara pelayanan kesehatan dijalankan. Inovasi seperti kecerdasan buatan, telemedicine, terapi gen, serta teknologi diagnostik yang mutakhir telah meningkatkan ketepatan diagnosis dan efektivitas pengobatan. Namun, di balik perkembangan ini, sektor kesehatan menghadapi isu-isu etika, kemanusiaan, serta ketidakadilan sosial. Dalam konteks Indonesia, Pancasila sebagai fondasi negara dan pandangan hidup masyarakat berperan krusial dalam menuntun praktik kedokteran modern agar tetap berlandaskan nilai-nilai moral, kemanusiaan, dan keadilan.

Sila pertama menggarisbawahi bahwa praktik kedokteran tidak hanya merupakan aktivitas ilmiah, tetapi juga sebuah bentuk pengabdian moral. Para dokter diharapkan untuk mengedepankan nilai ketuhanan melalui sikap jujur, bertanggung jawab, dan memberikan penghormatan terhadap kehidupan manusia sebagai karunia dari Tuhan. Dalam praktik masa kini, hal ini tercermin dalam penghormatan terhadap nilai-nilai spiritual pasien, pengambilan keputusan medis yang beretika, serta penolakan terhadap tindakan-tindakan yang melanggar norma dan moral, seperti manipulasi data medis atau eksploitasi pasien untuk keuntungan pribadi.

Sila kedua menggarisbawahi pentingnya mengedepankan kemanusiaan. Dalam dunia kedokteran modern yang dipenuhi teknologi, hubungan antara dokter dan pasien bisa berpotensi menjadi tidak personal. Nilai kemanusiaan dalam Pancasila mengingatkan bahwa pasien bukanlah sekadar objek klinis, melainkan individu yang memiliki emosi, hak, dan martabat. Prinsip ini terwujud dalam praktik informed consent, komunikasi yang penuh empati, perlindungan terhadap hak pasien, serta penolakan terhadap diskriminasi berdasarkan status sosial, ekonomi, ras, atau agama.

Sila ketiga mengandung pengertian bahwa sistem kesehatan harus mencakup seluruh warga negara Indonesia tanpa terkecuali. Dalam dunia kedokteran saat ini, tantangan signifikan adalah perbedaan akses layanan antara daerah perkotaan dengan pedesaan, serta antara masyarakat yang memiliki kemampuan finansial dan yang tidak. Rasa solidaritas mendorong para tenaga medis dan pemerintah untuk membangun sistem kesehatan nasional yang inklusif, memperkuat layanan kesehatan primer, dan menggunakan teknologi seperti telemedicine untuk mengatasi kesenjangan yang ada.

Sila keempat terwujud dalam proses pengambilan keputusan medis yang bersifat partisipatif dan berdasarkan musyawarah. Dalam konteks kedokteran kontemporer, keputusan mengenai terapi seharusnya melibatkan dokter, pasien, dan keluarga dengan memperhatikan faktor medis, sosial, dan budaya. Prinsip ini juga penting dalam penyusunan kebijakan kesehatan publik, di mana pendapat dari tenaga kesehatan, akademisi, dan masyarakat perlu dipertimbangkan dengan bijak untuk menciptakan kebijakan yang adil dan efektif.

Sila kelima menjadi sasaran akhir dalam praktik kedokteran yang berdasarkan Pancasila. Keadilan sosial terwujud melalui sistem pelayanan kesehatan yang adil, mudah diakses, dan berkualitas untuk seluruh warga. Dalam konteks kedokteran modern, ini berarti distribusi sumber daya kesehatan yang seimbang, akses terhadap obat dan teknologi medis yang adil, serta perlindungan bagi kelompok yang rentan. Dokter tidak hanya berfungsi sebagai pemberi layanan medis, tetapi juga sebagai agen yang mempromosikan keadilan sosial.

Pancasila menyajikan suatu kerangka nilai yang holistik untuk praktik medis di Indonesia. Dalam konteks perkembangan teknologi dan penyebaran ilmu kedokteran di seluruh dunia, Pancasila berperan sebagai petunjuk moral yang memastikan bahwa pelayanan kesehatan tetap berbasis pada prinsip kemanusiaan, etika, dan keadilan. Dengan mengadopsi nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, sektor kedokteran tidak hanya fokus pada penyembuhan fisik, tetapi juga pada kesejahteraan individu secara keseluruhan—meliputi aspek fisik, mental, sosial, dan spiritual.

Artikel ini disusun oleh 1. Azzura Zahra Aliliyah 2. Husna Yumna Ariqah sebagai mahasiswa dari Universitass Muhammadiyah Surakarta

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image