Nasionalisme India Melawan Imperialisme Inggris
Sejarah | 2025-12-16 09:29:46Dominasi Inggris di India sejak abad ke-18 meninggalkan dampak besar berupa ketimpangan ekonomi dan diskriminasi sosial. Kebijakan kolonial yang merugikan ini memicu ketidakpuasan luas, sekaligus melahirkan golongan intelektual baru yang sadar akan hak-hak mereka. Kesadaran ini berwujud nyata saat Kongres Nasional India (INC) didirikan pada 1885 sebagai wadah politik. Namun, perlawanan India baru benar-benar meluas setelah Mahatma Gandhi memperkenalkan Satyagraha. Strategi ini terbukti efektif memobilisasi berbagai lapisan masyarakat untuk bergerak bersama menuntut kebebasan dari Inggris. Berikut merupakan penjelasan terkait bagaimana perjuangan India meraih kemerdekaannya dari kolonialisme Inggris.
Latar Belakang Imperialisme Inggris di India
Imperialisme Inggris di India sudah ada sejak awal abad ke-17, hal ini dikarenakan adanya kepentingan perdagangan yang dijalankan oleh English East India Company (EEIC). Perusahaan asal Inggris ini memperoleh izin khusus dari penguasa Mughal untuk membuka kantor dagang di berbagai wilayah kekuasaan Mughal. Munculnya Portugis dan Prancis mendorong Inggris untuk membangun kekuatan militer sendiri, tak hanya sampai disitu, Inggris juga turut ikut campur dalam konflik internal kerajaan-kerajaan India. Kemenangan Inggris dalam pertempuran Plassey tahun 1757 menjadi titik balik yang mengawali ekspansi Inggris di India. Setelah menguasai wilayah Bengal, Inggris mulai menguasai wilayah-wilayah lain di sekitarnya melalui serangkaian perjanjian, perang, maupun aneksasi. Seiring dengan adanya Revolusi Industri di Inggris, kebutuhan akan bahan mentah serta produk manufaktur meningkat, hal ini tentunya menjadikan India sebagai wilayah yang penting. Inggris secara terang-terangan mengeksploitasi sumber daya alam dan memberikan sistem perdagangan yang menguntungkan pihaknya.
Pemberontakan Sepoy
Pemberontakan Sepoy merupakan gerakan perlawanan besar terhadap kekuasaan kolonial Inggris di India. Pemicunya adalah rasa ketidakpuasan para prajurit india (sepoy) yang bekerja di bawah East India Company (EIC), ketegangan ini memuncak ketika para sepoy dipaksa menggunakan senapan Enfield yang dilumuri lemak sapi dan babi. Kedua hewan ini tentunya secara religius menyinggung para sepoy yang mayoritas merupakan umat Hindu dan Muslim.
Adanya ketidakadilan sosial, diskriminasi rasial, eksploitasi ekonomi, serta pengabaian terhadap nilai-nilai lokal oleh pemerintah kolonial menjadi akar adanya pemberontakan ini. Pemberontakan dimulai pada 10 Mei 1857 di Meerut dan dengan cepat menyebar di Delhi, Kanpur, Lucknow, serta wilayah di sekitarnya. Pemberontakan ini sempat mengangkat Bahadur Shah II sebagai pemimpin. Pemberontakan ini berhasil dipadamkan oleh Inggris pada tahun 1858 dan membawa perubahan yang cukup signifikan. Kekuasaan EIC dicabut, India secara resmi menjadi koloni Kerajaan Inggris. Meskipun gagal secara militer, pemberontakan ini dikenang sebagai perang kemerdekaan pertama India yang menandai awal dari perjuangan panjang rakyat India.
