Hegemoni Digital Kapitalisme Merusak Generasi Muda
Agama | 2025-12-17 09:21:20
Kondisi kesehatan mental di kalangan anak-anak dan remaja menunjukkan tren yang cukup mengkhawatirkan. Gejala seperti kecemasan, depresi, gangguan tidur, dan penurunan kepercayaan diri semakin sering terlihat pada kelompok usia yang seharusnya berada dalam fase pertumbuhan. Wakil Menteri Kesehatan Prof. Dante Saksono Harbuwono menekankan bahwa peningkatan masalah kesehatan mental ini sejalan dengan peningkatan penggunaan teknologi digital.
Secara global, laporan intelijen Australia (ASIO) mencatat bahwa 60% individu yang terlibat dalam ekstremisme mengalami perubahan pandangan ekstrem melalui platform online, termasuk kasus anak SMAN 72 yang merupakan contoh penyimpangan perilaku remaja di ranah digital.
Hegemoni
Diansyah Novi Susanti, S. Pt. , seorang pemerhati pendidikan dan remaja, menegaskan bahwa fenomena kerusakan generasi saat ini tidak terlepas dari pengaruh dominasi digital kapitalisme yang meliputi industri digital global. “Dominasi ini menjadikan individu, khususnya kalangan remaja, sebagai barang dagangan dalam meraih keuntungan ekonomi,” tuturnya kepada MNews pada hari Selasa (9-12-2025).
Generasi sekarang memang tak bisa dipisahkan dari lingkungan digital. Mereka tumbuh dalam dunia yang serba cepat, di mana segala sesuatu terhubung dengan mudah. Ruang bermain mereka telah beralih dari lapangan fisik ke layar gadget. Sayangnya, tidak semua informasi yang ada dapat dipercaya dan sering kali tidak lengkap.
Hal ini adalah akibat dari kekuasaan kapitalisme atas dunia digital. “Kapitalisme mengutamakan kepentingan materi sebagai keuntungan. Dominasi digital kapitalisme saat ini telah bertransformasi menjadi kekuatan yang memengaruhi cara berpikir, sikap, hasrat, bahkan orientasi hidup para pemuda. ”
Sebagai dampaknya, generasi muda menjadi target empuk bagi serangan dominasi digital kapitalisme. Mereka dibentuk oleh konten hiburan yang mengaburkan kemampuan berpikir, melemahkan akhlak dan morals, serta tampak menarik, tetapi merugikan masa depan.
Butuh Islam
Untuk mengatasi hal ini, ditengah derasnya pengaruh digital, generasi muda seharusnya diberi kesempatan untuk mempelajari Islam dengan lebih mendalam. “Namun, kenyataannya, konten tentang Islam di media sosial cenderung berkisar pada narasi yang dangkal, seperti kegiatan spiritual, kebaikan individual, atau motivasi religius. ”
Dia berpendapat bahwa meskipun semua itu baik, hal tersebut tidaklah cukup untuk membentuk kepribadian muslim yang ideologis. Konten yang ada tidak menyentuh aspek terpenting dari Islam, yaitu bahwa Islam adalah sebuah sistem hidup yang utuh karena mencakup bidang politik, ekonomi, sosial, pendidikan, hukum, dan seluruh aspek kehidupan.
Melalui framing kapitalisme digital, Islam dipersempit hanya sebagai ritus dan etika pribadi. Generasi muda pada akhirnya memandang Islam sebagai pelengkap spiritual, bukan panduan komprehensif dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Ini menunjukkan bentuk sekularisasi yang di reproduksi melalui algoritma yang hanya menampilkan ‘Islam yang ramah,’ yang tidak menantang dominasi kapitalisme itu sendiri.
Solusi Sistemis
Padahal, Islam memiliki pendekatan sistemis untuk menangani masalah dominasi digital kapitalisme ini agar generasi terhindar dari kerusakan. Pertama, pembinaan (tatsqif) generasi dilakukan secara intensif dan berkesinambungan, mirip dengan contoh yang diberikan Nabi Muhammad saw kepada para sahabat di Darul Arqam.
Pembinaan ini bertujuan membentuk pola pikir dan sikap generasi dengan menjadikan akidah Islam sebagai dasar dalam beraktivitas, yaitu cara Islam memandang manusia dan kehidupan, serta cara Islam mengatur berbagai aspek seperti politik, ekonomi, dan sosial, serta menawarkan solusi terhadap berbagai isu aktual. Namun, tahapan pembinaan ini bisa berlangsung hanya ketika Islam dipelajari sebagai ideologi, bukan sekadar praktik ritual.
Kedua, peran negara adalah untuk melindungi generasi mendatang. “Dalam kerangka sistem Islam, pendidikan dirancang guna membentuk identitas Islam secara menyeluruh, dengan kurikulum yang ditujukan untuk mencetak generasi yang mampu memimpin peradaban.
Melalui departemen penerangan atau informasi, negara jelas melarang konten yang merusak dan memastikan media berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan dengan konten yang sesuai dengan syariat Islam. Selain itu, masyarakat memang harus didorong untuk menjalankan amar makruf nahi mungkar secara kolektif. Penegakan hukum akan diterapkan secara tegas kepada mereka yang menyebarkan informasi yang melanggar hukum syarak serta individu yang terlibat dalam kerusakan.
Lebih jauh, negara akan menyusun sistem ekonominya sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Dalam sistem ini, ruang digital tidak dijadikan tempat untuk eksploitasi yang hanya berorientasi pada keuntungan finansial tanpa memperhatikan dampak kerusakan yang ditimbulkan. Dengan cara ini, negara memiliki tanggung jawab dalam menciptakan generasi yang kuat serta beriman.
Namun, ia mencatat bahwa semua ini hanya dapat terwujud dengan penerapan Islam secara menyeluruh. Sabda Rasulullah saw. dalam riwayat Muslim, “Imam (khalifah) itu seperti perisai, di belakangnya umat berperang dan berlindung. ”
Artinya, dalam pandangan Islam, negara berfungsi sebagai pelindung umat, termasuk melindungi generasi dari kerusakan dalam pemikiran, ideologi, dan moralitas. Tanpa adanya perisai yang dihasilkan dari penerapan sistem Islam kafah, generasi ini bisa menjadi korban dominasi kapitalisme.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
