Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Reini Putri KH

Karya Sastra, Sistem Sastra, dan Bahasanya

Humaniora | 2025-12-25 11:45:42
Sumber Foto: https://pin.it/7IQ4HQq1w

Karya sastra kerap dipahami sebatas sebagai bacaan hiburan atau media pengisi waktu luang. Padahal, sastra memiliki fungsi yang jauh lebih kompleks. Ia bukan hanya menyajikan keindahan bahasa dan cerita, tetapi juga merekam sejarah, menyuarakan kegelisahan sosial, serta merepresentasikan cara berpikir masyarakat pada suatu masa. Dengan demikian, karya sastra sejatinya merupakan produk budaya yang lahir dari sistem sosial, sejarah, dan bahasa yang saling berkaitan.

Dalam kajian sastra sejarah, karya sastra dipandang sebagai dokumen kultural. Artinya, sastra dapat dibaca sebagai jejak kehidupan sosial dan peristiwa sejarah yang dialami masyarakat. Namun, sastra bukanlah catatan sejarah yang bersifat faktual dan objektif. Pengarang menyaring realitas melalui sudut pandang, ideologi, dan sensibilitas estetiknya. Oleh karena itu, realitas dalam sastra bersifat interpretatif, bukan sekadar tiruan dari kenyataan.

Untuk memahami posisi karya sastra secara utuh, diperlukan pemahaman mengenai sistem sastra. Sistem sastra mencakup pengarang, karya sastra, pembaca, penerbit, kritik sastra, serta norma sosial yang berlaku. Unsur-unsur ini saling berhubungan dan membentuk ekosistem sastra pada suatu periode tertentu. Sebuah karya tidak akan mendapat ruang dalam masyarakat tanpa adanya sistem yang menopangnya.

Sejarah sastra Indonesia menunjukkan bahwa sistem sastra sangat memengaruhi bentuk dan isi karya. Pada masa kolonial, misalnya, karya sastra berada di bawah kontrol lembaga penerbitan resmi seperti Balai Pustaka. Pengarang harus menyesuaikan tema, bahasa, dan nilai yang diusung agar karyanya dapat diterbitkan. Kondisi ini membuktikan bahwa sastra tidak pernah benar-benar bebas dari kekuasaan dan ideologi.

Bahasa menjadi unsur paling vital dalam karya sastra. Bahasa sastra tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai sarana penciptaan makna. Melalui pilihan diksi, gaya bahasa, metafora, dan simbol, pengarang menyampaikan gagasan, kritik sosial, serta pandangan hidupnya. Bahasa dalam sastra sarat dengan makna konotatif dan sering kali mengandung pesan yang tersirat.

Perubahan bahasa dalam karya sastra juga mencerminkan perubahan sistem sastra dan masyarakatnya. Sastra lama umumnya menggunakan bahasa yang simbolik, normatif, dan menekankan nilai moral kolektif. Sementara itu, sastra modern dan kontemporer cenderung menggunakan bahasa yang lebih bebas, personal, dan realistis. Pergeseran ini menandai perubahan cara pandang masyarakat terhadap individu, kebebasan berekspresi, dan realitas sosial.

Di era digital, sistem sastra kembali mengalami transformasi. Media sosial, platform daring, dan sastra digital membuka ruang baru bagi pengarang dan pembaca. Bahasa sastra menjadi semakin cair, dekat dengan bahasa sehari-hari, dan menjangkau pembaca yang lebih luas. Meski demikian, esensi sastra sebagai ruang refleksi sosial dan sejarah tetap terjaga.

Melalui pemahaman terhadap karya sastra, sistem sastra, dan bahasanya, pembaca diajak untuk melihat sastra secara lebih kritis dan kontekstual. Sastra tidak hanya berbicara tentang cerita, tetapi juga tentang manusia, sejarah, dan kebudayaan. Oleh karena itu, sastra layak ditempatkan sebagai bagian penting dari kesadaran sejarah dan intelektual masyarakat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image