Dampak Penjajahan Inggris terhadap Masyarakat India
Penjajahan Inggris di India membawa perubahan besar dalam aspek kehidupan masyarakat India, perubahan besar tersebut mengubah struktur ekonomi, politik, dan sosial budaya. Meskipun adanya modernisasi infrastruktur, namun penderitaan masyarakat India menjadi warisan utama. Dalam bidang ekonomi, Inggris menerapkan kebijakan sistem eksploitasi yang menjadikan India sebagai pemasok bahan mentah dan pasar bagi produk industri Inggri, seperti kapas, teh, dan rempah-rempah, serta menghancurkan industri kain tenun lokal melalui impor barang murah dari Inggris. Adanya pajak tanah yang tinggi hingga 50 % yang menyebabkan kelaparan massal, bencana Bengal tahun 1943 yang menewaskan jutaan orang akibat kebijakan perang kolonial menjadi bentuk kelaparan massal. Nilai PDB turun dari 25% hingga kurang dari 4 % pada ekonomi India.
Dalam bidang sosial budaya, Inggris memperkuat sistem kasta yang akan menimbulkan ketimpangan sosial, juga memperkenalkan sistem pendidikan Barat untuk menciptakan tenaga administrasi bagi pemerintah kolonial. Pada sistem kasta diperkuat melalui sensus kolonial, sedangkan sistem pendidikan Barat melahirkan kelas terpelajar tetapi mereka diskriminasi rasial terhadap pribumi. Terjadi konversi agama dan segregasi sosial yang menimbulkan ketegangan sektarian. Dalam bidang politik, Inggris menggunakan politik devide et impera (pecah belah dan kuasai), Inggris mempertahankan kekuasaan dengan memperkuat perbedaan antara umat Hindu dan Muslim, juga menghancurkan kedaulatan kerajaan lokal.
Munculnya Kesadaran Nasional
Kesadaran nasional di India muncul atas penindasan yang dilakukan oleh kolonial Inggris. Kaum terpelajar India menyadari modernisasi yang diperkenalkan oleh Inggris bukan membawa kemajuan melainkan penderitaan rakyat India. Kaum terpelajar yang mendapatkan pendidikan Barat memahami nilai kebebasan, nilai keadilan, dan hak asasi manusia, hal ini yang memunculkan gagasan untuk menyatukan rakyat India dalam perjuangan nasional.
Pada tahun 1885, berdiri Indian National Congress yang menjadi wadah kaum terpelajar untuk memperjuangkan aspirasi politik rakyat India. Organisasi yang bersifat moderat dan memperjuangkan hak-hak politik secara damai. Namun juga menjadi gerakan politik yang menuntut swadeshi (kemandirian ekonomi) dan swaraj (pemerintahan sendiri), gerakan ini yang akan menjadi kekuatan nasional dan akan menjadi penyatu masyarakat India melawan kolonialisme Inggris.
Gandhi dan Perjuangannya dalam Kemerdekaan India
Mahatma Gandhi merupakan tokoh berpengaruh dalam perjuangan kemerdekaan India, ia memperkenalkan metode perjuangan Satyagraha (perjuangan tanpa kekerasan). Perjuangan ini berdasarkan kebenaran dan moralitas, Gandhi percaya bahwa kekerasan hanya adanya penindasan baru, kemerdekaan tidak hanya dari penjajahan fisik juga pembebasan jiwa dari ketergantungan dan kebencian, sehingga kemerdekaan harus dicapai dengan cara damai. Gandhi memimpin berbagai gerakan nasional, seperti Non-Cooperation Movement tahun 1920, Salt March tahun 1930, dan Quit India Movement tahun 1942.
Filosofi perjuangan Mahatma Gandhi terdiri dari empat prinsip utama. Pertama yaitu satyagraha, gerakan penolakan untuk tidak bekerjasama dengan pemerintah kolonial Inggris. Kedua yaitu swadesi, gerakan menggunakan produk-produk dalam negeri guna melemahkan industri Inggris. Ketiga yaitu ahisma, prinsip anti kekerasan dan menganjurkan perdamaian. Keempat yaitu hartal, gerakan mogok kerja atau aksi tidak berbuat sesuatu apapun guna kepentingan kolonial Inggris.
Gerakan kemerdekaan India tidak bisa dilepaskan dari peran sentral Mahatma Gandhi yang memperkenalkan metode perlawanan non-kooperatif. Mulai dari Gerakan Non-Kerjasama hingga Pawai Garam yang ikonik, strategi Gandhi berhasil menyatukan rakyat India dari berbagai lapisan untuk menuntut satu hal mutlak Swaraj (kemerdekaan penuh).
Peristiwa pertama merupakan Gerakan Non-Kooperasi. Gerakan ini dilatarbelakangi oleh Inggris yang mengeluarkan Undang-Undang Rowlatt, Kemudian terjadinya Pembantaian Jallianwala Bagh/ Amritsar pada tahun 1919. Peristiwa tersebut akhirnya mendorong Gandhi untuk menyerukan Gerakan Non-Kooperasi pada tahun 1920 sebagai bentuk konfrontasi nir-kekerasan. Keputusan tersebut didukung oleh Gerakan Khilafat. Penerapan gerakan tersebut adalah menolak kerjasama dengan Inggris seperti tidak membeli barang-barang buatan Inggris, tidak sekolah yang didirikan oleh Inggris, tidak membayar pajak, dan tidak bekerja di pemerintahan Kolonial Inggris. Meskipun gerakan ini berhasil mengguncang Kekuasaan Inggris dan mengubah nasionalisme menjadi gerakan massa yang melibatkan petani dan pekerja, Gandhi terpaksa membatalkannya pada tahun 1922 setelah terjadinya kekerasan dalam insiden Chauri Chaura, karena Gandhi bersikeras bahwa gerakan tersebut harus terbebas dari adanya kekerasan.
Selanjutnya yaitu Gerakan Salt March yang merupakan aksi pembangkangan sipil yang dipimpin Gandhi pada tahun 1930 setelah menyatakan Purna Swaraj pada 1929. Gandhi memilih monopoli garam Inggris sebagai target dikarenakan garam mempengaruhi semua lapisan masyarakat. Bersama dengan 78 pengikutnya, Gandhi berjalan sejauh 240 mil. dari Sabarmati ke Dandi. Setelah Gandhi secara simbolis melanggar hukum dengan membuat garam alami, ribuan orang di seluruh India melakukan hal yang sama. Tindakan tersebut memicu gelombang protes massal dan pembangkangan sipil di seluruh India. Inggris bereaksi dengan menangkap hampir 60.000 orang India, termasuk Gandhi. Gerakan tersebut menarik perhatian dari kalangan pers Eropa dan Amerika. sekaligus menjadi aktivitas pertama di mana perempuan berpartisipasi dalam jumlah yang besar.
Kemudian gerakan yang paling terkenal adalah Gerakan Quit India. Gerakan ini merupakan puncak perjuangan kemerdekaan India melawan penjajahan Inggris, pada Agustus 1942 di tengah Perang Dunia II. Gerakan ini menuntut penarikan langsung pasukan dan pemerintahan Inggris dari India, dengan slogan "Do or Die" yang dipopulerkan oleh Gandhi. Inggris menanggapi dengan melakukan penindasan dengan brutal dan menangkap Gandhi beserta pemimpin kongres nasional india lainnya. Secara politik, kegagalan Quit India yang memaksa Inggris keluar segera dimanfaatkan oleh Liga Muslim di bawah Jinnah untuk memperluas pengaruhnya di provinsi-provinsi mayoritas Muslim.
Menuju Gerbang Kemerdekaan dan Partisi
Jalan menuju kemerdekaan India ternyata tidak mulus. Menjelang Inggris angkat kaki, terjadi drama politik dan konflik panas yang mengubah sejarah. Ketegangan bermula saat Liga Muslim di bawah pimpinan Muhammad Ali Jinnah mendesak pembentukan negara terpisah bernama Pakistan. Lewat Resolusi Lahore tahun 1940, Jinnah bersikeras bahwa Liga Muslim adalah satu-satunya wakil sah umat Islam dan menolak segala rencana kemerdekaan jika tidak ada jaminan berdirinya negara Pakistan.
Demi mencari jalan tengah, Inggris mengirim Pethick-Lawrence, Cripps, dan Alexander untuk mengikuti Cabinet Mission pada tahun 1946 dengan tujuan menjaga India tetap utuh. Misi ini mengusulkan sistem federal di mana provinsi dikelompokkan menjadi tiga bagian berdasarkan mayoritas agama dengan otonomi yang luas. Sayangnya, usaha damai ini gagal total akibat rasa saling curiga yang terlalu dalam antara Kongres Nasional India dan Liga Muslim. Pemerintah Inggris pun menemui jalan buntu dan akhirnya mengutus Lord Mountbatten sebagai raja muda baru untuk membereskan masalah ini.
Situasi kian memanas karena negosiasi yang macet. Merasa khawatir tuntutannya diabaikan, Jinnah mengambil langkah nekat dengan menyerukan Direct Action Day pada 16 Agustus 1946 untuk membuktikan kekuatan tekad umat Muslim. Namun, aksi tersebut justru memicu kerusuhan besar di Kalkuta yang segera menyebar ke Benggala dan Bihar. Tragedi yang merenggut ribuan nyawa ini menjadi titik balik pahit yang menegaskan satu hal: persatuan India sudah mustahil dipertahankan, dan pembagian wilayah mungkin tak terhindarkan.
Sebagai solusi akhir, Lord Mountbatten mengumumkan Mountbatten Plan yang meresmikan pembagian India Britania menjadi dua negara independen, yaitu India dan Pakistan. Keputusan ini mempercepat jadwal penarikan pasukan Inggris hingga akhirnya kekuasaan kolonial resmi berakhir. Pakistan lahir lebih dulu pada 14 Agustus 1947, disusul oleh India yang merdeka pada 15 Agustus 1947 dengan Jawaharlal Nehru sebagai Perdana Menteri pertamanya. Meskipun cita-cita kemerdekaan tercapai, Keputusan partisi memicu salah satu migrasi massal terbesar dalam sejarah, di mana umat Hindu bergerak ke India sedangkan umat Muslim menuju Pakistan. Perpindahan penduduk tersebut disertai kekerasan komunal mengerikan, terutama di wilayah Punjab dan Bengal, yang diperkirakan menewaskan ratusan ribu hingga satu juta jiwa di tengah sorak-sorai kemerdekaan.
Imperialisme Inggris di India memicu penderitaan sosial dan eksploitasi ekonomi yang meluas. Kesadaran nasional tumbuh, mendorong terbentuknya Indian National Congress sebagai wadah perjuangan politik. Mahatma Gandhi memimpin gerakan damai berbasis filosofi satyagraha, swadesi, ahimsa, dan hartal. Setelah berbagai gerakan besar dan tuntutan partisi, India meraih kemerdekaan pada tahun 1947.
REFERENSI
Bayly, C. A. (1987). Indian society and the making of the British Empire (Vol. 1). Cambridge University Press.
Broto, T. (2010). KEBANGKITAN INTELEKTUAL MUSLIM DI ANAK - BENUA INDIA MASA IMPERIALISME INGGRIS 1857-1947 M. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Hartati, U. (2017). MAHATMA GANDHI DAN PERANANNYA DALAM MEWUJUDKAN KEMERDEKAAN INDIA. HISTORIA : Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah, 5(2), 155. https://doi.org/10.24127/hj.v5i2.940
Heehs, P. (1988). India’s freedom struggle 1857-1947: A short history. Oxford University Press.
Humaira, Annisah. (2020). Masuknya Penjajahan Inggris dan Pengaruhnya di India. Universitas Samudra.
Kulke, H., & Rothermund, D. (1998). A History of India, Third Edition.
M. Brecher. (1959). Nehru: A Political Biography .London:Oxford University Press.
NCERT, Kumar, S., & Uppal, S. (2007). Themes in Indian history: Textbook in history for class XII. Part 1,. National Council of Educational Research and Training.
S. Wolpert. (2004). A new history of India. New York: Oxford University Press.
Seikh, M. (2021). The History of Swadeshi Movement: Its Impact on Bengal. Visva-Bharati University, 6 (1):210-214. https://doi.org/10.31305/rrijm.2021.v06.i01.040
Joyo, P. R. (2019). Mengenal Mahatma Gandhi dan ajarannya. Dharma Duta, 17(1). https://doi.org/10.33363/dd.v17i1.335
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
